Ada kelompok sholawat, kelompok baca puisi dan kelompok tari dengan kami yang terjun langsung sebagai mentor. Ketika adzan magrib berkumandang, kami mengakhiri latihan hari ini. Anak-anak lagi-lagi menolak. Mereka tidak ingin hari ini berakhir. Tapi begitulah anak-anak, mereka dan energi yang ada di kandung badan mereka seolah tak pernah redup.
Malam itu, selepas sholat magrib, jamuan makan malam yang telah disediakan oleh keluarga mas mustofa terasa nikmat sekali. Meskipun lauk pauk yang terhidang jauh dari kata mewah.Â
Tempe goreng, telur dadar, ikan bandeng goreng dan sambal yang disantap bersama diatas lantai semen beralaskan tikar terasa mantap mengganjal perut-perut kami yang memang sudah terasa longgar, lebih tepatnya lapar. Ini dia yang dinamakan nikmat haqiqi kebersamaan.Â
Sayup- sayup mata kami dikarenakan malam yang semakin larut dan dinginnya udara malam yang menusuk, ternyata belum mengizinkan kami untuk segera nyaman berselimut. Kami masih harus mempersiapkan bahan-bahan dan materi untuk malaikat-malaikat kecil itu besok.
Pagi ini, ketika dipikiran bercita-cita ingin menambah jam tidur sekitar 15 menit lagi, cita-cita itu seketika sirna karena ternyata malaikat-malaikat kecil ini dengan tertibnya telah berbisik-bisik berisik di depan tempat kami tidur.Â
Nyawa di raga yang belum penuh, tiba- tiba tertegak seketika. Ketika kami menyapa mereka sambil mengucek mata yang kumal, dengan ceria nya mereka menjawab "hallo kak ayo jalan-jalan". Satu dari banyak malaikat kecil ini bertutur" aku sudah tidur dari jam tujuh kak biar bisa ikut jalan-jalan sama kakak subuh ini". Dalam hatiku persiapan sekali anak-anak ini.Â
Satu lagi kesederhaaan yang kami temui disini, adalah tidur tidak beralaskan kasur, jadi hanya beralaskan tikar. Jikapun menggunakan ranjang, ranjangnya adalah ranjang bambu yang dialasi tikar. Yang patut disadari dari kesederhanaan ini adalah aliran darah kami akan semakin lancar.Â
Hasil bumi lainnya yang tak kalah penting dari desa ini adalah tembakau, kol, sawi dan labu jipang. Dimana sejauh mata memandang terlihat kualitas komoditas lokal disini memanglah unggul.Â
Di keramahan pagi ini, terlihat warga desa ini (aku menyebut mereka malaikat tanpa sayap) mulai melakukan aktivitasnya, ada yang berjualan, ada yang berkebun, dan ada pula yang merumput untuk sapi perah mereka. Lupa ku informasikan bahwa selain penghasil bunga mawar dan sayuran, desa ini juga penghasil susu sapi.