Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Perpustakaan yang Berjejaring di Masa Depan

14 Desember 2017   14:28 Diperbarui: 14 Desember 2017   16:10 2647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: National Library of China

Perkembangan teknologi yang semakin pesat membuat segala hal menjadi lebih mudah, seperti halnya dalam melakukan peminjaman buku di Perpustakaan Unsyiah. Mengikuti perkembangan teknologi sekarang ini, pengunjung tidak perlu lagi mengantri terlalu lama hanya untuk dapat meminjam buku. Dengan mesin peminjaman mandiri, pengunjung dapat melakukan peminjaman secara sendiri tanpa perlu dibantu oleh para petugas.

Dalam proses peminjaman, langkah awal yang harus dilakukan oleh peminjam adalah mendaftarkan diri kepada petugas sirkulasi dengan menunjukkan kartu identitas. Kemudian, peminjam dapat langsung menuju mesin peminjaman mandiri dan melakukan scan barcode yang ada pada kartu identitas serta memasukkan password yang diinginkan untuk keamanan. Selanjutnya, peminjam dapat meletakkan buku yang ingin dipinjam pada tempat peminjaman yang telah disediakan dan menekan tombol selesai pada layar serta mengambil slip peminjaman yang keluar secara automatis pada mesin tersebut.

Dengan adanya mesin peminjaman mandiri ini, pihak perpustakaan berharap para pengunjung khususnya yang ingin meminjam buku di Perpustakaan merasa nyaman tanpa harus mengantri terlalu lama. Dan apabila pengunjung mengalami kendala dalam proses peminjaman, peminjam dapat menemui pustakawan yang berada di meja help desk yang letaknya tidak jauh dari mesin tersebut atau pustakawan bagian sirkulasi yang selalu siap membantu para pengunjung.

Dampak Kemajuan Teknologi Digital Terhadap Perpustakaan

Dengan kemajuan teknologi digital perpustakaan menjadi sepi pengunjung karena orang lebih senang mengakses ebook di langsung dari laptop atau ponsel androidnya ketimbang harus pergi ke perpustakaan. Dengan mengkases ebook melalui sarana internet orang tidak perlu membuang banyak waktu, tenaga dan pikiran.

Dengan kemajuan teknologi digital dan dengan hadirnya internet menjadikan orang lebih asyik berselancar di dunia maya dalam mencari informasi daripada mengupas informasi melalui buku.

Zaman sekarang menemukan kutu buku memang sulit. Generasi saat ini lebih suka mengkases internet dengan dan membaca blog-blog yang boleh jadi keakuratan sumbernya dapat dipertanyaakan. Apalagi sekarang-sekarang ini sebagian besar buku telah diformat dalam bentuk e-book.

Tentu semakin sedikit orang yang memerlukan buku dan memadati perpustakaan. Memang internet mempermudah akses informasi, tapi sisi buruknya membuat orang lebih senang cara instan, membaca sekilas, dan bahkan memplagiasi/membajak seenaknya. Tentu berbeda dari mereka yang lebih gemar membaca melalui buku. Pengilhaman ilmunya bisa dikatakan akurat dan bertahan lama daripada membaca melalui situs-situs informasi yang terkadang telah “didaur ulang”tanpa sumber yang jelas.

Hal ini mrupakan dampak dari suatu peradaban manusia dan memang tak dapat dipungkiri. Dengan hadirnya internet perpustakaan pun harus mampu membenah diri  misalnya dengan menyediakan sarana dan prasarana yang aman bagi para pengunjung atau dengan menyadiakan buku-buku baru, kebanyakan perpustakaan menjadi perpustakaan tua dengan koleksi buku-buku tua. Dan hal ini menjadi tanggung jawab semua pihak agar perpustakaan tidak sepi dari pengunjung.

Media Sosial dan Internet Sebagai Tantangan Perpustakaan

Sebagai “jendela dunia” buku menyajikan fakta-fakta dan informasi  yang dapat diperoleh melalui kegiatan membaca. Namun setelah munculnya Internet, “jendela dunia” itu sekarang diperankan juga oleh Internet.  Kecepatan yang diberikan Internet untuk memperoleh informasi memang sulit dilawan oleh Perpustakaan.

Media sosial seperti WhatsApp, Facebook, Twitter dan lain tanpa diminta sering memberikan informasi yang diperlukan orang sehari-hari. Sedangkan informasi mengenai buku bisa dicari dengan mudah dan dari mana saja, kapan saja melalui Googling. Jika ditemukan melalui Googling, maka buku yang kita cari seringkali tersedia dalam bentuk digital yang bisa diunduh ke komputer atau gadget yang kita miliki.

Seyogyanya pemerintah dapat menjadikan Hari Buku Nasional setiap tahun sebagai ajang untuk mrefleksikan pentingnya buku dan juga betapa pentingnya perpustakaan sebagai sarana dan media untuk memperoleh informasi. Untuk masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih belum memiliki akses ke Internet, tentu buku tercetak masih sangat diperlukan, terutama di wilayah terpencil.

Ada banyak definisi tentang perpustakaan digital. Salah satu definisi yang dengan jelas dapat menggambarkan sebuah perpustakaan digital adalah: Digital libraries are organizations that provide the resources, including the specialized  staff, to select, structure, offer intellectual access to, interpret, distribute, preserve the  integrity of, and ensure the persistence over time of collections of digital woks so that  they are readily and economically available for use by a defined community or set of  communities (Digital Library Federation dalam Waters, July/ugust 1998).

Artinya perpustakaan digital adalah berbagai organisasi yang menyediakan sumber daya, termasuk staf dengan keahlian khusus, untuk menyeleksi, menyusun, menginterpretasi, memberikan akses intelektual, mendistribusikan, melestarikan, dan menjamin keberadaan koleksi karya-karya digital sepanjang waktu sehingga koleksi tersebut dapat digunakan oleh komunitas masyarakat tertentu atau masyarakat terpilih, secara ekonomis dan mudah.

Berdasarkan International Conference of Digital Library 2004, konsep Perpustakaan digital adalah sebagai perpustakaan elektronik yang informasinya didapat, disimpan, dan diperoleh kembali melalui format digital. Perpustakaan digital merupakan kelompok workstations yang saling berkaitan dan terhubung dengan jaringan (networks) berkecepatan tinggi. Pustakawan menghadapi tantangan yang lebih besar dalam mendapat, menyimpan, memformat, menelusur atau mendapatkan kembali, dan mereproduksi informasi non teks. Sistem informasi modern kini dapat menyajikan informasi secara elektronik dan memanipulasi secara otomatis dalam kecepatan tinggi.

The Digital Library Initiatives menggambarkan perpustakaan digital sebagai lingkungan yang bersama-sama memberi koleksi, pelayanan, dan manusia untuk menunjang kreasi, diseminasi, penggunaan, dan pelestarian data, informasi, dan pengetahuan.

Konsep Perpustakaan digital adalah sebagai perpustakaan elektronik yang informasinya didapat, disimpan, dan diperoleh kembali melalui format digital. Perpustakaan digital merupakan kelompok workstations yang saling berkaitan dan terhubung dengan jaringan (networks) dengan kecepatan tinggi.

 

Membangun Perpustakaan Berjejaring di Indonesia

Sebenarnya perpustakaan berjejaring sudah lama diupayakan di Indonesia. Keberadaan komputer dan jaringan komunikasinya telah menciptakan kemungkinan untuk perpustakaan dalam bidang proses kegiatan otomasi dan pemghematan data internal sekaligus penyediaan akses terhadap informasi yang secara fisik tidak tersedia di perpustakaan. Keadaan ini telah mengubah konsep dan bentuk perpustakaan menjadi sebuah bentuk baru yang disebut sebagai perpustakaan digital.

Jaringan perpustakaan digital di Indonesia telah berkembang sejak tahun 2000-an dengan munculnya beberapa jaringan perpustakaan seperti IDLN, Ganesha Digital Library, SPEKTRA Virtual Library dan yang paling terbaru yaitu GARUDA (Garba Rujukan Digital). Dalam perkembangannya, ada banyak kendala teknis dan non-teknis. Oleh karena itu, dalam mengembangkan jaringan perpustakaan digital di Indonesia, diperlukan kerja keras, berbagi dan semangat medidik bangsa dalam rangka menjalankan jaringan perpustakaan digital sebagai sumber informasi bagi masyarakat.

Perkembangan teknologi informasi yang cukup pesat turut berpengaruh terhadap perpustakaan. Kemajuan teknologi informasi tersebut menjadikan perpustakaan dapat berjejaring secara global melalui aplikasi mobile yang sering disebut dengan mobile librarianship.

Aplikasi mobile tersebut tentunya mempermudah masyarakat akademis maupun masyarakat umum dalam mengakses informasi tanpa batasan jarak, ruang, dan waktu. Bahkan dapat membangun masyarakat informasi yang memanfaatkan jaringan perpustakaan digital. Kendati begitu masih terdapat sejumlah tantangan menuju perpustakaan berjejaring dan mobile ini.

Lancaster, seorang pustakawan dan pengajar di bidang ilmu perpustakaan di Amerika telah memprediksi akan kehadiran teknologi informasi dan komunikasi yang dahsyat yang akan mengubah kehidupan manusia, yang disebut dengan ”paperless society”. Prediksi tersebut disampaikan pada sebuah konferensi perpustakaan di Finlandia pada tahun 1980-an. 

Beberapa tahun sebelum internet booming, pada tahun 1985, Lancaster juga memprediksi bahwa “ilmuwan akan menggunakan terminal untuk memaintain notebook elektronik, menulis laporan untuk publikasi elektronik berikutnya, mengakses sumber informasi dalam bentuk database, mengindeks dan menyimpan informasi, dan mengkomunikasikannya dengan menyebarkannya dalam sebuah jaringan. Laporan ilmiah akan ditampilkan di database dan komunikasi antar penulis, editor akan dilakukan menggunakan email” (Lancaster, 1985, p. 554).

Lancaster (1985) juga menggarisbawahi bahwa biaya penyebaran informasi secara fisik, misalnya buku tercetak akan jauh lebih besar  dan akan lebih ekonomis jika penyebaran dilakukan secara elektronik, sehingga akses terhadap buku tercetak akan semakin berkurang.

Kehadiran komputer dengan jaringan komunikasi didalamnya memungkinkan perpustakaan untuk tidak hanya mengotomatisasi kegiatan dan menyimpan data-data internal, tetapi juga memungkinkan terjadinya akses ke informasi yang secara fisik tidak tersedia di perpustakaan.  Ini mengubah konsep kita tentang sebuah perpustakaan yang ada selama ini dan menggambarkan perpustakaan ke depan sebagai sebuah toko besar informasi yang berwujud elektronik/digital daripada sebuah perpustakaan dengan koleksi berwujud secara fisik (Lancaster, 1985).

Perubahan Sosial dan Teknologi yang Mempengaruhi Perpustakaan

Era digital membawa perubahan besar pada perpustakaan dan industri informasi, karena adanya perubahan sosial dan teknologi yang meliputi 4 (empat) faktor, yaitu:

1. Teknologi Informasi (TI) telah membuat kemajuan besar yang membuat Internet lebih populer dibanding perpustakaan.

2. Volume dan jenis informasi yang diproduksi hari demi hari telah mencapai ke tingkat yang tiada terhingga.

3. Internet menjadi tempat berkumpulnya berbagai informasi dan ilmu pengetahuan yang bisa diakses dari mana saja dan kapan saja.

4. Nilai dari informasi itu semakin lama semakin gratis. Proses atau aktivitas bertukar informasi itu yang kemudian menjadi memililiki nilai ekonomi.

Manajemen Perpustakaan yang Berubah di Era Digital

Disamping beberapa faktor yang telah mempengaruhi perpustakaan di atas, manajemen atau pengelolaan perpustakaan pun ikut berubah di era digital:

  • Digital database, penyimpanan teks, sistem telusur, dan tampilan dokumen elektronik, sistem perpustakaan digital mampu menyimpan, mengelola dan mengeluarkan hasil pencarian yang lebih efektif dibanding dengan menggunakan kartu katalog.
  • Kontrol harian atas koleksi perpustakaan menjadi lebih sederhana dan sedikit tenaga kerja.
  • Mengurangi bahkan menghilangkan tugas-tugas staf tertentu, misalnya menaruh terbitan baru di rak, mengembalikan buku yang selesai dipinjam ke rak, dan lain-lain.
  • Penggunaan ruangan menjadi semakin sedikit.

Perubahan tersebut harus disikapi oleh perpustakaan sebagai lembaga informasi dengan mengubah bentuk perpustakaan, menjalankan visi dan misi yang baru, serta mengubah peran pustakawan sejalan dengan perubahan tuntutan pengguna perpustakaan saat ini dengan berjejaring dalam perpustakaan digital.

AKHIRUL KALAM

Tidak sedikit orang yang sekarang merasa resah pada keberadaaan perpustakaan di jaman digital sekarang. Mereka yang peduli pada pencerdasan bangsa tentu semakin resah melihat generasi yang baru saja bisa membaca lebih banyak asik mengakses media sosial daripada membaca buku tercetak. Apakah para pendidik (guru) masih memberi tugas kepada anak didiknya untuk membaca buku? Apakah pendidikan di wilayah terpencil akan tertinggal jika akses ke perpustakaan dan akses ke Internet tidak ada?

Mungkin  keresahan atau spekulasi tentang kepunahan perpustakaan di masa depan terlalu berlebihan. Kita tahu, bahwa “perpustakaan” telah ada sejak adanya kebudayaan manusia. Bentuknya dari yang paling sederhana berupa gambar di dinding goa hingga dalam bentuk tulisan di batu atau medium lainnya.  Peradaban terus berkembang, perpustakaan juga mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Fungsi perpustakaan yang merupakan sumber informasi dan pengetahuan keberadaannya tidak akan punah. Fungsi perpustakaan yang mengumpulkan ilmu pengetahuan, mengelolanya dan membagikannya ke masyarakat tidak akan punah. Namun mungkin bentuk, atau caranya dalam bekerja saja yang berubah.

Sebuah buku berjudul “Portal to the Past and to the Future: Libraries in Germany,” yang ditulis oleh Jurgen Seefeldt dan Ludger Syre mencoba menggambarkan tentang perpustakaan di masa depan yang menurut mereka ada yang menonjol, yaitu adanya network library (perpustakaan yang berjejaring)

Karena setiap perpustakaan terhubung dengan jaringan perpustakaan (bahkan perpustakaan dunia), maka perpustakaan pada masa depan adalah perpustakaan yang dapat memenuhi segala kebutuhan informasi dari seluruh lapisan masyarakat dengan latar belakang pendidikan, usia, pekerjaan, ras, gender, dan minat yang berbeda.

Tidak ada perpustakaan yang mengatakan tidak memiliki informasi tertentu, hanya karena sumber informasinya (buku/koleksi) tidak ada di perpustakaan tersebut. Konsep perpustakaan akan berubah dari perpustakaan lokal menjadi perpustakaan semesta/perpustakaan global.

Jika pemerintah menganggap perpustakaan sebagai investasi untuk masa depan bangsa ini, maka konsep perpustakaan masa depan yang berjejaring ini akan diwujudkan pemerintah segera. Pemerintah berarti juga akan mewujudkan perpustakaan kecil di wilayah terpencil yang tentunya terhubung dengan jaringan perpustakaan nasional (bahkan global). Apalagi jika fungsi perpustakaan lokal juga dibuat menjadi lebih aktif untuk mengambil peran mendidik masyarakat agar lebih memiliki minat baca dan haus ilmu pengetahuan. Indonesia yang lebih baik mungkin bisa terwujud tidak lama lagi.

Penulis: Retno Hermawati

 

DAFTAR PUSTAKA

KMRG ITB buat jaringan perpustakaan digital. (2000, July 20). Bisnis Indonesia. Retrieved December 27, 2010, from http://www.asmakmalaikat.com/go/buku/20072000_1.htm

Lancaster, F.W. (1985, September). The paperless society revisited. American Libraries, 553-555.

TIM. Membaca I.Jakarta. Universitas Terbuka.1999.

Hernowo, 2003.Quantum Readina.Bandung : Mizan Learning Center.

Yusuf, Pawit M. Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah. Kencana Prenada Media, Jakarta.200

Alamsyah, Arief. 2008. The Way to Happiness. Malang: Az-Ziyadah Media

Rimbarawa,Kosam dan Supriyanto.2006. Aksentuasi Perpustakaan dan Pustakawan.Jakarta: IPI, Pengurus Daerah DKI Jakarta.

Septiyantono,Tri dan Umar Sidik (Ed.).2007.Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Yogyakarta: Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga.               

      

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun