Pendekatan Hard Approach dilakukan dengan penguatan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penanggulangan Terorisme dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.Â
Selain dengan melakukan penguatan Undang-undang peran TNI Polri juga sangat efektif untuk melakukan penindakan teroris yang tidak mau dilakukan deradikalisasi dan tetap berpegang teguh pada ideologinya.
5. Penguatan pada titik jalur masuk teroris baik di dalam maupun luar negeri
Beberapa Titik masuk FTF melalui bandara-bandara internasional seperti Soekarno Hatta, Juanda, Ngurah Rai, dan lain-lain. Hal ini perlu dilakukan kerjasama dengan pihak terkait seperti Pemerintah Daerah, Kepolisian, Imigrasi, untuk mendeteksi kelompok FTFs ini.Â
Selain itu Pemerintah Indonesia juga bekerjasama dengan otoritas keamanan Turki untuk mengawasi daerah perbatasan dengan Suriah. Tujuannya agar mereka bisa memberikan informasi lebih awal bila ada FTF asal Indonesia yang akan kembali.
6. Monitoring terhahap FTFs yang telah kembali ke Indonesia
Pihak-pihak terkait harus bekerjasama dalam upaya monitoring teroris yang telah kembali, bantuan dari Pemda, Pemkab, Pemkot, Polda, dan Polres sangat penting untuk memonitor FTF dan keluarganya yang telah kembali.Â
Sehingga penanganan mereka dapat lebih efektif karena mereka yang telah salah jalan ini bisa kembali berinteraksi, bersosialisasi dengan lingkungan. Tujuan akhirnya agar mereka juga diberikan akses dan dipantau agar tidak dimarjinalkan.
7. Mewaspadai Ancaman teroris dari Filipina
Negara negara kawasan Asia Tenggara harus meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman teroris asing pasca operasi militer Filipina di Marawi, terhadap kelompok bersenjata yang diduga berasal dari jaringan kelompok terorisme Islamic State Irag and Suriah (ISIS).
8. Sinergitas bersama instansi dalam negeri