Mohon tunggu...
Rheina  Nasution
Rheina Nasution Mohon Tunggu... -

Ibu rumah tangga dan praktisi SDM yang gemar menulis tentang berbagai hal terutama mengenai hal-hal yang terkait dengan gaya hidup, parenting dan isu wanita serta psikologi secara umum.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Memaafkan, Mengapa Tidak?

27 Agustus 2015   06:37 Diperbarui: 27 Agustus 2015   07:26 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Memaafkan yuk"][/caption]

 

 

Kita terlahir sebagai mahluk sosial.  Mahluk yang tidak akan pernah bisa hidup sendiri.  Mahluk yang selalu butuh interaksi dalam berbagai bentuk dengan orang-orang lain.  Sayangnya dalam setiap interaksi kita dengan orang-orang lain,  tidak selalu berjalan dengan mulus.  Perbedaan pendapat, perbedaan kepentingan serta bentuk perbedaan-perbedaan lainnya seringkali memicu pergesekan bahkan bukan tidak mungkin menimbulkan konflik. 

Dengan upaya maksimal, seringkali berbagai pergesekan dan konflik yang timbul mampu untuk diselesaikan, minimal dicarikan solusi penyelesaiannya.  Tetapi justru disini kemudian muncul permasalahan baru sebab pergesekan dan konflik bisa saja terselesaikan atau dianggap selesai,  namun seringkali penyelesaian hanya dipermukaan saja.  Permasalahan tidak benar-benar terselesaikan sebab tidak diakhiri dengan pemaafan yang sebenar-benarnya.

Mulut kita mudah mengucapkan kata maaf dan memaafkan sambil berjabatan tangan bahkan berpelukan,  namun di dalam hati seringkali sulit untuk sungguh-sungguh memaafkan dan melupakan kejadian yang terjadi. Kondisi inilah yang seringkali akan menjadi bom waktu dan bisa menjadi pemicu munculnya pergesekan dan konflik di lain waktu.

Memaafkan sangat sulit untuk kita lakukan.  Mengapa? 

Banyak dari kita yang memiliki pemahaman yang keliru tentang memaafkan. Kita menyakini bahwa memaafkan adalah suatu hal yang bila kita lakukan itu artinya kita menyamankan diri orang lain.  Kita meyakini bahwa orang lain yang bersalah terhadap kita,  patut untuk “dihukum” dan bentuk hukuman yang paling tepat adalah dengan tidak memaafkan.  Banyak juga yang mengaitkan memaafkan dengan harga diri, dimana dengan alasan menjaga harga diri maka memaafkan tidak boleh dengan mudah diberikan.

Secara psikologis,  MEMAAFKAN adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk melepaskan segala rasa menyakitkan yang diakibatkan oleh kemarahan yang amat sangat atau bahkan dendam kepada pelaku.  MEMAAFKAN adalah proses untuk menghentikan perasaan dendam, jengkel, atau marah karena merasa disakiti atau dilanggar hak-haknya.

Thompson (2005) mendefinisikan pemaafan sebagai upaya untuk menempatkan peristiwa pelanggaran yang dirasakan sedemikian hingga respon seseorang terhadap pelaku, peristiwa, dan akibat dari peristiwa yang dialami diubah dari negatif menjadi netral atau positif.  Robert D. Enright (2002), adalah kesediaan seseorang untuk meninggalkan kemarahan, penilaian negatif, dan perilaku acuh-tidak-acuh terhadap orang lain yang telah menyakitinya secara tidak adil.

Seorang ahli psikologi dari Universitas Stanford California, Frederic Luskin (Martin, 2003), pernah melakukan eksperimen memaafkan pada sejumlah orang. Hasil penelitian Luskin menunjukkan bahwa memaafkan akan menjadikan seseorang : (a) Jauh lebih tenang kehidupannya; (b) mereka juga tidak mudah marah, tidak mudah tersinggung, dan dapat membina hubungan lebih baik dengan sesama; serta (c) mereka semakin jarang mengalami konflik dengan orang lain.

Pakar psikologi lainnya Dr. Hayes memberikan gambaran ekstrim sebagai analogi dari orang yang tidak memaafkan.  Ia mengatakan “Orang yang tidak memaafkan,  ibarat orang yang terkena sabetan clurit dari seseorang dan membawanya kemana-mana”.   Alih-alih pergi ke rumah sakit untuk mengobati luka tersebut,  ia justru membiarkan luka itu tetap terbuka meneteskan darah sambil ia bergerak kesana dan kemari.  Walhasil tentu dirinya sendiri yang merugi karena kehabisan darah. 

Berbagai ajaran agama pun mengajarkan umatnya untuk mudah memaafkan. Al Qur’an sebagai kitab umat Islam dengan gamblang mengatakan : “Maafkanlah mereka dan lapangkanlah dada. Sesungguhnya Allah senang kepada orang-orang yang berbuat kebajikan (terhadap yang melakukan kesalahan kepadany” (QS 5:13).  MEMAAFKAN akan melapangkan dada dan Allah mencintai orang yang memaafkan.

Nah,  kini kita lebih lebih memahami bahwa MEMAAFKAN adalah suatu aktifitas mental yang kita pilih dan kita lakukan untuk diri kita sendiri.  MEMAAFKAN adalah bagi ketenangan dan kenyamanan serta kebahagiaan diri kita sendiri. MEMAAFKAN melapangkan dada dan menenangkan hati sehingga kita akan lebih mudah untuk meninggalkan peristiwa yang terjadi, atau istilah sekarang Move On, dan menjalani hari-hari dengan lebih baik.

Untuk bisa MEMAAFKAN memang tidak mudah,  sekalipun kita ingin melakukannya. Bila permasalahannya kecil atau bila pelaku bukan seseorang yang berarti untuk kita,  mungkin dengan sedikt usaha memaksa diri kita bisa memaafkan.  Tetapi,  bila permasalahan cukup besar apalagi sudah masuk ke hati, memaafkan menjadi jauh lebih sulit.  Dibutuhkan upaya terus menerus secara konsisten untuk bisa benar-benar memaafkan.

Untuk membantu kita bisa sungguh-sungguh memaafkan,  kita bisa mencoba melakukan 6 tahapan berikut ini :

Tahap 1.  Mengapa Anda Marah?

Seringkali merasa amat sangat marah pada seseorang namun seringkali pula kita merasakan perasaat marah tersebut tanpa menyadari secara jelas alasannya.  Cobalah ambil kertas dan tuliskan apa yang membuat Anda merasa marah pada seseorang tersebut. Tuliskan apapun yang menurut Anda menjadi alasan kemarahan Anda terpicu.

Tahap 2.  Adakah Hal Baik Darinya?

Ambil lah lagi kertas kosong kedua dan kali ini coba Anda tuliskan hal-hal baik yang pernah dilakukan oleh seseorang tersebut kepada Anda dalam waktu satu tahun terakhir.  Cobalah untuk mengingat-ingat.  Mungkin saja orang itu pernah membantu Anda dalam melakukan sesuatu atau barangkali orang itu sering membuat Anda tersenyum. Tuliskanlah secara jujur.

Tahap 3. Apakah Saya Berkontribusi?

Ambil lagi kertas kosong ketida dan kali ini coba Anda dengan sangat jujur Anda tuliskan apa hal yang mungkin Anda lakukan atau katakan yang berkontribusi memunculkan permasalahan atau konflik tersebut.  Anda bisa saja mengatakan Anda tidak melakukan apapun tapi coba ingat-ingat kembali.

Tahap 4. Renungkanlah

Saat ini Anda memiliki 3 kertas yang telah Anda tuliskan sendiri.  Luangkanlah waktu untuk merenungkan kembali isi dari ketiga kertas tersebut. 

Renungkan dan rasakanlah arti dari seseorang itu untuk Anda.  Pahamilah “siapa” dia untuk Anda.  Bila Anda bisa merasa sangat marah hanya karena sesuatu yang tidak terlalu besar tentu artinya seseorang itu sangat berartikan bagi Anda.  Bisa jadi orang tersebut melakukan sesuatu yang tidak bisa Anda tolelir tetapi apakah Anda yakin tidak ada sesuatu yang Anda katakan yang memicu dia melakukan hal tersebut? Mungkin saat ini dia sangat melukai Anda,  tapi dia juga pernah melakukan kebaikan-kebaikan buat Anda.  

Anda juga bisa melakukan tahap ini bersama dengan orang lain, yang mengenal Anda dan dia yang bermasalah dengan Anda; orang lain yang Anda percaya dan bisa menempatkan dirinya secara netral. Kehadiran orang lain bisa membantu Anda menjadi lebih obyektif. 

Jangan terburu-buru. Ambillah waktu secukupnya untuk merenungkan hal-hal ini.  Lakukanlah dengan jujur dan bijaksana selama waktu yang Anda perlukan.  .

Setelah Anda benar-benar siap barulah Anda lakukan tahap berikutnya

Tahap 5. Maafkanlah

Di tahap ini Anda tentu sudah mempunyai gambaran yang lebih jelas dan obyektif tentang permasalah yang ada.  Anda sudah dalam situasi tenang dan mampu menempatkan diri Anda dalam situasi “win-win”.  Di tahap ini Anda sudah sepenuhnya mampu untu memaafkan.

Maafkanlah dengan melepaskan segala perasaan serta energi negatif apapun itu yang masih Anda simpan didalam diri Anda.  Lepaskanlah dan rasakan perasaan dan energi negatif itu benar-benar keluar dari diri Anda.  Anda bisa membantu melepaskan energi negatif tersebut dengan melakukan meditasi atau berzikir dan berdoa.

Setelah Anda yakin telah melepaskan seluruh perasaan danenergi negatif tersebut,  segeralah isi diri Anda dengan energi positif.  Hal termudah yang dapat Anda lakukan adalah dengan menarik nafas dalam-dalam dan tahan selama 5 detik lalu keluarkan. Lakukan beberapa kali hingga Anda benar-benar lega dan TERSENYUMLAH dan rasakan senyuman Anda hingga kedalam perasaan Anda.  Rasakanlah rasa hangat yang nyaman yang mulai mengisi perasaan Anda.

Setelah Anda merasa lebih positif, jangan berdiam diri.  Segeralah sibukkan diri Anda dengan melakukan aktifitas positif lainnya,  sehingga diri Anda sungguh-sungguh terisi dengan energi positif. 

 

MEMAAFKAN, mengapa tidak?  Meski memang tidak mudah,  tetapi dampak dari  memaafkan jauh lebih menyehatkan daripada membiarkan diri kita tergerogoti oleh perasaan marah dan dendam berkepanjangan.  Ingatlah sekali lagi,  MEMAAFKAN adalah BAGI KENYAMANAN DAN KEBAHAGIAAN DIRI KITA SENDIRI.

 

*****

 

sumber :

https://pmiipenaklukadawiyah.wordpress.com/2013/04/24/memaafkan-dalam-prespektif-psikologi

- Forgiveness Therapy, Asep Hairul Gani, 2011

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun