Mohon tunggu...
RhetIM
RhetIM Mohon Tunggu... Buruh - Orang biasa

Aneh ajalah. Bingung mau dibuat apa, karena ada pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mutiara di Mulut Babi

8 Januari 2016   17:08 Diperbarui: 8 Januari 2016   17:28 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 

Hingga di malam itu. Malam di mana hujan perlahan turun dengan semilir anginnya yang dingin. Kardi masih menanti kedatangan lelaki yang sehari-harinya dipesan melalui online untuk antar-jemput pelanggan. Hari ini, tepat dari waktu yang sudah dijanjikan. Telah tiga kali diingkari untuk menyicil. Dan Kardi kali ini tak ingin dirinya termakan lagi oleh janji-janji palsu Tarmaji.

 

Dari awal pernikahan sebenarnya sangat tak direstui. Namun, Sulastri memaksakan kehendaknya untuk dapat hidup menjalani bersama Tarmaji. Sikap sabar dari Kardi, justru selalu didapat dari adik perempuan kandungnya. Hingga sepeninggal kedua orangtua mereka, mulailah terkuak sifat dari Tarmaji yang sebenarnya. Penghasilan yang didapat dari pekerjaannya sebagai tukang ojek online, kerap dihabiskannya untuk bersenang-senang di tempat prostitusi yang bukan online; mengingat budget yang tak mampu membayar tarif kalangan selebritis.

 

Keseharian adik kandungnya sebagai buruh cuci selama ini, telah menutup kewajiban angsuran yang semestinya ditutup oleh Tarmaji. Dan ketika Kardi hendak menagih janji, selalu saja adik kandungnya sendiri yang menghadap dan berbicara untuk selalu bersabar; menutupi perihal dari perlakuan Tarmaji selama ini.

 

Tak dapat lagi ditolerir. Sedang Tarmaji didapati pulang bersama dengan kedua temannya berjalan kaki tanpa kendaraan, di sanalah awal mula Kardi dan adik iparnya terlibat cekcok mulut yang berakhir pada pengeroyokan yang menimpa kakak dari Sulastri.

 

*****

“Aku khilaf. Maafkan aku!” seru Tarmaji memohon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun