“Tumben lo?” Tercengang, Nabil seakan tak percaya oleh ucapan yang baru saja didengarnya.
“Tumben apaan! Gue pan belum selesai ngomong. Tapi, tampang lo pas kok, tinggal ditaburin debu sama ngesot di jalan, gue yakin dalam waktu seminggu kita pasti bakal punya rumah lagi, hihihi ....” celetuk Rhet asal.
“Nggak boleh berbohong mas Rhet. Jika tidak ada satu orang pun yang mempercayai kita lagi, bagaimana kita kelak akan hidup? Sementara rizki itu datang melalui perantara orang lain. Yuk, Kita jaga kejujuran dan tanggung jawab, sekalipun hasil dari ngemis.” Kini terdiam hening tanpa suara mendengar ucapan Nabil sebagai perenungan dari masing-masing anak Kpt.
Apapun alasannya, kebohongan itu tidaklah mempercepat segalanya, juga tidak memperlambat balasan, bahwasannya masih ada mata yang melihat segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia.
Di sudut lampu merah masih saja Zahra belum bisa menerima kenyataan. Tiada tempat untuk berteduh. Mungkin suatu saat dengan adanya kejadian ini, akan membuatnya menjadi tidak manja dan sering galau lagi. Sedang di pojok gang, tampak Abdul dan Pemulung mengambil botol-botol bekas Aqua. Dan kak Dian bersamaMinal, hanya melihat kebersamaan yang terlihat semakin erat.
***the end***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H