Korupsi merupakan masalah serius di negeri ini. Berbagai kasus korupsi ditemukan satu per satu. Koruptor tidak hanya datang dari politisi. Beberapa di antaranya adalah pengusaha, pejabat pemerintah, penegak hukum, polisi.Â
Perilaku korupsi sudah menjadi budaya dalam kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia. Korupsi dapat dengan mudah kita temukan dalam aktivitas kita sehari-hari. Seolah-olah telah menjadi bagian dari hidup kita, begitu mengakar di dalamnya hingga sangat sulit untuk mengikis perilaku yang sudah mendarah daging ini.Â
Korupsi telah terjadi di berbagai aspek kehidupan masyarakat, misalnya dalam tata kelola birokrasi Kelurahan. Seseorang ingin memperpanjang masa berlaku Kartu Tanda Penduduk (KTP) di kantor setempat di Kelurahan.Â
Dalam proses pembuatan KTP, kelurahan melakukan pendebetan langsung dengan dalih biaya administrasi. Besaran nominal yang dinaikkan akan menentukan kecepatan proses pelayanan, tentunya hal ini tidak dibenarkan dan tindakan seperti ini tergolong perilaku korupsi.Â
Korupsi tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Ada individu yang membantu dalam proses perilaku kriminal jenis ini. Sehingga dalam suatu kasus korupsi seringkali kita temukan lebih dari satu orang yang terjerat dalam kasus tersebut. . Hal ini cukup menunjukkan bahwa korupsi tidak bisa dilakukan sendiri, misalnya dalam kasus korupsi impor barang.Â
Dalam konteks ini, setidaknya melibatkan beberapa lembaga atau individu yang "bermain" di dalamnya. Beberapa di antaranya adalah kementerian terkait, anggota dewan, pengusaha dan berbagai otoritas lainnya. Kementerian dalam hal ini adalah pihak yang mengirimkan instruksi formal atas permintaan pemilik usaha. Perundang-undangan menjadi milik anggota DPR dalam hal pengesahan dan sebagainya. Ada juga otoritas lain yang "bermain" di dalamnya sampai batas tertentu.
Melihat contoh-contoh di atas, tentunya dapat dikatakan bahwa korupsi merupakan kejahatan penyalahgunaan wewenang publik yang berlangsung secara terencana. Untuk meminimalisir kejahatan ini, tampaknya diperlukan suatu sistem dan susunan kata yang khusus, yang beberapa di antaranya memberlakukan beberapa poin dalam sistem legislatif untuk memperkuat hukum dan menutup kemungkinan terjadinya praktik-praktik kriminal tersebut. Namun, hal ini juga tampaknya sulit dilakukan karena legislasi berada di bawah naungan anggota legislatif yang dijalankan olehpartai politik.Â
Sementara itu, peran partai politik saat ini tidak lebih dari OE (Event Organizer) untuk pelaksanaannya. Parpol juga meminta kepada eksekutifnya yang ingin mencalonkan diri menjadi kepala daerah atau legislator untuk membayar mahar tertentu yang cukup besar.
Pada hakekatnya partai politik saat ini belum mampu menjadi mesin kader yang mampu menghasilkan orang-orang yang jujur, adil, kompeten, ulet, bertanggung jawab, dll. Masalah-masalah tertentu yang menjadi cikal bakal perilaku korupsi juga terjadi pada saat pemilihan kepala daerah, seringkali dalam acara-acara yang pelaksanaannya membutuhkan dana yang cukup besar dari APBN juga melibatkan cukong dari pihak swasta. Sehingga para chef daerah yang mereka layani hanyalah boneka para cukong tersebut. Seringkali di berbagai negara di dunia di temukan bahwa penguasa sebenarnya dari suatu negara adalah pengusaha asing. Dengan adanya korelasi antara pengusaha dan pejabat pemerintah, jelas sangat rentan terhadap praktik korupsi dalam jumlah seperti itu.
Praktik korupsi juga sering terjadi di dunia pendidikan. Kasus yang sering terjadi adalah oknum guru yang menjual buku materi tertentu kepada siswanya. Secara kasat mata, tentu saja, ini normal. Namun, praktik pasar ini tidak dibenarkan ketika seorang guru memaksa murid-muridnya untuk membeli buku darinya tanpa membiarkan mereka mengambil alternatif lain membelikan buku untuknya. Misalnya, meminjam dari perpustakaan, menggunakan buku-buku lama, atau membeli dari toko buku. Selain itu, buku guru lebih mahal dari yang di jual di pasaran dan akan berpengaruh signifikan terhadap nilai siswa. Praktik semacam ini tidak hanya terjadi di sekolah, tetapi juga terjadi di dunia akademis, meskipun masih sering terjadi.
Korupsi di wilayah kecil kehidupan kita sehari-hari dapat dengan  mudah ditemukan, dan tidak hanya terbatas pada dua contoh di atas. Ada banyak hal yang biasa kita lakukan dan menjadi umum di masyarakat berbeda dan dengan lensa yang lebih kecil. Disadari atau tidak, perilaku ini sudah menjadi budaya dalam kehidupan kita sehari-hari sedemikian rupa sehingga terkadang kita tidak menyadari bahwa itu adalah sesuatu yang tidak di benarkan.
Korupsi merupakan suatu tindak pidana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara. Penyebab korupsi adalah kelemahan pengajaran dan etika, penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, rendahnya sumber daya manusia, serta struktur ekonomi. Korupsi merupakan musuh kita bersama dan untuk memberantasnya tentunya sangat dibutuhkan kerjasama antara penegak hukum yang diberikan wewenang oleh undang-undang dengan seluruh lapisan masyarakat. Generasi muda sebagai sumber daya manusia adalah keberhasilan pembangunan bangsa. Generasi muda yang diharapkan dalam pembangunan dewasa ini sangatlah penting sebagai generasi penerus bangsa dalam mengisi pembangunan untuk mendukung terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia.
David Hume termasuk bagian dari para filosof pencerahan abad ke -- 18, lahir tahun 1711, Skotlandia, Edinbergh, anak dari seorang tuan tanah Skotlandia, ayahnya wafat saat ia berusia 3 tahun. Namun karena berasal dari keluarga kaya ia hidup tanpa kekurangan. Pada usia 12 tahun David Hume sudah berkuliah, dan ber fakultas hukum di Edinbergh, namun pada usia 15 ia di DO karena merasa tidak bakat belajar di bidang hukum, karena ia lebih kepada filsafat. Pada umur 18 ia terkena penyakit bernama nervous breakdown semacam penyakit jiwa sampai berusia 23 tahun. Setelah sembuh ia bekerja menjadi saudagar melanjutkan bisnis keluarganya, namun lagi-lagi berhenti karena ia tidak menguasainya, lalu ia pergi ke Prancis, menjadi sekertaris seorang jenderal. Masterpiece yang sangat terkenal adalah "Tritis on Human Mature" ia menerbitkan buku ini pada usia 28 tahun, isi buku yang terdapat didalamnya sudah ia pikirkan sejak umur 15 tahun. Sebelum ia wafat sempat menulis buku dengan judul "My Own Life" yang berisi biografi beliau yang ditulis sendiri. Wafat pada tahun 1776 karena sakit kanker hati.
Menurut pandangan David Hume, kita dalam hidup banyak mewarisi kumpulan, tumpukan teori konsep yang mungkin tidak selalu relevan dalam hidup kita, yang membuat rumit isi kepala yang menjadi penghalang untuk memahami dunia secara objektif, sehingga kita tidak jernih lagi melihat realitas karena banyaknya teori yang menumpuk. Struktur berpikir kita adalah struktur yang aprioris / struktur yang melangit karena pengaruh-pengaruh teori dan konsep yang metafisik dan rasionalis, metafisik berarti memikirkn hal-hal yang jauh melampaui yang indrawi yang fisik -- fisik, tidak kelihatan realitanya tapi di reka-reka oleh akal seolah-olah nyata. Ini yang ditakutkan oleh David Hume. "Sebaiknya kembali kepada pengalaman spontan tentang dunia" (David Hume).
Maka kita harus membersihkan pikiran kita, seperti dilahirkan kembali yang tidak memahami apa-apa. Jika sudah jernih maka saatnya berfikir secara empiris yaitu dasarnya pemikiran. "Pikiran yang paling hidup sekalipun, yang paling cemerlang sekalipun, itu derajatnya masih dibawah sensasi (hasil pencerapan panca indra atau bodoh, konyol, ceroboh)". Jadi sensasi levelnya lebih tinggi dari sekedar permainan akal belaka (khas orang empiris), pikiran secanggih apapun kalau hanya permainan pikiran itu levelnya dibawah pengalaman nyata kita dengan panca indra, meskipun pikiran itu cemerlang yang membuat orang melongo, namun jika tidak nyambung dengan kenyataan maka levelnya inverior, jika dibandingkan dengan pencerapan panca indra meskipun yang paling tidak serius.
Gagasan David Hume berawal dari persepsi empiris yang menjadi dasar berfikir, ada dua jenis persepsi yaitu, kesan/impresi berarti penginderaan langsung terhadap realitas lahiriah, contoh melihat laptop langsung dan ide/gagasan berarti ingatan terhadap impresi, contoh tadi kan melihat laptop dan besoknya anda masih mengingat bahwa kemarin anda melihat laptop. Menurut David Hume kesan lebih kuat daripada ide, karena ide hanya tiruan dari kesan.
Gagasan tentang Tuhan sejenis gagasan kompleks, jadi sosok Tuhan kita jangkau atau mengenal dengan pikiran kita melalui kombinasi ide -- ide yang sudah ada di kepala kita, mempunyai ide tentang kebijaksanaan, kecerdasan, kebaikan, dll.
Kritik David Hume terhadap sebab akibat, ia tidak percaya adanya sebab akibat atau okasialisme (anti sebab akibat), ia berkata yang disebut sebab akibat adalah kebiasaan, maka teori sebab akibat adalah nama lain dari teori harapan kita akan kebiasaan, contoh air jika dipanaskan 100 derajat akan mendidih, api adalah sebabnya dan air mendidih adalah akibatnya bagi David Hume biasanya begitu, tapi kebiasaan itu bukan berarti mutlak selalu begitu, memang kita tidak tau tapi orang lain yang menyadarinya. Dalam kasus kertas terbakar misalnya, kita melihat api menyala, menyentuh kertas, dan kertas terbakar. Tidak bisa disimpulkan api menyebabkan kertas terbakar, sebab yang kita ketahui hanyalah kertas terbakar sesudah api menyentuhnya gejala pertama menyusul gejala kedua sedangkan kausalitas tidak bisa diganti. Jadi sebab akibat itu tidak mutlak tidak niscaya.
David Hume juga mengkritik induksi yang merupakan kritik terhadap sains, sains didasarkan kepada induksi (sejak Francis Bacon), induksi :
- Pengamatan kepada hal yang khusus kemudian disimpulkan secara umum,
- Pengamatan kepada satu gejala khusus yang disusul gejala khusus yang lain, lalu disimpulkan adanya kausalitas universal di antara keduanya.
Karena itu ilmupengetahuan tidak akan mencapai level keniscayaan paling jauh ada pada level kemungkinan.
Ada juga kritik terhadap keajaiban / mukjizat, David Hume berkata yang disebut mukjizat adalah sesuatu yang tidak kita alami yang berbeda dengan kebiasaan, beberapa kritik dari David Hume terhadap mukjizat :
- Subyektif, tidak kolektif
- Berdasar klaim, bukan kesempatan empiris
- Secara psikologis manusia suka dan meyakini kejadian luar biasa
- Terjadi ketika sains belum berkembang
- Lebih merupakan tafsiran iman dalam rangka memperkenalkan ajaran keimanan yang baru
David Hume juga mengkritik tentang agama, yang pertama ia mengkritik deisme yang menganggap alam semesta ini mekanis belaka dengan hukum alamnya yang dihubungkan dengan Maha Kekuasaan dan Maha Kebaikan Allah SWT, namun bagaimana dengan kejahatan dan kerusakan di muka bumi? Yang disukai oleh David Hume adalah filosof, apa Tuhan tidak ingin melenyapkan kejahatan di muka bumi? Kalau tidak ingin berarti Tuhan tidak maha baik atau Tuhan ingin tapi tidak mampu, kalau tidak mampu berarti Tuhan tidak maha kuasa. Yang kedua adalah kritik atas immortalitas (kehidupan sesudah mati), kritik yang pertama untuk hidup tertib dan bermoral mengandaikan harus ada sesudah mati, kita tidak punya bukti tidak ada faktanya, rekaman, bukti konkrit bahwa hidup sesudah mati itu benar -- benar ada. David Hume mengkritik tentang agama dengan alasan tersebut. Yang ketiga ia mengkritik atas takhayul -- takhayul dalam agama, karena memang agama banyak di warnai oleh hal-hal yang ghaib atau adikodrati, kita harus mengembalikan manusia dan agama dari kenyataan adikodrati ke kenyataan kodrati yang sifatnya empiris.
Pandangan David Hume dalam bidang moral, ia memiliki teori yang unik tentang moral yang dikenal sebagai "Moral Sentiment Theories" (teori perasaan moral), biasanya orang membahas etika atau moralitas dasarnya dengan rasio atau akal, suara hati, namun David Hume berbeda ia berdasar dengan perasaan suka atau tidak suka, asumsi-asumsi nya adalah sebagai berikut :
- Menolak segala sistem etika yang tidak berdasar pengamatan empiris. Yang dapat kita ketahui hanyalah apa yang menjadi pengalaman kita, pengalaman indrawi, dan pengalaman perasaaan dalam diri kita.
- Tidak ada nilai mutlak objektif yang mendahului sikap kita. Sesuatu itu bernilai oleh karena kita merasa tertarik kepadanya, dan bukan sebaliknya kita merasa tertarik kepada sesuatu yang bernilai.
- Tidak ada kewajiban moral. Kita dapat merasa setuju, bangga, gembira, jijik, benci atau malu, tetapi semua itu merupakan fakta, data, dan bukan kewajiban.
Oleh karena itu, etika harus dicari dalam diri kita sendiri : masalah baik dan buruk bukan sesuatu yang objektif, melainkan berhubungan dengan perasaan. Perasaan sebagai dasar moralitas, nilai moral diawali dari setuju atau tidak setuju. Standar moral adalah nikmat atau kegunaan, biasanya kita setuju dengan sesuatu yang menurut kita memberikan nikmat, guna, manfaat dan tidak setuju dengan yang tidak memberikan nikmat atau manfaat, jadi dasarnya perasaan penilaiannya setuju atau tidak setuju standarnya memberikan nikmat ada manfaatnya atau tidak, lalu rasio kegunaannnya untuk mengukur manfaat, itulah yang disebut moral sentiment theories. Lalu apakah moral sentiment theories ini bersifat egois? Tidak, karena kita hanya terdorong untuk mengusahakan apa yang berguna agar kita sendiri merasa nikmat, melainkan juga untuk membuat orang lain merasa nikmat serta untuk melindungi dia dari perasaan sakit. Jadi, kita juga terdorong untuk bersikap baik hati, kita merasakan kebaikan hati (Hedonisme yang tidak egois : Kita gembira kalau orang lain gembira dan kita sedih kalau orang lain tersiksa). Kemampuan untuk ikut merasakan bersam aorang lain berdasarkan simpati, dan simpati merupakan bakat alami. Secara alami kita memang makhluk sosial, maka kita mempunyai perasaan -- perasaan sosial, kita merasa nikmat menyaksikan perasan nikmat orang lain. Empat kelompok sifat moral yang positif, yaitu :
- Yang berguna bagi masyarakat : keadilan dan kebaikan hati
- Yang berguna bagi kita sendiri : kehendak yang kuat, kerajinan, sikap hemat, kekuatan badani, kepintaran akal, dan kemampuan rohani
- Yang langsung menyenangkan bagi kita sendiri : watak gembira, kebesaran jiwa, watak yang luhur, keberanian, ketenangan, dan kebaikan
- Yang langsung menyenangkan bagi orang lain : sikap tahu diri, tata krama, kesopanan, dan humor.
Pandangan David Hume tentang identitas dan atribut, identitas adalah yang kita tempelkan kepada segala sesuatu adalah fiktif, dibentuk dalam pikiran, bukan sifat khusus yang dimliki oleh apa yang kita bicarakan, maksudnya laptop ini canggih sekali, canggih adalah identitasnya. Atribut ada dalam pikiran kita, kita yang membuat kita juga yang menempelkan. Dalam pikiran David Hume "Tetaplah Menjadi Manusia" terdapat dua quotes yang pertama "Skeptisisme, mungkin secara teori tak terbantah namun bahkan seorang skeptis harus bertindak, hidup dan bercakap, sebagaimana orang lain, karena ciri manusia tidak memberinya pilihan". Quotes yang kedua adalah "Ikuti passionmu terhadap sains namun biarlah sainsmu tetap manusiawi, sehingga masih memiliki hubungan langsung dengan tindakan dan masyarakat. Jadilah filsuf namun di tengah semua filsafatmu, tetaplah jadi manusia".
David Hume menginginkan kita menjadi manusia yang normal, ia berhasil menangkap sebuah faktor kunci mengenai sifat manusia, ia menenmukan bahwa kita lebih terpengaruh oleh perasaan daripada akal. Dari satu sudut pandang, hal ini adalah sebuah hinaan yang besar kepada rasa harga diri kita. Tetapi Hume berpikir kalau kita mampu menangani fakta mengejutkan ini dengan baik, kita akan mampu, baik secara kolektif maupun individual, menjadi jauh lebih tenang dan lebih bahagia, ketimbang kalau kita melawan fakta.
Filsafat Hume didasari pada satu pengamatan yang amat tajam, bahwa hal terpenting yang harus kita dahulukan dalam hidup adalah perasaan dan bukan rasionalitas. Kesimpulan ini memang terdengar aneh, kita terbiasa mengasumsikan bahwa kita seharusnya melatih pikiran kita agar menjadi serasionalitas mungkin, agar kita mendasarkan diri kita pada bukti serta pemikiran logis sambil berkomitmen bahwa kita akan menjauhkan perasaan kita dari pikiran kita. Tetapi Hume menekankan bahwa terlepas dari apapun yang kita kehendaki sebagai sasaran, tetap saja akal budi adalah budak dari emosi. Kita lebih termotivasi oleh perasaan kita daripada hasil analisis dan logika yang jauh lebih lemah. Hanya sedikit dari berbagai hal yang kita percaya berdasar pada investigasi rasional atas fakta -- fakta. Kita memutuskan apakah seseorang pantas dikagumi, apa yang kita lakukan saat waktu luang, apa yang kita anggap sebagai karir yang sukses, atau siapa yang kita cintai, dengan berdasar pada perasaan dan bukan hal yang lain. Akal budi hanya membantu sedikit saja tetapi faktor penentunya terikat erat dengan kehidupan emosional kita. Dengan passion kita, sebagaimana dikatakan Hume.
Orang - orang harus belajar agar lebih bijaksana, lebih sabar, lebih damai dengan diri mereka sendiri, dan tidak terlalu takut dengan orang lain. Tetapi, hal ini membutuhkan sistem edukasi yang menitikberatkan pada perasaan dan bukan pada hal akal budi. Inilah mengapa Hume begitu percaya pada peran dan kepentingan intelektual publik. Kaum intelektual publik adalah orang-orang yang tidak seperti dosen di universitas yang amat di benci oleh Hume, harus menggelorakan keterlibatan dalam ide-ide, kebijaksanaan, dan pengetahuan, dengan berdasar pada perasaan. Karena mereka baru punya uang ketika mereka sukses. Inilah mengapa mereka harus menulis dengan baik menggunakan contoh- contoh yang jelas dan menarik, bertindak dengan bijak dan mampu menarik hati orang.
Pendapat Hume adalah bahwa kalau kita ingin mengubah keyakinan orang lain, berdebat dengan mereka seperti dosen filsafat pada umumnya bukanlah strategi yang paling efektif. Ia menunjukkan bahwa kita harus mencoba mengubah perasaan dengan simpati, meyakinkan kembali, memberikan contoh baik, memberi semangat serta apa yang disebutnya sebagai seni. Baru setelah itu, dan hanya untuk orang- orang yang paling gigih, kita harus coba untuk meyakinkannya berdasarkan fakta dan logika. Temapt terpenting Hume menggunakan ide ini, memprioritaskan perasaan di atas akal budi, adalah dalam hubungannya dengan agama. Hume tidak berpikir bahwa keyakinan kepada Tuhan adalah sesuatu yang rasional. Maksudnya, Hume tidak berpikir ada argumen yang jelas dan logis yang mendukung keberadaan Tuhan. Ia sendiri tampaknya mengambang antara agnostisisme halus yaitu "mungkin ada Tuhan, saya tidak yakin" dan teisme halus, yaitu "Tuhan memang ada, tetapi tidak terlalu banyak pengaruhnya bagi saya kalau pun ada". Namun, ide mengenai Tuhan yang membalaskan dendam, Tuhan yang siap untuk membalas manusia dalam kehidupan selanjutnya karena tidak memercayai-Nya  di kehidupan yang ini, dianggapnya sebagai takhayul yang jahat. Poin utama Hume adalah bahwa keyakinan agama bukanlah merupakan hasil dari akal budi. Maka, berdebat mengenai keyakinan, dengan berdasar pada fakta tidak menyentuh isu intinya. Meyakinkan seseorang agar memercayai atau tidak memercayai sesuatu dengan argumen -- argumen yang di pikirkan dengan baik tampaknya kurang menarik bagi Hume. Inilah mengapa Hume merupakan pembela garda depan konsep toleransi beragama. Kita tidak boleh menganggap bahwa orang -orang yang tidak setuju dengan kita perihal keyakinan sebagai orang - orang yang rasional namun hanya salah berpikir, dan dengan demikian harus dibetulkan, namun sebagai makhluk yang berperasaan dan tunduk pada perasaan yang harus dibiarkan sepanjang mereka juga memberikan kita dalam damai. Mencoba berdebat secaara rasional mengenai agama menurut Hume merupakan kebodohan dan kesombongan tertinggi. Hume adalah seseorang yang secara teknis diistilahkan sebagai seorang skeptis.
Filsafat Hume selalu ditampilkan sebagai suatu percobaan untuk menjawab pertanyaan pribadi, Apa itu hidup yang baik? Ia ingin mengetahui bagaimana sifatnya sendiri dan sifat orang lain di sekitarnya dapat dipengaruhi ke arah yang lebih baik. Hal yang aneh pada dirinya sebagai seorang filsuf, adalah bahwa ia tidak merasa bahwa praktik filsafat tradisional dapat benar -- benar membantu. Meskipun ia memang berpendidikan, secara garis besar ia adalah orang yang kakinya berpijak pada dunia. Selama beberapa tahun, ia menjadi penasihat bagi duta besar Inggris di Paris. Duta besar ini menyambut kebijaksanaannya. Ia amat disukai oleh orang -- orang di sekitarnya. Ia dikenal oleh orang Prancis sebagai 'Le Bon David', seorang pembicara yang manusiawi dan baik yang banyak diundang untuk makan malam. "Jadilah seorang filsuf, tetapi di tengah -- tengah filsafatmu, tetaplah jadi manusia". Itulah cara Hume hidup. Ia tidak hidup secara terisolasi dalam sebuah biara atau menara gading, tetapi persis di tengah -- tengah manusia lain. Saat makan, ia suka ayam bakar, berbicara mengenai cinta dan karir, dan bermain backgammon. Â Â
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/57683821/Fenomena_Korupsi_di_Indonesia
https://www.britannica.com/biography/David-Hume
https://www.euppublishing.com/doi/full/10.3366/jsp.2020.0277
https://humesociety.org/about/hume
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H