Ditulis Oleh : Putri Herawati W.
Mahasiswi Hukum Universitas Terbuka Makassar 2024.1
"Kami sebagai guru, tidak mampu jika harus mengawasi siswa di sekolah ini satu persatu. Jadi untuk kenyamanan Ananda, solusinya saya serahkan kepada ibu selaku orangtua siswi. Karena kami tidak bisa menjamin bullying terhadap Ananda tidak terulang lagi."
Ucapan itu meluncur dari bibir seorang pendidik ketika seorang ibu mengadukan tindak perundungan yang sudah sering terjadi kepada anaknya. Entah sudah berapa kali ibu ini mengadu ke pihak sekolah, mulai dari kasus pemukulan yang terjadi kepada si anak, kasus pemalakan yang dilakukan oleh kakak kelasnya. Yang mirisnya baik si pelaku maupun korban masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
Dengan sekian banyak aduan yang ibu tersebut ajukan, pihak sekolah pun malah melihat ibu ini sebagai seorang yang bisa mencemarkan nama sekolah. Padahal sesungguhnya, pihak sekolah seharusnya bisa menjadi penengah dan bukan malah menghakimi si korban hanya karena para pelaku adalah anak serta keluarga dari guru maupun Kepala Sekolah.
Jika menelaah kasus tersebut di atas, ada dua kemungkinan yang terjadi. Antara kurangnya komunikasi pihak sekolah dengan orang tua siswa, atau memang kondisi para pendidik yang tidak peka terhadap kejadian yang ada di sekolahnya.
Mengambil opsi kedua dari kemungkinan kasus bullying yang terkesan membuat korban malah menjadi pihak bersalah adalah ketidak pekaan para pendidik terhadap situasi siswa mereka. Akan muncul pertanyaan, yaitu apakah tugas seorang pendidik hanya sebatas mengajar ilmu pengetahuan saja? Lantas, bukankah sekolah adalah rumah kedua para siswa dan pendidik adalah pengganti orang tua di lingkup satuan pendidikan atau sekolah?
Apa sebenarnya hakikat seorang pendidik?
Secara terminologi, definisi pendidik di Indonesia adalah sebagaimana tercantum dalam undang-undang Sisdiknas no 20 tahun 2003 pasal 39 ayat 2, yaitu: pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
UUD RI, (2007:34) H.A.R. Tilaar, (2002:86) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan profesi adalah pekerjaan atau jabatan dalam suatu hirarki birokrasi, yang menuntut keahlian tertentu serta memiliki etika khusus untuk jabatan tersebut serta adanya pelayanaan baku terhadap masyarakat. Sementara itu Undang-undang Guru dan Dosen membagi sebutan pendidik menjadi tiga istilah, yaitu: pertama, guru untuk pendidik di pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Kedua, dosen untuk pendidik di perguruan tinggi atau universitas. Dan ketiga, guru besar atau professor yaitu jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.
Dalam tingkatan sekolah baik Sekolah Dasar, Menengah Pertama maupun Menengah Atas, pendidik yang dimaksud oleh undang-undang Guru dan Dosen dalam hal ini adalah seorang guru.
 Mengutip jurnal M. Shabir U., Kedudukan Guru Sebagai Pendidik, guru sebagai pendidik profesional bertugas untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal. Dalam pelaksanaan tugasnya, guru bertanggung jawab terhadap peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara dan agama. Guru yang menjalankan tugasnya dengan baik disebut guru yang profesional, yakni guru yang memiliki beberapa keahlian atau kompetensi meliputi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional yang terjalin satu dengan lainnya.
Mari kita bahas satu persatu tentang keahlian maupun kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh guru yang profesional.
- Kompetensi Pedagogik
Pedagogi merupakan sebuah keterampilan mengajar yang harus dimiliki oleh setiap pengajar. Seperti yang tertuang dalam UU No.14 tahun 2005 Pasal 10, pedagogi merupakan sebuah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.
Dalam Pedagogi terdapat istilah kompetensi pedagogik. Apa itu kompetensi pedagogik? kompetensi pedagogik merupakan sebuah kompetensi yang mengarah pada keterampilan tenaga pendidik dalam mendidik para muridnya. Bisa diartikan, bahwa kompetensi pedagogi merupakan konsep dan cara yang dilakukan oleh dosen untuk mengajar para peserta didiknya. Sementara itu, pedagogi dalam istilah yang lebih umum memiliki arti keterampilan atau kemampuan tenaga pendidik untuk bisa mengatur dan mengelola proses pembelajaran.
- Kompetensi Kepribadian
Apa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian? Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan seseorang yang dapat mencerminkan kepribadian seseorang yang dewasa, arif dan berwibawa, mantap, stabil, berakhlak mulia, serta dapat menjadi teladan. Kompetensi kepribadian dibagi menjadi kepribadian yang stabil dan mantap.
Mengutip jurnal Ahmad Arifai, Kompetensi Kepribadian Guru Dalam Perspektif Pendidikan Islam, faktor terpenting dari seorang guru adalah kepribadiannya. Karena dengan kepribadian itulah guru bisa menjadi seorang pendidik dan pembina bagi anak didiknya atau bahkan sebaliknya akan menjadi seorang perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya. Kepribadian menjadi unsur yang turt menentukan keakraban guru dengan para peserta didiknya. Sebab kepribadian inilah yang akan tercermin dalam sikap dan perkataan ketika membina dan membimbing anak-anak didiknya.
- Kompetensi Sosial
Kompetensi ini menyangkut tentang kemampuan guru berkomunikasi dengan pesera didik dan lingkungan mereka (orang tua, tetangga, dan sesama teman).
- Kompetensi Profesional
Yang dimaksud dengan kompetensi profesional seorang guru adalah seperangkat kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru agar ia dapat melaksanakan tugas mengajarnya dengan berhasil.
Namun, dewasa ini semakin banyak tenaga pendidik khususnya seorang guru yang tidak memiliki atau tidak menggunakan kompetensi guru dalam mengajar. Mereka hanya berpikir datang ke sekolah, masuk kelas, mengajar, memberi nilai, maka tugas mereka telah selesai. Pada kasus di atas, terlihat jelas bahwa masih ada guru sekolah yang tidak memahami pentingnya kompetensi sosial dan kepribadian dalam proses belajar-mengajar. Terbukti dengan cara guru tersebut berkomunikasi dengan orang tua siswa, serta pandangan terhadap siswanya hanya berdasarkan kepentingan organisasi saja.
Fenomena bullying yang semakin lama semakin marak, menunjukkan terjadinya bullying di sekolah-sekolah dikarenakan oleh kurangnya pengetahuan guru mengenai bullying, serta pendapat guru yang mengatakan kenakalan di sekolahnya masih wajar, reaksi yang di tunjukkan korban adalah diam, takut, atau menangis; pelaku menunjukkan perilaku acuh dan senang; sedangkan penonton menunjukkan reaksi, melawan pelaku, membela korban atau diam. Bentuk bullying yang terjadi adalah bentuk fisik (memukul dengan gagang sapu, memukul dengan tangan, mendorong) dan non fisik (verbal: mengancam, memaksa, menyoraki, meledek, memeras; non verbal langsung: membentak, memarahi, memerintah, menunjuk-nunjuk dengan jari; non verbal tidak langsung: pengucilan).
Kurangnya pemahaman tentang kompetensi sosial dan kepribadian seorang guru mengakibatkan guru tersebut tidak peka pada situasi yang sedang terjadi pada siswanya, serta mudah tersinggung saat mendapat kritikan dari orang tua siswa dan menimbulkan kesalahpahaman.Â
Menilik kasus tersebut di atas dan kemungkinan penyebab bullying terjadi, hal tersebut dapat dicegah bahkan dihindari, jika saja mulai saat ini pemerintah ikut andil dalam seleksi calon pendidik dalam arti melihat benar-benar seseorang yang memiliki kompetensi guru untuk diangkat menjadi seorang tenaga pendidik. Karena kemampuan seorang guru tidak hanya sebatas memberi pengetahuan umum saja kepada siswa, melainkan menjadi pengganti orang tua dalam lingkungan sekolah, menjadi penghubung antara orang tua dengan siswa maupun orang tua dengan orang tua saat terjadi masalah, menjadi contoh teladan perilaku baik bagi siswanya.
Sehingga tidak ada lagi guru yang hanya memfungsikan dirinya sebagai pengajar saja, melainkan menjadi sosok orang tua dalam lingkup satuan pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H