Era Orde Baru (1966--1998) di bawah Soeharto kemudian menggantikan sistem tersebut, menghadirkan stabilitas politik tetapi dengan mengorbankan kebebasan politik. Demokrasi kala itu hanya formalitas, dengan kekuasaan presiden yang hampir tidak terbatas dan pemilu yang manipulatif.
Reformasi 1998 menjadi titik balik dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Setelah jatuhnya Soeharto, sistem politik Indonesia mengalami desentralisasi kekuasaan, pemilihan langsung untuk kepala negara dan daerah diperkenalkan, serta kebebasan pers dan kebebasan berpendapat dijamin. Namun, perjalanan demokrasi pasca-reformasi juga menghadapi berbagai tantangan, baik dari segi praktik maupun substansi.
Keberhasilan Demokrasi Indonesia
Sejak reformasi, demokrasi di Indonesia telah menunjukkan beberapa keberhasilan yang signifikan. Pertama, transisi kekuasaan secara damai melalui pemilu langsung merupakan pencapaian besar. Dalam dua dekade terakhir, Indonesia telah mengadakan beberapa pemilu nasional yang dianggap bebas dan adil, termasuk pada tahun 2014 dan 2019, di mana para kandidat dari berbagai latar belakang bersaing secara terbuka.
Kedua, kebebasan pers menjadi salah satu pilar penting demokrasi Indonesia. Media telah menjadi ruang bagi masyarakat untuk menyuarakan aspirasi dan mengkritik kebijakan pemerintah. Meskipun terdapat upaya untuk membatasi kebebasan ini, ruang diskusi publik tetap relatif terbuka dibandingkan masa Orde Baru.
Ketiga, partisipasi masyarakat dalam proses politik meningkat. Pemilu di Indonesia, baik nasional maupun lokal, seringkali mencatat tingkat partisipasi yang tinggi. Selain itu, masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah (NGO) juga memainkan peran penting dalam mengawal demokrasi, mengawasi korupsi, dan memperjuangkan hak asasi manusia.
Tantangan dalam Demokrasi Indonesia
Meski telah mencapai berbagai keberhasilan, demokrasi di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan yang menghambat implementasi nilai-nilai demokrasi secara penuh.
1. Politik Uang dan Korupsi
Salah satu tantangan terbesar dalam demokrasi Indonesia adalah politik uang yang merajalela. Dalam setiap pemilu, praktik politik uang sering dilaporkan, mulai dari pemberian uang tunai kepada pemilih hingga bentuk lain seperti pemberian barang atau jasa. Fenomena ini menunjukkan bahwa demokrasi Indonesia masih belum sepenuhnya bebas dari pengaruh kekuatan ekonomi yang mendominasi proses politik.
Korupsi juga menjadi momok yang menggerogoti institusi demokrasi. Banyak pejabat publik dan anggota legislatif yang terlibat dalam kasus korupsi, yang seringkali mengurangi kepercayaan publik terhadap pemerintah dan sistem demokrasi itu sendiri.