Mohon tunggu...
Reztya Ridwan
Reztya Ridwan Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Ilmu Komunikasi Jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Ritual Penukaran Uang Baru Berselimut Ulah Nakal Komplotan

24 Juli 2014   22:33 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:20 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beraksi secara berkelompok, para komplotan penukar uang di Monas mengambil kesempatan untuk menjual kembali uang yang ditukarnya.

Tiap tahun di Lapangan Parkir IRTI Monas, Jakarta  Bank Indonesia (BI)  bersama beberapa bank membuka layanan penukaran uang baru atau receh. Animo masyarakat Ibu Kota begitu tinggi akan hal ini. Khususnya bagi mereka yang akan merayakan lebaran dengan membagikan uang THR kepada sanak saudara.

Di sisi lain layanan ini kerap disalahgunakan oleh aksi komplotan penukar uang di Monas yang ingin meraup keuntungan dengan kembali menjual uang yang telah direcehkan tersebut. Keuntungan yang dikerukpun bervariasi, mulai dari 5% hingga lebih dari 20%.

Aksi Nakal "Penjual Uang"

Di lapangan parkir IRTI Monas Saiful sedang sibuk mengatur antrian warga yang berniat menukar uang di Bank BNI, Selasa (15/07).  Kegiatan ini sudah dijalani satpam Bank BNI sejak layanan ini buka pukul 9 pagi.

Pekerjaan yang dilakoni saiful ini bukanlah pekerjaan yang mudah, diperlukan kesabaran dan ketelitian terutama saat menghadapi aksi nakal penjual uang. Lelaki berperawakan kekar dan berkulit putih ini harus fokus memerhatikan warga yang mengambil antrian. Saiful mengaku pernah kecolongan, karena ada satu orang warga yang melakukan beberapa kali penukaran. Dan setelah diselidiki ternyata orang itu menukar uang untuk kembali dijual.

Menurut Saiful, kehadiran orang-orang seperti itu sangat mengganggu karena selain menghambat antrian, mereka juga sering membuat keributan. Mereka kerap beradu mulut dengan para petugas. "Mereka selalu datang berkelompok" ungkap Saiful.

Pada awalnya Saiful tidak menyadari kalau mereka yang akan menjual uang itu datang berkelompok. Mereka cerdik dan punya taktik untuk mengelabui petugas. Tapi setelah beberapa hari Saiful mencurigai mereka, lalu diselidiki, dari situ Saiful tau kalau ternyata mereka melakukan konspirasi. Sejak saat itu Saiful dapat mengenali mereka dari gerak-geriknya yang mencurigakan.

Satu orang wanita berambut panjang datang menenteng kantong keresek berwarna hitam sambil masuk antrian. Tidak ada yang mencurigakan dari tingkah lakunya. Tidak lama kemudian setelah wanita itu selesai menukar uang, datang seorang ibu bertubuh gempal dan berambut pendek keriting masuk antrian.

Dari kejauhan tampak wanita kedua ini memberikan sinyal dengan mengangkat jempol tangannya pada wanita pertama, dan wanita pertama membalas dengan kembali mengacungkan jempol tangannya. Begitu seterusnya sampai 6 hingga 7 orang berbeda komplotan ini keluar masuk antrian.

Saiful baru menyadari kejanggalan ini setelah beberapa hari. Meskipun mereka mengerahkan banyak orang dalam aksinya, mereka tidak memikirkan kalau lama-kelamaan petugas akan mengenali wajah mereka karena terlalu sering muncul di antrian.

Membongkar Komplotan Penukar Uang

Penerapan batas maksimal penukaran uang Di Lapangan Parkir IRTI Monas membuat mereka 'oknum' yang akan kembali menjual uang jadi kelimpungan. Mereka Harus memutar otak supaya bisa menukar uang lebih banyak dari batas yang ditentukan. Mereka melakukan berbagai cara agar target mereka tercapai.

GramediaMajalah.com - Kegiatan penjualan uang yang dilakukakan beberapa oknum warga sudah menjadi hal lumrah setiap tahunnya. Dilapangan Parkir IRTI Monas 'oknum' warga itu datang secara berkomplot. Dalam menjalankan aksinya mereka menggunakan kode-kode tersendiri seperti mengangkat jempol yang menandakan kalau aksinya sudah berhasil.

Saiful dengan tegas menegur seorang wanita paruh baya yang dicurigainya masuk komplotan. Setelah didesak beberapa saat, akhirnya wanita itu mengaku kalau dia menukaran uang untuk kembali dijual. Sejak keadian itu Saiful dan beberapa satpam yang lainnya lebih memperketat keamanan di stand antrian Bank BNI yang dijaganya.

Hari semakin siang dan antrean makin mengular. Keamanan pun kian diperketat. Panas terik tidak membuat warga yang akan menukar uang putus asa, mereka terus berjuang dengan sabar menunggu antrian. Beruntung di sana disediakan kursi-kursi dan tenda-tenda semi permanen berwarna putih yang turut menaungi para pegantri, dengan begitu bisa mengurangi rasa lelah yang mendera.

Layanan ini mulai dibuka 1 Juli dan akan berakhir pada tanggal 25 mendatang. Loket dibuka pukul 09 – 13. Konon tahun ini lebih tertib karena nominal uang yang ditukar dibatasi. Jika tahun sebelumnya orang bisa menukar uang sampai puluhan juta, sekarang dibatasi hanya Rp 3,7 juta per orang.

Menurut Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI,  Lambok Antonius Siahaan, seperti dilansir dari kompas.com , dalam rangka meratakan penyebaran uang yang beredar di masyarakat, Bank Indonesia memberikan layanan penukaran dengan sistem paket yang merupakan kombinasi beberapa pecahan sehingga mempercepat layanan.

Sistem paket tersebut bertujuan melindungi masyarakat dari peredaran uang palsu dan jaminan ketepatan jumlah uang yang ditukar. BI mengimbau masyarakat melakukan penukaran di tempat resmi yang disediakan BI, perbankan, maupun pihak lain yang mendapatkan otorisasi.

BI juga telah bekerja sama dengan 13 bank umum untuk layanan penukaran uang ini. Ke-13 bank itu adalah BNI, BJB, BTN, BCA, BRI, BII, Bank Muamaalat, Bank Mandiri, Bank DKI, CIMB Niaga, Permata, Bank Mega, dan BNI Syariah.

Meski sudah diterapkan Pembatas maksimal penukaran uang, dengan melakukan sedikit konspirasi atau persekongkolan, di awal-awal hari penukaran uang, mereka berhasil melancarkan aksinya tanpa diketahui pihak keamanan. "Tapi justru dengan berkomplot ini penghasilannya jadi berkurang, karena uang yang ditukar harus di bagi-bagi lagi sama yang lainnya," tutur Saiful.

Kendati begitu sebagian dari mereka sadar kalau keuntungan dari jasa ini tidak lah seberapa. Adapun beberapa dari mereka bahkan melalui agen tertentu yang juga mengambil keuntungan.

Biasanya para agen itu menjual uangnya kepada mereka para pedagang dengan mengantongi keuntungan 5%. Lalu para pedagang menjajakan kembali uang dagangannya dengan rata-rata keuntungan 5% sampai 20% setiap kali transaksi.

Jika para pedagang membeli uang pecahan satu juta dari para agen, mereka harus membayar satu juta lima puluh ribu kepada agen. Namun tidak sedikit juga yang langsung menjual uang itu tanpa perantara agen.

Terminal Kampung Rambutan, Lebak Bulus, dan Komplek Pondok Indah kerap dijadikan tempat yang strategis bagi para oknum ini untuk menjajakan uang. Mereka memilih terminal karena ingin menjaring pemudik yang butuh uang “baru”. Sementara warga Pondok Indah sering memborong dagangan mereka.

Praktik Penjualan Uang Hukumnya Riba?

Penjualan uang yang dilakukan oleh beberapa oknum warga yang menukarkan uang di Lapangan Parkir IRTI Monas, menuai kontroversi bagi sebagian ulama. Pasalnya, praktik ini dinilai sebagai Riba.

GramediaMajalah.com - Beberapa dari pelaku penjualan uang mengambil uang melalui agen tertentu yang juga mengambil keuntungan. Biasanya para agen itu menjual uangnya kepada mereka para pedagang dengan mengantongi keuntungan 5%. Lalu para pedagang menjajakan kembali uang dagangannya dengan rata-rata keuntungan 5% sampai 20% setiap kali transaksi.

Praktik penjualan uang hingga kini memang masih menjadi kontroversi khususnya dikalangan sebagian ulama. Mereka menilai ini adalah riba. Pada tahun 2011, MUI Jombang menyatakan bahwa mengambil keuntungan dari 'bisnis' penukaran uang di pinggir jalan hukumnya riba. Fatwa itu mendapat dukungan dari MUI dan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur.

Hal yang sama juga dikatakan Drs. A. Bachrun. Rifai M.Ag, dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Bandung. Jika dilihat dari kacamata agama, praktik penjualan uang tersebut termasuk riba. Hal ini karena jika dilihat dari segi perlipatan uang yang diperjual belikan tersebut.

Namun kondisi ini menjadi dilema karena di sisi lain, banyak orang yang membutuhkan uang baru atau receh. Hukum ekonomi pun terjadi karena ada yang menyediakan penukaran dengan imbalan prosentase.

Menurut Ketua MUI Kecamatan Panyileukan, Kota Bandung ini, terjadi tawar-menawar penukaran atau distock hingga lebih dari 10%. Bachrun sendiri berpendapat kalau dirinya lebih condong menilai praktik ini sebagai jasa penukaran uang, tapi tetap prosennya jangan terlalu besar.

Sementara Kya, yang hari itu menukarkan uang di Monas mengaku tiap tahun ia memang butuh uang receh untuk keperluan lebaran. “Tapi saya tak berani menukarkan uang selain di bank. Selain mahal juga kemungkinan bisa mendapat uang palsu,” jelas wanita berumur 50 tahun ini.

Baru kali ini Kya ke Monas menukarkan uang. Biasanya ia titip tetangganya yang kerja di bank untuk menukar uang. “Tapi kali ini saya penasaran, ingin melihat langsung proses penukaran uang, sekalian jalan-jalan,” tambah Tya yang mengaku datang di tempat itu diantar oleh anaknya.

Sedangkan Dito, Warga Menteng, Jakarta Pusat menilai praktek penjualan uang itu tidaklah masalah, selagi mereka mengambil keuntungan yang wajar.  “Ya itung-itung ongkos untuk mereka mau nunggu dan ngantri di bank,” tuturnya. - (Reztya Ridwan)

Artikel ini Pernah dimuat di www.tabloidnova.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun