Hal yang bagi publik Korsel manis sebab capaian semifinal sekaligus meruntuhkan rekor sebelumnya bagi negara asia di Piala Dunia milik Korut yang menembus perempat final di 1966.
Saking bangganya Korsel atas Hiddink namanya diabadikan sebagai stadion di kota Gwangju. Selain itu dia mendapat berbagai penghargaan seperti warga kehormatan Seoul, gelar kedoktoran dari Universitas Seoul, hingga tiket gratis dari maskapai penerbangan.Â
Meski begitu, Hiddink langsung mundur dari jabatannya dan pulang untuk melatih PSV.
Agaknya PSV dan Hiddink sudah menyatu dalam sebuah kata, yaitu kesuksesan. PSV semakin mendominasi Eredivisie semenjak datangnya Hiddink. Tapi ada hal unik ketika di tahun 2005, ada tawaran datang dari Australia untuk mengisi pos pelatih utama.
Tawaran pun akhirnya disambut oleh Hiddink sekaligus tak meninggalkan posnya di Eindhoven. Menangani dua tim dengan jarak ribuan kilometer ternyata tak membuatnya mendapat hasil minor.Â
Australia yang lama absen pun ia bawa ke kembali ke Piala Dunia, membentuk permainan solid yang mengedepankan pertahanan kokoh. Australia mampu lolos ke babak gugur meski harus tersingkir oleh penalti menit akhir Totti.
Selain PSV, Korsel, dan Australia nama Guus Hiddink pun harum di Stamford Bridge. Dua kali Hiddink berperan sebagai juru selamat bagi Chelsea yang sedang bobrok.Â
Pertama ia datang di akhir musim 2008-09 menggantikan Luiz Felipe Scolari yang dipecat, lagi-lagi datang tanpa melepas statusnya sebagai pelatih di tempat lain, kala itu Rusia.
Dia berhasil menangani para pemain dan berhasil mempersembahkan Piala FA di hari terakhirnya. Para pemain Chelsea dengan berat hati harus melepasnya. Kedua kalinya ia datang setelah Chelsea remuk di tangan musim ketiga Jose Mourinho di akhir tahun 2015.Â
Dia berhasil mengerek Chelsea ke posisi 10 dengan catatan 12 tanpa kalah, rekor untuk pelatih baru. Dia juga kan diingat oleh fans Leicester City berkat jasanya menahan imbang Tottenham di pekan 35 yang memastikan gelar bagi The Foxes.