Begini pembaca jaman dulu para pemudanya juga tak kalah gahar namun semuanya selesai dengan damai pada akhir kongres. Pada masa lalu ribut-ribut masalah tanah air, bahasa dan bangsa itu gak sehalus film Wage yang sekarang dapat kita tonton dibioskop atau situs bajakan.Â
Segala macam perbedaan panas bukan lantas membuat mereka main tuntut sana tuntut sini sampai berantem sampai mati kepada golongan berbeda.Â
Dengan legowonya mereka saling berupaya memadamkan bara api emosi dengan dialog hingga lahir 3 bait sumpah pemuda dan lagu Indonesia Raya.
Sampai sekarang ini di Indonesia kita disuguhi ceramah-ceramah oknum tokoh agama yang isi ceramahnya galak dan panas terkesan ingin seratus persen mengcopy paste kehidupan para pendiri agama terdahulu ke Indonesia jaman sekarang.Â
Celakanya organisasi-organisasi besar macam NU yang ramah pada tradisi lokal dan terbuka pada perubahan kemudian menjadi sasaran ujaran kebencian dipandang keluar dari ajaran agama.Â
Jangan lupakan organisasi-organisasi kecil macam Ahmadiyah yang juga sudah lama ada di Indonesia dianggap bukan bagian dari agama.Â
Lah kok kita jaman sekarang sedikit-sedikit main persekusi mengusir Ahmadiyah padahal dulu Wage yang pemuda Ahmadiyah itu mendapat tempat pada sumpah pemuda jaman old atau jaman dulu.
Kelakuan para politisi juga tak kalah memprihatinkanya jaman sekarang. Para pemimpin bangsa ini bukanya merangkul perbedaan malah ikut-ikutan terbelah juga.Â
Contohnya pidato Anies Baswedan yang menyampaikan pidato tentang pribumi yang membuat heboh Indonesia dalam pro dan kontra.Â
Seolah-olah penggambaran pribumi itu hanya meliputi suku-suku yang dianggap asli seperti Jawa, Batak plus Arab sementara Tionghoa itu aseng dan Barat itu asing sampai banyak meme soal ini di dunia maya.Â
Lha kok kita jaman sekarang ribut-ribut soal asing atau aseng sementara data menunjukan kalau kita masih butuh bantuan asing dalam soal penanaman modal dan transfer ilmu pengetahuan serta teknologi.Â