Ada anggapan umum kalau seseorang datang ke psikolog atau psikiater rentan dianggap 'gila' oleh masyarakat sekitar. Kesehatan mental sangat penting untuk manusia agar dapat menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain di sekitar. Penyakit mental dapat menyebabkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya dapat merusak interaksi atau hubungan dengan orang lain, namun juga dapat menurunkan prestasi di sekolah dan produktivitas kerja.Â
Orang yang kesehatan mentalnya terganggu akan mengalami gangguan suasana hati, kemampuan berpikir, serta kendali emosi yang pada akhirnya bisa mengarah pada perilaku buruk seperti kasus Stephen Paddock yang membunuh banyak orang kemudian membunuh dirinya sendiri yang kemudian dikenang Amerika dan diklaim Teroris ISIS sebagai Teror Las Vegas.
Menurut World Health Organization (WHO), satu dari empat orang di dunia terjangkit gangguan mental atau neurologis dalam beberapa waktu di dalam hidup mereka. Publikasi yang sama menyebutkan sekitar 450 juta orang saat ini menderita gangguan mental, dan hampir 1 juta orang melakukan bunuh diri tiap tahun.
 Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, dikombinasi dengan Data Rutin dari Pusdatin dengan waktu yang disesuaikan, prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta orang. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia, adalah 1,7 per 1.000 penduduk atau sekitar 400.000 orang.Â
Menurut data Kementerian Kesehatan dengan penduduk sekitar 250 juta jiwa, baru memiliki sekitar 451 psikolog klinis (0,15 per 100.000 penduduk), Â 773 psikiater (0,32 per 100.000 orang), dan perawat jiwa 6.500 orang (2 per 100.000 orang). Sementara WHO menetapkan standar jumlah tenaga psikolog dan psikiater dengan jumlah penduduk adalah 1:30 ribu orang, atau 0,03 per 100.000 orang.Â
Amerika yang merupakan negara nomor satu didunia saja dan sudah memenuhi standar dunia (WHO) saja bisa terjadi kasus teror las vegas. Tentunya pembaca bisa membayangkan apabila kita sebagai masyarakat Indonesia tidak belajar dari las vegas untuk sadar kesehatan mental minimal pada diri sendiri lalu keluarga sekitar.
Secara umum penyakit mental kebanyakan menyerang orang-orang diusia produktif dan remaja serta lingkungan perkotaan. Kehidupan kita sekarang yang dikelilingi teknologi canggih membuat kita semua rentan terkena problem kesehatan mental. Aktivitas sehari-hari yang perlahan tapi pasti mulai teralihkan ke dunia maya melalui gadget dan sosial media serta pekerjaan yang cenderung mulai bisa dikerjakan secara mandiri dengan bantuan teknologi turut menghilangkan ikatan sosial spesies manusia sehingga resiko sakit mental semakin besar.Â
Buktinya marilah kita ukur pada diri kita sendiri pada seberapa seringnya kita menyapa dan mengobrol dengan orang lain secara dua arah seperti sekedar menyapa orang-orang dalam perjalanan ke luar rumah atau seberapa kuat chemistry kita dengan orang-orang terdekat serta lingkungan sekitar rumah kita. Hal ini penting untuk kesehatan mental manusia karena memang spesies manusia itu makhluk hidup yang hidup berkelompok seperti mamalia pada umumnya.
Budaya Indonesia yang tertutup kepada penyakit mental dan gangguan jiwa menguatkan stigma negatif kepada para pasien penyakit ini dan calon pasien yang sekedar hanya memeriksa kondisi kesehatanya saja. Apabila ada orang yang terkena penyakit ini cenderung akan dikucilkan oleh masyarakat seperti pemasungan atau pembiaran atau pembuangan sampai menunggu si sakit menimbulkan masalah publik seperti kasus wanita yang suka telanjang di Jakarta beberapa waktu yang lalu.Â
Pelayanan kesehatan mental dan gangguan jiwa kepada psikolog atau pskiater terkadang sulit dilalui karena biayanya yang tidak murah, namun saya sudah merangkum beberapa cara yang murah dan bahkan gratis agar kita tak menjadi The Next Stephen Paddock dan Indonesia tak menjadi The Next Las vegas.
Kampus
Sebelum kita memutuskan sesuatu tentunya orang-orang yang rasional mencoba mencari referensi pada hal-hal yang ilmiah yang kebanyakan bersumber di kampus. Tenang saya tidak menyarankan untuk membca jurnal ilmiah yang bahasanya rumit namun saya mencoba memanfaatkan sisi lain kampus yang dapat dimanfaatkan masyarakat secara gratis melalui proyek dosen dan mahasiswanya. Kita bisa mencari win-win solution dari dosen yang butuh jam terbang penelitian dan mahasiswa yang butuh jam terbang praktik lapangan. Dalam hal ini kita bisa manfaatkan kampus jurusan atau fakultas terkait mental seperti psikologi.
Jika belum akrab dengan dunia kampus maka saya akan jelaskan secara singkat. Dalam kampus terdapat lembaga yang mengurus proyek pelayanan publik atau unit kegiatan mahasiswa yang khusus memberikan layanan masyarakat. Mereka seperti jasa lembaga bantuan kesehatan mental para pelajar atau mahasiswa terkait psikologi atau psikiatri yang memberikan layanan gratis atau pro bono bahasa hukumnya sebagai imbal balik pengalaman mereka atau kasarnya kita ajdi kelinci percobaan.Â
Jangan takut sebab mereka sudah ada dosen pembimbing atau guru bidang studi yang bertanggung jawab untuk melakukan supervisi atau pengawasan. Sebagai motivasi mungkin saya akan memberikan gambaran bahwa psikologi merupakan bidang studi tempat pemuda ganteng dan pemudi cantik sehingga akan lebih mudah membuat nyaman daripada para profesional yang cenderung sudah berumur namun lebih pengalaman. Selain itu, konsultasi atau pengobatan kesehatan mental ke kampus akan aman dari gunjingan masyarakat Indonesia yang masih ada stigma negatif kepada pengobatan mental di klinik atau rumah sakit.
Ruang Publik Seperti Taman Kota
Ruang publik yang mewadahi pertemuan langsung atau nyata antar manusia dan mengembalikan hubungan sosial bisa dijadikan salah satu solusi untuk mengatasi masalah tentang kesehatan mental. Tentu saja bukan sembarangan ruang publik namun mengutip analisa ahli psikologi sosial Wageninger University and Research Karin Peters, adalah yang bersifat inklusif alias bisa dimasuki orang-orang dari berbagai latar belakang etnis maupun sosial-ekonomi seperti lapangan kota atau taman kota atau alun-alun.Â
Kalau orang Indonesia mungkin lebih akrab dengan istilah Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) dan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Caranya tentu saja bukan dengan satang ke sana lalu sibuk sendirian namun beraktivitas bersama seperti olahraga ataupun diskusi dengan orang lain bahas hal-hal sederhana seperti cuaca sehingga orang-orang merasa disambut, terhubung (connected) dengan warga rumah, dan sekaligus merasa seperti di rumah (feel at home) lalu tercipta kenyamanan dan beberapa manfaat lainya.Â
Catatan penting sebaiknya hindari interaksi atau kegiatan yang bisa menimbulkan konflik seperti pencurian ataupun perdebatan tentang hal-hal sensitif seperti SARA karena hanya akan memperparah sakit mental.
Hewan Peliharaan
Banyak riset atau penelitian telah membuktikan bahwa hubungan manusia-hewan membawa aneka dampak positif, mulai dari kesehatan mental individu sampai kemampuan bersosialisasinya. Pemilik hewan peliharaan pun bisa mengecap ganjaran positif serta memiliki suatu tujuan yang memotivasi mereka menjalani hari. Kalau tak percaya silahkan amati orang-orang yang punya hewan peliharaan seperti kalangan artis yang jam terbangnya tinggi atau orang sekitar kita.Â
Hewan peliharaan juga memudahkan manusia terkoneksi dengan orang lain yang memiliki hobi serupa sehingga akan timbul interaksi yang positif jauh dari konflik. Selain itu hewan juga bermanfaat untuk kesehatan fisik seperti Olahraga rutin setiap hari dapat dimungkinkan ketika mengajak jalan peliharaan.
Media Sosial
Media sosial adalah wadah di mana orang-orang menampilkan apa yang menurutnya ideal. Dalam konsumsi media sosial dalam waktu yang berlebihan, fisik dan otak yang lelah akhirnya memunculkan kondisi psikis yang cepat emosi, cepat stres, dan mudah agresif, terutama saat melihat hal-hal yang diupload orang-orang. Perasaan emosi muncul begitu saja, karena media sosial sesungguhnya adalah medium pentas. Kita sering lupa kalau media itu merupakan konsep ideal yang terkadang jauh dari realita contoh nyata tanyakan pada diri sendiri berapa kali mengambil foto dan memilih foto yang pantas untuk di upload pasti jawab akan memilih yang terbaik tidak bisa candid atau instan.
Mari kurangi media sosial untuk hal-hal yang tidak penting seperti stalking orang lain yang bisa bikin baper. Segala tentang penerimaan diri hingga kualitas dalam hubungan dengan orang lain bisa dicapai di dunia nyata. Tak perlu lari dari kenyataan. Hadapi dan usahakan yang terbaik. kalau kita berhasil membangun dunia nyata otomatis dunia maya akan langsung mengikuti seperti obama yang mulai karir dari bawah sebagai pengacara ketika sudah ada jaringan dunia nyata otomatis ketika mempunyai akun atau identitas maya bisa langsung baik. Sedangkan jaringan dunia maya yang mapan tidak dapat menjamin dunia nyata kan beres seperti jonru yang terseret kasus ITE dan berunjung pada kepolisian.
Oke, saya kira masih banyak tips murah meriah dan gratis yang bisa kita manfaatkan untuk mendapatkan layanan kesehatan mental yang baik menurut saya kalau boleh menambahkan sediikit lagi yang paling mudah adalah melalui penguatan hubungan dengan orang-orang terdekat seperti keluarga atau penggunaan asuransi jaminan sosial seperti BPJS. Nah bagaimana tanggapan pembaca? Sudahkah merencanakan kapan mau mulai peduli kesehatan mental? jangan Jadi Stephen Paddock ya. Penyakit mental merupakan masalah kita bersama yang tidak mengenal identita SARA maupun kelas Sosial kaya atau miskin jadi jangan diam saja tapi mari mulai peduli. Sekian dan terima kasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H