[caption caption="Suryadharma Ali Ketika Menerima Anugerah Bintang Mahaputra Adi Pradana"][/caption]
Hari ini, Senin, 7 September 2015 digelar sidang lanjutan kasus haji yang dituduhkan kepada mantan Menteri Agama Suryadharma Ali di pengadilan Tipikor, sidang digelar dengan agenda pembacaan Eksepsi atau Nota Keberatan atas dakwaan Penuntut Umum KPK yang dibacakan pada sidang perdana pada minggu lalu 31 Agustus 2015.
Berikut adalah Eksepsi / Nota Keberatan yang dibacakan Oleh Pak SDA di muka persidangan pada hari ini.
Selamat Membaca.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
EKSEPSI / NOTA KEBERATAN TERHADAP DAKWAAN PENUNTUT UMUM PADA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
NOMOR : DAK-28/24/08/2015
ATAS NAMA TERDAKWA :
SURYADHARMA ALI
Dakwaan Pertama :
Melanggar Pasa 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana jo. Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana;
ATAU
Dakwaan Kedua :
Melanggar Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jakarta, 07 September 2015
Kepada Yth:
Majelis Hakim dalam perkara No. 93/Pid.Sus/TPK/2015/PN.Jkt.Pst
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Pada pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Jalan Gajah Mada No. 17
Jakarta Pusat
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam Sejahtera,
Yang Mulia Majelis Hakim,
Yang Terhormat Penuntut Umum Pada KPK,
Yang Saya Banggakan Para Penasihat Hukum,
Hadirin Yang Dirahmati Allah SWT,
Mengawali pembacaan Nota Keberatan ini, Saya mengajak hadirin untuk sama-sama mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berbagai kenikmatan yang tidak terhitung kepada kita semua.
Penetapan Saya sebagai Tersangka Korupsi Dana Haji tahun 2012-2013 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tanggal 22 mei 2014 sungguh menjadi tragedi kehidupan bagi Saya, istri, anak, mantu, cucu dan Semua keluarga besar Saya. Karir yang Saya bangun kurang lebih 30 (tiga puluh) tahun hancur. Saya dan keluarga benar-benar terhina dan dipermalukan. Martabat Saya sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan dan Menteri Agama Republik Indonesia (RI) meluncur ke bawah hingga di bawah garis nadir. Akibat itu, jabatan Menteri Agama RI saya letakkan. Partai Persatuan Pembangunan yang Saya bina kurang lebih 17 tahun, pecah berkeping dua. Karir Politik saya hancur dan terhenti seketika.
Usia yang mulai menua dilanda kesulitan tanpa kepastian batas waktu. Istri kehilangan suami, anak kehilangan ayah yang senantiasa memberikan cinta dan kasih saying. Dan kalangan masyarakat tertentu merasa kehilangan seorang figure harapannya.
Kini Saya dicampakkan untuk berada di balik jeruji besi. Hidup dalam segala keterbatasan dan dalam berbagai aturan yang tidak rasional dan inkonstitusional, antara lain Saya di isolasi dalam kamar terkunci selama 7x24 jam, pembantasan kiriman makanan oleh keluarga. Yang Mulia apakah memberikan makan suatu perbuatan yang melanggar UU RI 1945, peraturan perundang-undangan lainnya, apakah melanggar adat istiadat dan apakah melanggar norma-norma agama. Saya Yakin sekayin-yakinnya Yang Mulia, sangat paham jawabannya. Singkat kata Kemerdekaan Saya dirampas yang katanya atas nama hukum.
Sebagai Tersangka, Saya terhempas, Saya terhina. Apalagi kerugian disebut oleh Sdr. JOHAN BUDI lebih dari Rp.1.000.000.000.000 (satu triliun Rupiah), bahkan ada yang mengatakan kurang lebih Rp.1.800.000.000.000 (satu triliun delapan ratus miliar Rupiah). Dan angka disebut sebagai kerugian Negara tersebut tersiar di berbagai media publik untuk menjustifikasi bahwa Saya sebagai Menteri Agama yang tidak bermoral, sebagai Ketua Umum DPP PPP yang tidak berakhlaqul karimah, karena telah melakukan korupsi uang jamaah haji Indonesia dalam jumlah yang sangat besar. Apa yang terjadi? Teryata pemberitaan kerugian Negara dengan angka seperti yang disebutkan diatas, BOHONG BELAKA, karena tidak sesuai dengan angka-angka yang didakwakan Penuntut Umum KPK kepada Saya. Ditambah lagi 16 (enam belas) rekening bank milik Saya, istri, anak dan mantu yang di blokir KPK untuk mencari aliran dana hasil korupsi, teryata KPK tidak menemukan aliran dana yang dimaksud 1 rupiah pun, dan kemudian rekening-rekening tersebut blokirnya dibuka kembali.
Demikian juga, Dakwaan Penuntut Umum KPK terasa sangat janggal dan dapat Saya jelaskan sebagaimana berikut ini.
Majelis Hakim Yang Mulia, setelah Saya membaca dakwaan Penuntut Umum Pada Komisi Pemberantasan Korupsi (selanjutnya disebut “Penuntut Umum KPK”) No. Dak-28/24/08/2015, Saya menilai dakwaan tersebut kabur, mengada-ada, tidak cermat, tidak sesuai dengan kejadian dan peraturan yang ada. Dakwaan tersebut berasal dari informasi yang sesat dari Dirjend Penyelenggaraan Haji dan Umrah Sdr. SLAMET RIYANTO, Dirjend Penyelenggaraan Haji dan Umrah Sdr. ANGGITO ABIMANYU, keduanya selaku Kuasa Pengguna Anggaran, Direktur Pelayanan Haji Sdr. AHMAD KARTONO selaku Pejabat Pembuat Komitmen dan dari para aparatur Kementerian Agama lainnya karena satu dan lain hal lari dari tanggungjawab atas tugas, wewenang, pekerjaan yang mereka lakukan, karena itu Saya mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk menolak dakwaan tersebut.
Atas dasar permohonan Saya itu, Saya menyampaikan Nota Keberatan kepada Yang Mulia Majelis Hakim dan Yang Terhormat Penuntut Umum KPK dengan judul “Selembar Potongan Kiswah, KPK membawa SDA Ke Penjara”, dengan sistematika sebagai berikut :
- Pendahuluan
- Pasukan Militer dan Jamaah Haji
- Prestasi Diganjar jeruji Besi
- Itikad Baik Yang Tercabik
- Tidak Harmonis Dengan Komisi VIII DPR-RI
- Terseret Arus Politik
- Tuduhan Rapat Dan Surat-Surat Yang Tidak Tepat
- Dakwaan Kabur Tidak Terukur
- Sepotong Kiswah Dijadikan Alat Bukti Korupsi
- DOM Penyempurna Jerat
- Penutup
Yang Mulia Majelis Hakim, Saya selaku Menteri Agama Republik Indonesia memperoleh kehormatan yang sangat luar biasa yaitu mendapatkan Tugas Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Melayani Tamu-Tamu Allah SWT yang akan melaksanakan Haji ke Tanah Suci, menunaikan Rukun Islam yang ke-lima. Sejak Saya menjadi Menteri Agama pada Tanggal 22 Oktober 2009 sampai dengan Saya berhenti dari jabatan Menteri Agama pada tanggal 28 Mei 2014 karena dijadikan Tersangka Korupsi Dana Haji Tahun 2012-2013, Alhamdulillah, dengan pertolongan Allah SWT, Saya telah melayani jamaah Haji, Tamu-tamu Allah SWT sebanyak kurang lebih 1.012.800 (Satu juta dua belas ribu delapan ratus) jemaah haji, dengan perincian: Tahun 2009 sampai dengan Tahun 2012 masing-masing sebanyak 211.000 (Dua ratus sebelas ribu) jamaah Haji dan Tahun 2013 sebanyak 168.800 (Seratus enam puluh delapan ribu delapan ratus) jamaah haji. Penurunan jumlah jamaah Haji Tahun 2013 itu, karena ada pemotongan Kuota Haji sebesar 20% (dua puluh persen) bagi jamaah Haji Internasional, termasuk Indonesia oleh Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia karena dikerjakannya renovasi Masjidil Harom di Mekkah.
Yang Mulia Majelis Hakim, melaksanakan Penyelenggaraan Ibadah Haji sebanyak 194.000 (Seratus sembilan puluh empat ribu) jamaah haji Reguler yang ditangani langsung oleh Pemerintah (sisanya tujuh belas ribu jamaah Haji khusus ditangani oleh Swasta) sungguh tidak mudah. Ini adalah tugas yang paling berat dibanding tugas-tugas Saya lainnya sebagai Menteri Agama. Ditengah maraknya kritik Penyelenggaraan Ibadah Haji oleh berbagai pihak dengan berbagai kepentingan, termasuk kepentingan politik. Saya pernah menggambarkan betapa sulitnya tugas Penyelenggaraan Ibadah Haji di hadapan Forum Rapat Kabinet Terbatas yang dipimpin langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Saya menjelaskan, lebih mudah memimpin dan menggerakkan pasukan militer dibanding dengan menggerakkan jamaah Haji, mengapa :
- Dari segi usia, di Militer usianya rata-rata hampir sama, sedangkan jamaah haji usianya antara 18 Tahun sampai dengan 110 tahun.
- Dari segi kesehatan, di Militer semua anggotanya terjaga kesehatannya dengan baik, sedangkan pada jamaah Haji, kesehatannya dari yang prima, pakai kursi roda, pakai tongkat sampai dengan jamaah Haji dengan kondisi kesehatan Resiko Tinggi (Risti) ada dalam jumlah yang tidak sedikit.
- Dari segi pendidikan, di Militer, level pendidikannya rata-rata sama, sedangkan pada jamaah Haji dari Sarjana Strata 3 sampai dengan yang tidak lulus SD bahkan tidak bisa baca-tulis ada dalam jumlah yang cukup banyak.
- Dari segi penguasaan bahasa, di Militer penguasaan bahasa rata-rata sama, sedangkan pada jamaah Haji dari yang memiliki kemampuan beberapa bahasa asing sampai dengan jamaah Haji yang tidak bisa berbahasa Indonesia.
- Dari sisi logistik yang dibawa, di Militer logistiknya rata-rata sama, sedangkan pada jamaah Haji, mereka membawa logistik yang dibolehkan sampai dengan logistik dan peralatan yang dilarang seperti kompor gas, pisau, gunting, botol kecap, botol minyak, ikan asin dan lain-lain.
- Dari sisi keterampilan melaksanakan tugas pokok, di Militer semuanya terampil, sedangkan pada jamaah Haji pada umumnya tidak terampil.
- Dari sisi pengalaman naik pesawat, di Militer rata-rata pernah naik pesawat, bahkan memiliki kemampuan terjun dari pesawat dalam ketinggian tertentu, sedangkan pada jemaah Haji kebanyakan belum pernah naik pesawat, bahkan tidak tahu dimana toilet dan cara menggunakannya. Akibatnya tidak sedikit diantara mereka selama penerbangan 10 sampai dengan 11 jam menahan buang air kecil dan tidak mau minum karena takut buang air kecil. Jamaah seperti itu banyak yang terkena dehidrasi dengan berbagai dampaknya.
- Dari sisi disiplin dan kepatuhan, di Militer disiplin dan patuh sekali, sedangkan pada jamaah Haji disiplin dan kepatuhannya banyak sekali yang rendah.
Yang Mulia Majelis Hakim, itulah gambaran kesulitan Penyelenggaraan Haji yang Saya paparkan di hadapan Rapat Kabinet Terbatas di Istana, belum lagi dari aspek administrasi dan lain-lain. Di akhir pemaparan itu Saya minta ditunjukkan Negara adidaya mana yang memiliki kemampuan dan pengalaman mengirimkan pasukan militernya sebanyak 211.000 (Dua ratus sebelas ribu) orang ke Negara Asing dalam tempo 41 (empat puluh satu) hari pulang pergi, atau apakah North Atlantic Treaty Organization (NATO) pernah melakukan hal itu.
Yang Mulia Majelis hakim, Penyelenggaraan Ibadah Haji adalah pekerjaan yang sangat kolosal, diawali dengan memobilisasi calon jamaah Haji yang berdomisili di kota-kota besar, di Kabupaten dan kota sampai dengan desa-desa terpencil, yang sulit dijangkau oleh alat transportasi dan alat komunikasi, kemudian kurang lebih 194.000 (Seratus Sembilan puluh empat ribu) calon jamaah Haji itu dari Tanah Air diberangkatkan ke Jeddah Arab Saudi kira-kira dalam 500 (Lima ratus) Kloter. Dari Jeddah ke Mekkah, menempatkan mereka di pemondokan-pemondokan, lalu dengan sahutan jamaah atas panggilan Allah SWT untuk berhaji, mereka mengucapkan :
Labbaik, Allahumma Labbaik Labbaik. laa syariika laka labbaik innal hamda wan ni'mata laka wal mulk laa syariika laka.
Mereka bergerak dari Mekkah ke Madinah, ke Mekkah, Arafah, Muzdalifah, Mina, Mekkah, Jeddah, bandara Jeddah, lalu pulang ke Tanah air. Dari pengerahan 194.000 (Seratus sembilan puluh empat ribu) jamaah haji dari satu tempat ke tempat lain dalam presisi waktu yang sangat tinggi, tidak ada satu orang jamaah haji pun yang tertinggal, kecuali yang meninggal dunia.
Walaupun tugas itu sangat sulit Yang Mulia, mengelola 194.000 (Seratus sembilan puluh empat ribu) jamaah Haji Indonesia ditengah jutaan jamaah Haji Internasional, Alhamdulillah berkat kerjasama semua pihak dan berkat pertolongan Allah SWT, Penyelenggaraan Ibadah Haji mendapatkan nilai yang memuaskan berdasarkan hasil Survey yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2010 sampai dengan 2013. Bahkan dari World hajj, Umroh and Convention yang berkedudukan di London Inggris, Kementerian Agama Republik Indonesia mendapatkan penghargaan sebagai Penyelenggara Haji Terbaik di dunia. Selain itu juga, oleh Pejabat-Pejabat Negara Asing serta masyarakat Haji Internasional mereka sering mengungkapkan kekagumannya kepada Kementerian Agama Republik Indonesia dan jamaah Haji Indonesia.
Dengan kondisi Riil yang sebagian telah Saya ungkapkan di atas, layakkah dakwaan ini untuk diterima? Saya menilai Yang Mulia dakwaan ini harus ditolak.
Yang Mulia Majelis Hakim, dalam Penyelenggaraan Ibadah haji, ada 2 (dua) kebijakan besar yang diimplementasikan dan terus berproses.
- Peningkatan Kualitas Pengelolaan Keuangan Haji
Ketika Saya dilantik sebagai Menteri Agama RI, kondisi keuangan haji tidak terkelola dengan baik. Banyak sekali Bank yang dipergunakan sebagai Bank Penerima Setoran Haji. Sekitar 90% dari dana setoran haji itu berbentuk Rekening Giro yang bunga atau bagi hasilnya sangat rendah, yaitu sekitar 1% (satu persen) sampai dengan 1,5 % (satu koma lima persen) dan Rp. 2.700.000.000.000 (dua triliun tujuh ratus miliar Rupiah) ditempatkan di Sukuk. Penempatan dana itu di Rekening Giro Saya nilai tidak tepat, selain pendapatannya rendah, juga uang sebanyak itu tidak pada posisi untuk dipergunakan setiap hari. Uang Haji dipergunakan setahun sekali dalam jumlah dan penggunaannya berdasarkan persetujuan Komisi VIII DPR RI. Atas dasar kondisi pengelolaan keuangan seperti itu maka dikeluarkan kebijakan-kebijakan sebagai berikut :
- Penyederhanaan jumlah Bank Penerima Setoran Haji, dipilih Bank yang kuat, sehat dan terpercaya;
- Perubahan besar besaran dari penenmpatan uang di Rekening Giro menjadi ke Deposito dan Sukuk;
- Peningkatan setoran awal haji dari Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) menjadi Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah);
- Menetapkan ketentuan bagi Bank Penerima Setoran untuk melaksanakan Deposito Otomatis, manakala setoran haji telah mencapai Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) dan demikian seterusnya dalam kelipatan berikutnya;
- Setiap akhir bulan Desember tahun berjalan, seluruh dana yang masih berada pada rekening giro harus dipindahkan dalam bentuk deposito;
- Pemisahan Rekening Setoran Haji dengan Rekening bunga atau bagi hasil.
- Peningkatan Kualitas Pelayanan Penyelenggaraan Haji
Dampak dari kebijakan diatas, Sukuk meningkat dari Rp. 2.700.000.000.000 (dua triliun tujuh ratus miliar Rupiah) menjadi Rp.35.000.000.000.000,- (tiga puluh lima triliun Rupiah). Penempatan uang di deposito meningkat dan penempatan uang di Giro menurun drastis. Selain itu, pendapatan bunga/bagi hasil meningkat sangat tajam dan kemudian dikembalikan kepada jamaah haji dalam bentuk peningkatan kualitas pelayanan ibadah haji. Salah satunya, biaya haji yang harus dibayar oleh jamaah mengalami penurunan, karena ada sejumlah komponen biaya yang harus dibayar jamaah kemudian digratiskan dan disubsidi. Komponen biaya yang DIGRATISKAN meliputi :
- Biaya pembuatan paspor Rp. 255.000,-;
- General Service Fee US$ 277;
- Buku manasik haji;
- Bimbingan manasik haji;
- Gelang identitas haji;
- Makan di asrama haji Indonesia, Jeddah, Arofah, Mina dan Jeddah;
- Hotel transit dan makan di Jeddah;
- Transportasi dari pemondokan ke Masjidil Harom pergi pulang bagi jamaah di pemondokan yang berjarak lebih 2000 meter dari Masjidil Harom;
- Transportasi lokal di Saudi Arabia dari Jeddah - Mekkah - Madinah – Mekkah - Arofah – Muzdalifah – Mina – Mekkah – Jeddah – Bandara KAAI;
- Pengembalian BPIH kepada jamaah sebedar SAR 1500 sebagai living cost;
- Kebijakan tahun 2014, terdapat 5 komponen biaya yang digratiskan, yaitu :
- Biaya hotel dan makan selama 9 hari di Madinah;
- Biaya Dam sebesar SAR 475 via Islamic Developmen Bank (IDB), dan daging kambingnya dikirim ke Indonesia oleh IDB untuk masyarakat yang kurang mampu. Tidak sia-sia seperti tahun-tahun sebelumnya;
- Kain Ihrom;
- Mukena; dan
- Seragam Batik Haji.
Dengan demikian tinggal dua komponen lagi yang harus dibayar oleh jamaah, yaitu biaya Tiket Pesawat dan biaya pemondokan di Mekkah. Biaya Tiket, jamaah membayarnya seratus persen, sedangkan untuk biaya pemondokan di Mekkah setiap tahun disubsidi. Tahun 2012 disubsidi ± SAR 850 per jamaah, tahun 2013 disubsidi ± SAR 1850 per jamaah dan 2014 subsidi yang disediakan sebesar ± SAR 2530 per jamaah. Dan BPIH 2014 turun sebesar US$ 308 dibanding tahun sebelumnya.
Selain itu, terdapat kesepakatan antara direksi Bank Penerima Setoran Haji dengan Kementerian Agama yaitu, pemanfaatan sejumlah keuntungan Bank Penerima Setoran Haji dalam bentuk Corporate Social Responsibility untuk membantu pembiayaan program Kementerian Agama, yaitu :
- Bidang Haji : Peningkatan Kualitas Penyelenggaraan / Pengelolaan Haji.
- Bidang Pendidikan : Bea Siswa, Magang/belajar kerja bagi siswa/i Madrasah Aliyah dan Perguruan Tinggi Islam; dan bantuan rehabilitasi gedung madrasah korban bencana alam.
- Bidang Pemberdayaan Masyarakat : bantuan training keterampilan, alat dan modal kerja bagi masyarakat yang kurang mampu.
Di sisi lain, terjadi perubahan jarak pemondokan yang sangat signifikan. Pada era sebelum Saya, jarak pemondokan di Mekkah terjauh kurang lebih 9 (Sembilan) kilometer dari Masjidil Harom dan di Madinah kurang lebih jarakanya 1,5 (satu koma lima) kilometer dari halaman terluar Masjid Nabawi. Pada era Saya, jarak terjauh pemondokan di Mekkah adalah 2,5 (dua koma lima) kilometer dan mayoritas berada pada jarak di bawah 2 (dua) kilometer dari Masjidil Harom. Sedangkan di Madinah mencapai kurang lebih 95% jamaah yang tinggal di hotel-hotel di Markaziah yang jaraknya maksimum 650 (enam ratus lima puluh) meter dari halaman terluar Masjid Nabawi. Pantaskah prestasi ini diganjar dengan jeruji besi? Menurut Saya, Tidak Yang Mulia.
Yang Mulia Majelis Hakim,
Untuk membenahi Keuangan Haji di banyak Bank yang tidak terseleksi dan disimpan dalam bentuk giro, Saya merekrut Sdr. ANGGITO ABIMANYU sebagai Dirjend Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada Tahun 2012 pada saat menjelang Dirjend PHU Sdr. SLAMET RIYANTO pensiun (bukan diberhentikan seperti dakwaan Penuntut Umum KPK). Memilih calon Dirjend PHU di luar Kementrian Agama adalah tidak lazim karena Sdr ANGGITO ABIMANYU bukan berasal dari pegawai Kementrian Agama. Biasanya Rekruitmen untuk mengisi jabatan Eselon I, SDMnya selalu berasal dari lingkaran Kementrian Agama. Tetapi karena pada saat itu Saya tidak menemukan SDM yang memiliki latar belakang pendidikan, pengalaman dan kemampuan me-manage uang yang sangat besar, maka Saya memilih Sdr. ANGGITO ABIMANYU, yang memiliki latar belakang pendidikan yang tepat, pengalaman yang luas, dan memiliki kemampuan me-manage uang dalam jumlah besar, dan yang integritasnya pada saat itu tercatat baik.
Kemudian Yang Mulia, Saya undang Sdr. ANGGITO ABIMANYU ke kantor Kementerian Agama jalan Lapangan Banteng. Saya ungkapkan maksud Saya ingin mengajukan dirinya ke Presiden untuk jabatan Dirjend Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Sdr. ANGGITO ABIMANYU terkejut setelah mendengar maksud yang Saya utarakan. Sdr. ANGGITO ABIMANYU menolak dengan halus tawaran itu, dengan mengatakan bahwa Tugas Penyelenggaraan Haji bukanlah habitatnya. Sdr ANGGITO ABIMANYU dengan terus terang mengatakan bahwa dia tidak mengerti apa-apa tentang Haji. Lalu Saya jelaskan, yang sangat Saya harapkan dari Sdr ANGGITO ABIMANYU adalah me-manage uang haji, yang pada saat itu berjumlah kurang-lebih Rp.60.000.000.000.000.- (enam puluh triliun Rupiah). Saya menilai Sdr. ANGGITO ABIMANYU punya kemampuan untuk me-manage uang dalam jumlah besar dengan baik. Lalu Saya yakinkan Sdr. ANGGITO ABIMANYU mengenai Penyelenggaraan Haji. Bahwa pada saat Saya menjadi Menteri Agama Saya juga tidak mengerti tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, sekarang Saya sudah paham bahkan tengah melakukan perbaikan.
Jadi kalau soal Penyelenggaraan Ibadah Haji ayo kita belajar bersama-sama. Mendengar penjelasan Saya tersebut Sdr. ANGGITO ABIMANYU tidak jadi menolak, dan mohon waktu 2 (dua) minggu untuk berpikir. Sebelum 2 (dua) minggu Sdr. ANGGITO ABIMANYU datang ke kantor Saya dan menyatakan kesediaannya. Padahal waktu itu Sdr. ANGGITO ABIMANYU diproyeksikan memimpin Otoritas Jasa Keuangan yang salary-nya jauh lebih tinggi dibanding Dirjend PHU. Sdr. ANGGITO ABIMANYU mengatakan: “Saya bersedia jadi Dirjend PHU, Saya berniat untuk mengabdi kepada umat., niat Saya ibadah dan bagi Saya Dirjend PHU adalah tantangan, dan Saya tertarik pada tantangan. Saya saat ini sedang berproses untuk bertugas di OJK, pekerjaan di OJK itu habitat Saya, sudah tidak ada lagi tantangannya, Saya bisa mengerjakannya sambil tidur”. Itulah kira-kira yang dikatakan oleh Sdr. ANGGITO ABIMANYU.
Atas dasar jawaban Sdr. ANGGITO ABIMANYU tersebut, lalu Saya berkonsultasi kepada Presiden dan Wakil Presiden tentang rencana mengusulkan Sdr. ANGGITO ABIMANYU sebagai Dirjend PHU, lalu Presiden dan Wakil Presiden menyetujui, lalu Saya sampaikanlah usulan Calon Dirjend PHU Sdr. ANGGITO ABIMANYU yang kemudian disetujui dalam Rapat Tim Penilai Akhir (TPA).
Memilih Sdr. ANGGITO ABIMANYU adalah kesungguhan Saya, itikad baik Saya selaku menteri Agama untuk me-manage keuangan Haji yang lebih baik, transparan, akuntabel, efektif dan efisien dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Namun apapun itu yang perlu dicatat oleh Majelis Hakim Yang Mulia adalah rekruitment Sdr. ANGGITO ABIMANYU sebagai Dirjend PHU adalah bukti itikad baik saya dan upaya nyata saya untuk membenahi Kementerian Agama RI agar memiliki prestasi kinerja di semua bidang tugas Kementerian Agama.
Yang Mulia Majelis Hakim, dengan itikad baik dan kesungguhan untuk membenahi Penyelenggaraan Haji dan tugas-tugas lain di Kementerian Agama RI, apakah pantas pengadilan ini dilanjutkan untuk membawa Saya ke Penjara. Menurut Saya tidak Yang Mulia. JANGAN BIARKAN ITIKAD BAIK INI TERCABIK.
Yang Mulia Majelis Hakim,
Komisi VIII DPR-RI adalah Komisi yang membidangi antara lain Bidang Agama dengan Mitra Kerja Menteri Agama Republik Indonesia.
Khusus berkaitan dengan penyelenggaraan Ibadah Haji, Komisis VIII DPR-RI memiliki Tugas dan Fungsi Pengawasan, Budgeting dan Legislasi. Dalam Fungsi Budgeting, Komisi VIII membahas dan menetapkan biaya penyelenggaraan haji dari sumber setoran awal haji, hasil bunga atau bagi hasil dan dana yang bersumber dari APBN. Karena itu penyelenggaraan ibadah haji, setiap tahun dibahas dan diputuskan oleh Komisi VIII DPR-RI dan pemerintah dalam hal ini Menteri Agama. Jadi setiap Sen yang dikeluarkan oleh BPIH harus berdasarkan keputusan tersebut.
Sedangkan dalam Fungsi Pengawasan, Komisi VIII DPR-RI mengirim 4 (empat) tim secara terpisah waktunya, yaitu pada saat menjelang pembahasaan BPIH, setelah pembahasan BPIH, menjelang pelaksanaan Haji dan pada saat pelaksanaan Haji. Setelah usai penyelenggaraan Haji, Komisi VIII DPR-RI melakukan evaluasi dan menerima laporan keuangan Haji setelah diaudit oleh BPK-RI.
Sayangnya, Saya tidak memiliki hubungan yang harmonis dengan pimpinan dan Anggota Komisi VIII DPR-RI. Hubungan kami bisa dinilai sangat buruk sejak awal Saya menjadi Menteri Agama. Hubungan yang buruk ini bisa dilihat dari dokumen Transkrip atau Rekanan Rapat-Rapat Kerja Komisi VIII DPR-RI dan Menteri Agama RI dalam hal penyelenggaraan Ibadah Haji.
Hubungan buruk itu memuncak pada sekitar tahun 2011 atau 2012 pada saat Ketua Komisi VIII DPR-RI ABDUL KARDING meminta uang 12 ½ meter (Maksudnya 12 ½ milyar Rupiah) untuk Ketuk Palu Penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Kemudian permintaan itu oleh Saya dan Sekjend Bahrul Hayat ditolak, yang kemudian menyebabkan penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji terkatung-katung dan tidak ada kepastian waktu. Untuk mengatasi hal itu Saya melakukan :
- Melaporkan tentang Kendala Penetapan BPIH di forum Rapat Ketua-Ketua Umum Partai Koalisi yang dipimpin langsung oleh Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Sdr. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (SBY) di Cikeas hadir antara lain (yang Saya ingat) Ketua Umum Partai Demokrat, ANAS URBANINGRUM, Ketua Umum Partai Amanat Nasional, Sdr. HATTA RAJASA, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, Sdr. MUHAIMIN ISKANDAR, Presiden Partai Keadilan Sejahtera Sdr. LUTHFI HASAN ISHAK dan Saya sendiri Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan, Pak SBY kala itu meminta agar para Ketua Umum Partai Koalisi menertibkan Anggotanya di Komisi VIII DPR-RI agar BPIH segera disahkan.
- Melaporkan Kejadian tersebut kepada Ketua DPR-RI Sdr. H. Marzuki Ali dan para Wakil Ketua DPR-RI di Gedung DPR-RI hasil pertemuan itu intinya pimpinan DPR-RI akan mendorong pimpinan Komisi VIII untuk segera menyelesaikan penetapan BPIH.
Oleh Penuntut Umum KPK, Saya didakwa menyetujui sejumlah keinginan Anggota Komisi VIII yang berkaitan dengan Petugas Haji, Pemberian Sisa Kuota dan hal-hal yang berhubungan dengan pemondokan dan catering yang menguntungkan orang lain dan korporasi.
Sekali lagi, hubungan kami sangat buruk, karenanya Saya tidak pernah bisa diajak berkompromi, untuk bertukar kepentingan secara melawan hukum dengan pimpinan maupun Anggota Komisi VIII DPR-RI dalam hal apapun.
Karena itu Yang Mulia, Dakwaan Penuntut Umum KPK yang menyebutkan Saya menyetujui dan atau membantu berbagai kepentingan Komisi VIII DPR-RI berkaitan dengan penyelenggaraan Ibadah Haji adalah tidak benar, dan Mohon Dakwaan ini ditolak.
Yang Mulia Majelis Hakim
Ketika Saya membaca Surat Dakwaan, teryata setelah satu tahun tiga bulan tiga belas hari sejak Saya jadi Tersangka, alat bukti kerugian Negara baru dihitung berdasarkan surat Badan Pengawas keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor : SR-549/D6/I/2015., tanggal 5 Agustus dan Nomor : 550/D6/I/2015 tanggal 5 Agusutus 2015 (halaman 73), serta selembar potongan Kiswah yang disita dari rumah Saya di Jalan Mandala VIII No. 2, Jakarta Selatan pada hari Kamis tanggal 28 Mei 2015, tepat satu tahun enam hari sejak Saya ditetapkan sebagai Tersangka pada tanggal 22 Mei 2014, lalu alat bukti apa yang digunakan ketika menetapkan Saya sebagai tersangka pada tanggal 22 mei 2014? Inilah sebabnya Yang Mulia, Saya tidak mau menandatangani Berita Acara Penahanan atau perpanjangannya dari KPK, Penuntut Umum KPK dan Pengadilan.
Atas dasar alat bukti itu, Saya menilai penetapan Saya sebagai Tersangka bermotifkan politik, bukan masalah hukum, motif politik ini dapat Saya jelaskan sebagai berikut :
- SUHARSO MONOARFA pada tanggal 08 Februari 2014 di Bandung pada saat Partai Persatuan Pembangunan (PPP) melaksanakan Rapat Kerja Nasional ke II Tanggal 07/s/d 08 Februari 2014, mengatakan bahwa Banteng I (maksudnya Menteri Agama SDA) dan Banteng II akan dijadikan tersangka oleh KPK. Dengan kata lain Suharso mengatakan Diponegoro I (maksudnya Ketua Umum DPP PPP SDA) dan Diponegoro II (Saya menduga yang dimaksudnya Sekjend DPP PPP Romahurmuziy, biasa disebut Romi) bakal ditetapkan sebagai Tersangka oleh KPK.
Sebagai catatan : Pada saat itu, Romi selaku Ketua Komisi IV DPR-RI yang berpasangan kerja antara lain dengan Kementerian Pertanian, santer disebut memiliki persoalan keuangan dalam pelaksanaan sejumlah program Kementerian Pertanian, dan salah satu pelakunya di Banyumas Jawa Tengah telah dipenjara. Akibat informasi itu, Romi selaku Ketua Komisi IV akan diganti oleh Hasrul Azwar, tapi batal.
- Pada tanggal 06 Mei 2014 Saya dimintai keterangan dalam proses penyidikan KPK atas dugaan Korupsi Dana Haji Tahun 2012-2013 di Kantor KPK oleh Penyelidik Harun Al-Rasyid.
- Pada tanggal 15 Mei 2014 di Balai Kartini Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, di hadapan Forum Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Ketua KPK Abraham Samad mengatakan bahwa dalam satu minggu lagi ada Pejabat Tinggi Kementerian Agama akan menjadi tersangka kasus dugaan Korupsi Dana Haji.
- Pada tanggal 22 Mei 2014, terbit sprindik sekaligus penetapan Saya sebagai tersangka dugaan Korupsi Dana Haji Tahun 2012-2013, yang kemudian dikembangkan menjadi tahun 2010-2013.
Penetapan Saya sebagai Tersangka pada tanggal 22 Mei 2014 tersebut adalah pada saat agenda politik nasional sedang padat-padatnya, yaitu dimulainya proses Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Periode 2014-2019, yang diawali dengan pendaftaran Calon Presiden Joko Widodo dengan pasangan Calon Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan pendaftaran Calon Presiden Prabowo Subiyanto dengan Calon Wakil Presiden Hatta Rajasa. Saya selaku Ketua Umum DPP PPP adalah salah satu pendukung utama Calon Presiden Prabowo Subiyanto.
Pertanyaannya, mengapa seorang Suharso Monoarfa yang bukan pegawai KPK, 3 1/2 (tiga setengah) bulan sebelumnya telah mengetahui Saya bakal ditetapkan sebagai Tersangka oleh KPK?
- Pada tanggal 17 Januari 2015 terbit tulisan yang menggemparkan jagat Politik Indonesia dengan judul : “Rumah Kaca Abraham Samad”
Pada halaman 7 Rumah Kaca tersebut ditulis sebagai berikut :
Dari kronologis ini apakah bisa dikatakan :
- Apakah Samad bersih dari permainan politik pada saat ini.
- Apakah bila kemudian hal ini menjadi bukti dalam paparan publik, bisakah Samad mempertanggungjawabkan perbuatannya, seperti ia menyeret Suryadhama Ali (SDA) dimana ia saat itu sebagai Ketua KPK, dan SDA berada dalam lingkaran Prabowo, ia juga mempermalukan Prabowo pada Pilpres 2014. Tujuannya agar ia menaikkan posisi tawarnya pada Jokowi dan mempesona lawan politik Prabowo.
- Lantas kenapa pemberian stempel terjadi amat politis, seperti pada SDA, lalu……dst.
Pada halaman 4 Rumah Kaca Abraham Samad, juga ditulis bahwa :
“Disini sekaligus Samad ingin mencoba apakah publik setuju apa tidak bila dirinya maju menjadi “CAWAPRESnya Jokowi”. Dan rupanya dukungan publik besar juga, Samad sangat antusias ia menggariskan diri berada dalam barisan Jokowi”.
Dari uraian tersebut sangat beralasan bila Saya menduga keras adanya hubungan Kausalitas yang sangat kuat atas penetapan Saya sebagai tersangka oleh KPK, karena menjadi investasi politik buat Samad agar dipilih sebagai Calon Wakil Presiden Jokowi. Samad telah berjasa menumbangkan Suryadharma Ali Ketua Umum DPP PPP / Menteri Agama RI sebagai salah satu pendukung utama calon Presiden Prabowo Subiyanto menjadi tersangka korupsi yang ia hinakan.
Sayangnya dari Rumah Kaca itu tidak diungkapkan sejumlah pertemuan Samad dengan Ketua Umum Partai Nasional Demokrat. Setelah peluang Calon Wakil Presiden jatuh ke tangan Jusuf Kalla, Samad mencari peluang lain yaitu Jabatan Jaksa Agung.
Nasib buruk menimpa Samad untuk yang kedua kalinya, ambisi politiknya Kandas, karena Surya Paloh sudah punya calon lain untuk jabatan Jaksa Agung R.I.
Kini Samad telah menjadi tersangka oleh Kepolisian, selain kasus yang berkenaan dengan Feriani Liem di Makassar, juga kasus Rumah Kaca Abraham Samad yang sedang ditangani oleh Bareskrim Polri.
Kita tunggu penyidikan Kepolisian lebih lanjut, apakah penyidikan nanti melingkupi Nama Suryadharma Ali atau tidak, tapi Rumah Kaca Abraham Samad itu sebagai sebuah informasi dan analisis yang tidak boleh diabaikan.
- Mantan Ketua KPK TAUFIQURRAHMAN RUKI yang kini menjadi PLT. Ketua KPK, diforum INDONESIA LAWYERS CLUB (ILC), ditayangkan langsung oleh TV-ONE pada tanggal 27 Januari 2015 dengan tema : KPK VS POLRI UJUNGNYA SAMPAI DIMANA, mengatakan bahwa (kurang-lebih), pada saat Saya menjadi Ketua KPK seorang tersangka tidak lebih dari 20 hari sudah diproses di Pengadilan. Mengapa demikian, karena pada saat itu terlebih dahulu dicari bukti-buktinya, baru kemudian tersangkanya. KPK sekarang sebaliknya, ditetapkan dulu tersangkanya, lalu alat buktinya dicari-cari. Lalu Ruki mengatakan : “kasihan tuh Pak SDA, dia menjadi korban balas dendam politik.”
Dari penjelasan diatas, jelas masalah masalah politik tidak bisa dipisahkan atas penetapan Saya sebagai tersangka.
Yang Mulia Majelis Hakim
Dakwaan Penuntut Umum KPK setidaknya mendakwa Saya berdasarkan hal-hal dibawah ini dan dapat Saya jelaskan sebagai berikut :
- Notulen Rapat tanggal 2 Mei 2012 DI Hotel Movenpick Madinah Arab Saudi.
Dalam Notulen Rapat tersebut, Saya disebut oleh penyidik sebagai orang yang mengarahkan keputusan rapat, padahal Saya tidak melakukan apa yang dituduhkan oleh penyidik.
Terdapat kejanggalan pada Notulen Rapat tersebut sebagai berikut:
- Sistematika penulisan tersebut memiliki kesalahan yang fatal karena dalam notulen tersebut langsung dituliskan penetapan atau keputusan rapat, yang semestinya adalah Notulen tersebut mencatat jalannya rapat. Mencatat apa yang dikatakan oleh pimpinan rapat, mencatat apa yang dikatakan atau disampaikan oleh peserta rapat dan kemudian mencatat kesimpulan-kesimpulan rapat, yang mana kesimpulan itu bisa jadi merupakan keputusan rapat.
- Notulen Rapat itu tidak ditandatangani oleh Saya Menteri Agama selaku pimpinan rapat, melainkan oleh Sdr. SYAIROZI DIMYATI, Sdr. AKHMAD JAUHARI dan Sdri. SRI ILHAM LUBIS, Lc. Mpd., yang dalam rapat itu tidak disebut sebagai pimpinan rapat.
- Pimpinan rapat tidak menandatangani Notulen Rapat lalu apabila ada penyimpangan dari substansi Notulen Rapat itu apakah pantas Menteri Agama yang disebut sebagai pimpinan rapat bertanggung jawab.
- Tidak benar apa yang disebut oleh penyidik bahwa saya selaku Menteri Agama mengarahkan sehingga terjadi penetapan kuota bagi majmu’ah dan perusahaan katering. Selaku Menteri Agama, Saya tidak mengetahui profil dari perusahaan-peruhaan tersebut (majmu’ah maupun katering), yang mengetahui profil adalah ketua dan anggota tim perumahan, ketua dan anggota tim katering karena merekalah yang melakukann verifikasi adminstrasi dan lapangan, melakukan negosiasi dan menetapkan harga serta menandatangani kontrak kerjanya.
- Kehadiran Saya selaku Menteri pada rapat tanggal 2 Mei 2012 tersebut tidak lain hanya untuk memastikan bahwa persiapan penyelenggaraan ibadah haji telah dilakukan dengan baik, bukan untuk mengintervensi tugas-tugas yang telah dilimpahkan kepada Tim Perumahan dan Tim Katering, keputusan akhir mengenai perusahaan apa yang akan dipergunakan dan masing-masingnya memperoleh kuota berapa sepenuhnya menjadi kewenangan Tim Perumahan dan Tim Katering. Kewenangan yang ada pada mereka dapat dibuktikan berdasarkan hasil rapat mereka pada tanggal 30 Juli 2012, rapat tersebut substansinya sama dengan rapat 2 Mei 2012 yaitu berkaitan dengan penetapan perusahaan dan kuota untuk perumahan dan katering, ternyata rapat tanggal 30 Juli 2012 yang tidak Saya hadiri selaku Menteri Agama mengubah hasil rapat tanggal 2 Mei 2012 yang dihadiri oleh Saya selaku Menteri Agama, dari sisi aturan suatu keputusan yang ditetapkan oleh Menteri hanya bisa diubah oleh keputusan rapat yang dihadiri oleh Menteri pula, nyatanya rapat tanggal 30 Juli 2012 yang mengubah keputusan rapat 2 Mei 2012 sama sekali tidak diketahui dan tidak dihadiri oleh Menteri. Perubahan itu adalah sebagai berikut (lihat Notulen Rapat tanggal 2 Mei 2012 dan 30 Juli 2012). Hal tersebut jelas menunjukkan bahwa kewenangan untuk memutuskan ada pada Tim katering dan Tim Perumahan, atas dasar itu saya ingin menegaskan bahwa tidak benar adanya tuduhan bahwa saya selaku Menteri Agama telah mengarahkan rapat sehingga menghasilkan keputusan rapat pada Notulen Rapat tanggal 2 Mei 2012. Pada rapat tersebut, Saya hanya menyampaikan kriteria-kriteria. Kriteria-kriteria tersebut sebagai berikut :
- Untuk penyewaan Perumahan, secara umum Saya menyampaikan 5 (lima) kriteria yang menjadi pedoman pemilihan pemondokan di Arab Saudi.
- Cocok rumah : rumahnya bagus, mempunyai fasilitas yang memadai termasuk kamar, toilet, lift dan ac.
- Cocok jarak : ada kebijakan jarak lokasi perumahan dari Masjidil Harom, dimana pada tahun 2010 Ring 1 dari 0 s.d. 2000 (dua ribu) meter, Ring 2 dari 2000 (dua ribu) meter s.d 4000 (empat ribu) meter. Untuk 2011 s.d. 2013, Ring 1 dari 0 s.d. 2000 meter, Ring 2 dari 2000 meter s.d. 2500 meter;
- Cocok harga. Kriterianya adalah berdasarkan keputusan BPIH, dimana dalam BPIH sudah ditentukan plafon tertinggi harga rata-rata perumahan di Arab Saudi.
- Cocok aturan pemerintah Arab Saudi. Kriterianya adalah sesuai dengan standar atau peraturan pemerintah Arab Saudi.
- Cocok sejarah. Yang dimaksud dengan cocok sejarah adalah tidak adanya komitmen yang diingkari ataupun pengalaman negative pada pelaksanaan haji pada tahun sebelumnya.
- Untuk catering kriterianya adalah sebagai berikut :
- Jangan perusahaan baru;
- jangan perusahaan lama yang belum pernah kerja sama;
- jangan pergunakan perusahaan lama yang pernah bekerja sama tapi cacat;
- bekerja samalah dengan perusahaan lama yang telah bekerjasama tanpa cacat.
Saya baru mengetahui Notulen Rapat yang tidak saya tanda tangani tersebut pada tanggal 2 Mei 2014, empat hari menjelang saya dimintai keterangan oleh KPK pada 6 Mei 2014, Notulen Rapat itu saya ketahui ketika Irjen M. JASIN, Dirjen PHU Sdr. ANGGITO ABIMANYU dan pengacara Kementerian Agama Sdr. LUTFI HAKIM menghadap saya di ruang kerja Menteri Agama Lapangan Banteng.
- Notulen Rapat Tanggal 3 Mei 2012 Di Wisma Haji Mekkah Arab Saudi
Rapat berlangsung tanggal 3 Mei 2012 dengan peserta rapat sebagai berikut :
- Suryadharma Ali (Menteri Agama RI);
- Sri Ilham Lubis (Direktur Pelayanan Haji);
- Saefudin (Kabag TU Pimpinan);
- Abdul Wadud Kasyful Anwar (Sekretaris Menteri Agama);
- Ahmad Jauhari (Ketua Tim Pengadaan Katering);
- Mucholih Jimun (Wakil Ketua Tim Pengadaan Katering);
- Agus Syafiq (Sekretaris Tim Pengadaan Katering);
- Sayirozi Dimyathi (Ketua Tim Penyewaan Perumahan);
- Subhan Cholid (Wakil Ketua Tim Penyewaan Perumahan);
- Muhammad Khanif (Sekretaris Tim Penyewaan Perumahan);
- Supardi (Anggota Tim Penyewaan Perumahan);
- Arsyad Hidayat (Anggota Tim Penyewaan Perumahan);
- Suyatno (Anggota Tim Penyewaan Perumahan);
- Amar Ma’ruf (Anggota Tim Penyewaan Perumahan);
- Asmoni Abdurrahman (Anggota Tim Penyewaan Perumahan);
- Ahmad Kurniawan (Anggota Tim Penyewaan Perumahan);
- Adhil Abdul Wahid (Anggota Tim Penyewaan Perumahan);
- Muhammad Rajuddin (Anggota Tim Penyewaan Perumahan).
Berdasarkan Notulen Rapat itu, Saya disebutkan sebagai pimpinan rapat, anehnya sebagai pimpinan rapat saya tidak pernah diminta untuk menandatangani Notulen Rapat tersebut. Lalu mengapa saya harus bertanggung jawab atas Notulen Rapat, dan bila ada penyimpangan substansi notulen, apakah saya juga yang harus bertanggung jawab? Oleh penyidik, saya juga disebut sebagai orang yang melakukan intervensi, mengarahkan keputusan rapat, hal ini sama sekali tidak benar.
Perlu Yang Mulia ketahui, bahwa substansi notulen rapat itu, apabila kita cermati, sesungguhnya merupakan laporan Tim Perumahan tentang berapa gedung yang sudah disewa, lokasi gedung dan kapasitas masing masingnya, termasuk kekurangan fasilitas kamar yang perlu dicari untuk kepentingan menginap para jamaah haji Indonesia. Tim Perumahan juga melaporkan peluang sewa gedung yang tersedia pada waktu itu, yaitu di wilayah Rei’ Baksh yang kondisi jalannya menanjak dan dinilai akan menyulitkan jamaah lanjut usia dan yang memiliki masalah kesehatan.
Pada notulen rapat tersebut tertera angka-angka jumlah gedung, jumlah kapasitas, kekurangan kapasitas, dan lokasi gedung. Mungkinkah seorang Menteri memiliki data sedemikian lengkap, padahal menteri tidak melakukan hal-hal yang sangat teknis di lapangan berkaitan dengan pengadaan perumahan di Mekkah?
Berkaitan mengenai Hotel Transito di Jeddah pada waktu itu tidak dibicarakan sebagaimana dakwaan Penuntut Umum KPK.
Tim Perumahan bertanggung jawab secara teknis untuk mengumumkan ke publik melalui Media Saudi Arabia tentang kebutuhan Pemerintah Indonesia akan perumahan untuk jemaah haji Indonesia, mereka yang melakukan verifikasi administrasi dan lapangan, negosiasi harga, menetapkan harga dan Kepala Teknis Urusan Haji yang menandatangani kontraknya. Tugas dan tanggung jawab tersebut tertuang pada Surat Keputusan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (disingkat : Dirjend PHU) No. D / 587 Tahun 2013 Tentang Petunjuk Teknis Penyewaan Perumahan Jemaah Haji Indonesia di Arab Saudi.
Yang Mulia, saya ingin menegaskan sekali lagi, bahwa kehadiran saya pada Rapat tanggal 2 Mei 2012 di Madinah dan rapat tanggal 3 Mei 2012 di Mekah, bukanlah sebagai tindakan intervensi yang melampaui kewenangan saya, melainkan saat itu Saya sedang melaksanakan tugas fungsional saya selaku Menteri Agama Republik Indonesia, khususnya pelaksanaan Fungsi Kontrol Saya atas persiapan penyelenggaraan haji tahun 2012. Saya harus mengetahui apa yang sudah dikerjakan, apa yang belum dikerjakan, apa masalahnya, dan bagaimana mengatasinya, agar persiapan penyelenggaraan haji betul betul prima, mengingat yang mulia, penyelenggaraan haji dengan total jamaah haji reguler 194.000 jamaah tidaklah mudah. Perlu persiapan yang matang dengan perencanaan dan realisasi yang baik.
Perlu yang mulia ketahui pula, kondisi persiapan penyelenggaraan haji tahun 2012 menghadapi masalah yang sangat serius, yaitu belum diputuskannya Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH, disebut juga Direct Cost) dan Indiret Cost (dana yang bersumber dari bunga atau bagi hasil) oleh Komisi VIII DPR RI. BPIH/Direct Cost baru disahkan pada tanggal 10 Juli 2012, ini adalah waktu pengesahan yang terlama yang saya alami dan membuat saya sangat gelisah. Kegelisahan ini saya laporkan kepada Bapak Presiden SBY di Cikeas. Setelah BPIH disahkan oleh Komisi VIII DPR RI, langkah berikutnya sesuai ketentuan UU No 13/2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji harus diterbitkan Keputusan Presiden, maka terbitlah Surat Keputusan Presiden pada tanggal 20 Juli 2012 dengan No 67 Tahun 2012 tentang Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji Tahun 1433 H/2012 M. Sedangkan Indirect Cost baru disahkan oleh Komisi VIII DPR RI pada tanggal 16 Agustus 2012. Telatnya pengesahan BPIH/Direct Cost dan Indirect Cost berakibat mengacaukan realisasi perencanaan dan menimbulkan kegamangan Panitia Pelaksana Ibadah Haji Kementerian Agama di semua level.
- Rapat di Hotel Buruj, Taisir mekkah Arab Saudi.
Rapat di Hotel Buruj Taisir Mekkah kira-kira pada tanggal 4 Mei 2012. Ketika itu Saya minta Sdr. SYAIROZI selaku Kepala Teknis Urusan Haji di Arab Saudi untuk mengundang para pemilik hotel di Mekkah, untuk mejajagi kontrak pemondokan jangka panjang yaitu 2 (dua) atau 3 (tiga) tahun ke depan. Penjajagan kerja sama itu sebagai upaya menekan biaya sewa pemondokan di mekkah yang setiap tahun naik dengan kenaikan yang cukup tinggi. Apalagi hotel-hotel pemondokan dan bangunan lainnya dalam radius tertentu dari Masjidil Haram akan dibongkar oleh Pemerintah Arab Saudi, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari rencana renovasi Masjidil Harom yang dilaksanakan mulai tahun 2013. Akibat rencana pembongkaran itu, menurut perhitungan kami harga sewa pemondokan akan naik jauh lebih tinggi lagi.
Maka diundanglah para pemilik pemondokan oleh Sdr. SYAHROZI atas perintah Saya. Hadir kurang lebih 50 (lima puluh) orang pemilik pemondokan ditambah dengan seluruh pejabat Kementerian Agama yang berada di Mekkah saat itu. Saya selaku Menteri Agama RI setelah menjelaskan tentang jumlah jamaah haji Indonesia setiap tahun dan menyampaikan kriteria jarak pemondokan dari Masjidil Harom, lalu mengemukakan maksud Pemerintah Indonesia untuk menyewa perumahan dalam jangka panjang yakni dalam 2 (dua) sampai 3 (tiga) tahun ke depan. Bentangan waktu 2 (dua) atau 3 (tiga) tahun itu berdasarkan sisa masa jabatan saya selaku menteri agama.
Lalu saya menugaskan Sdr. SYAIROZI DIMIYATI untuk menindaklanjuti rapat tersebut namun Sdr. SYAIROZI DIMIYATI tidak memberikan laporan perkembangan apapun atas tugas yang Saya berikan kepadanya sampai dengan Saya berhenti sebagai Menteri Agama RI pada bulan Mei 2014. Karena itu, Dakwaan Penuntut Umum KPK yang menyebutkan bahwa Saya telah mengambil keputusan bagi sejumlah orang dan atau perusahaan tertentu sebagai penyedia pemondokan dan perumahan, sama sekali tidak benar dan tidak ada dasarnya.
Sebagai catatan, rapat tersebut sangat formal, tidak ada lobby individual atau kelompok, rapat itu melibatkan orang banyak setidaknya kurang lebih 75 (tujuh puluh lima) orang yang terdiri dari pemilik perumahan atau kuasanya dan para aparatur Kementerian Agama.
Saya juga mengemukakan sistem penganggaran biaya penyelenggaraan ibadah haji yang ditetapkan setiap tahun sekali oleh Komisi VIII DPR-RI dan Pemerintah. Itulah yang menjadi kendala kami tidak bisa melakukan pembayaran uang muka untuk 3 (tiga) tahun sekaligus. Pada rapat tersebut bertindak sebagai Interpreter bahasa arab adalah Sdr. ABDUL WADUD dan Sdri. ILHAM LUBIS. Rapat tersebut baru sempai pada tingkat penjajagan dengan mengemukakan maksud dan tidak ada keputusan apapun yang mengikat kedua belah pihak.
- Nota Dinas tertanggal 6 Juni 2012 Perihal Permohonan Petugas PPIH Arab Saudi 1433 H yang ditandatangani oleh Kepala Bagian TU Pimpinan, Sdr. SAEFUDIN, NIP 19621127 1992031003 adalah Nota Dinas liar dan bertentangan dengan Tata Cara Persuratan Departemen Agama tahun 2006, dengan kejanggalan-kejanggalan sebagai berikut:
- Saya selaku Menteri Agama tidak pernah memerintahkan Kabag TU Sdr. SAEFUDIN, untuk membuat Nota Dinas yang ditujukan kepada Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Perihal Permohonan Petugas PPIH Arab Saudi 1433 H / 2012 M.
- Saya selama menjadi Menteri Agama tidak memiliki tradisi memerintahkan staf untuk membuat Nota Dinas. Tradisi yang biasa saya lakukan dalam hal meng-addres surat atau perintah selalu mempergunakan lembar disposisi resmi Menteri Agama.
- Pada substansi Nota Dinas disebutkan bahwa “berdasarkan pengarahan Menteri” adalah tidak benar, karena Saya tidak pernah mengarahkan Sdr. SAIFUDDIN untuk membuat Nota Dinas dengan tujuan seperti yang tertera pada Nota Dinas dimaksud.
- Pada Nota Dinas disebutkan 12 (duabelas) nama, yang 7 (tujuh) nama diantaranya tidak saya kenal sama sekali, jadi mana mungkin saya mengarahkan Sdr. SAIFUDDIN untuk menulis Nota Dinas dan mengajukan nama-nama yang tidak saya kenal untuk menjadi Petugas Penyelanggara Ibadah Haji (PPIH).
- Pada Nota Dinas tersebut tidak tertera nomor surat.
- Tidak mengatasnamakan atasan langsung
- Tidak lazim aparat eselon III langsung menyurati eselon I.
- Saya selaku Menteri tidak pernah menerima tembusan dari Nota Dinas tersebut.
- Saya baru mengetahui Nota Dinas tersebut pada tanggal 2 Mei 2014, empat hari menjelang Saya dimintai keterangan oleh KPK pada 6 Mei 2014, yakni pada saat Sdr. Irjen M. JASIN, Dirjen PHU Sdr. ANGGITO ABIMANYU dan pengacara Kementerian Agama Sdr. LUTFI HAKIM menghadap saya di ruang kerja saya di Kantor Kementerian Agama Lapangan Banteng.
- Nota Dinas tertanggal 10 Mei 2013 Perihal Permohonan Petugas PPIH Arab Saudi 1434 H yang ditandatangani oleh Kepala Subbag TU Menteri Sdr. H. Amir Jafar, S.IP, M.Si NIP 19621102 198603 1 002, adalah Nota Dinas liar dan bertentangan dengan tata cara persuratan Departemen Agama tahun 2006, dengan kejanggalan-kejanggalan sebagai berikut:
- Saya selaku Menteri Agama tidak pernah memerintahkan Wakabag TU Sdr. AMIR JAFAR untuk membuat Nota Dinas yang ditujukan kepada Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Perihal Permohonan Petugas PPIH Arab Saudi 1434 H / 2013 M.
- Saya selama menjadi Menteri Agama tidak memiliki tradisi memerintahkan staf untuk membuat Nota Dinas apalagi kepada Sdr. AMIR JAFAR yang notabene pegawai eselon IV. Tradisi yang biasa saya lakukan dalam hal meng-addres surat atau perintah selalu mempergunakan lembar disposisi resmi Menteri Agama.
- Pada substansi Nota Dinas disebutkan bahwa “berdasarkan pengarahan Menteri” adalah tidak benar, karena saya tidak pernah mengarahkan Sdr. AMIR JAFAR untuk membuat Nota Dinas dengan tujuan seperti yang tertera pada Nota Dinas dimaksud.
- Pada Nota Dinas disebutkan sejumlah nama yang sebahagiannya tidak saya kenal sama sekali, jadi mana mungkin saya mengarahkan Sdr. AMIR JAFAR untuk menulis dan mengajukan nama-nama yang tidak saya kenal untuk menjadi Petugas Penyelanggara Ibadah Haji (PPIH).
- Pada Nota Dinas tersebut tidak tertera nomor surat.
- Tidak lazim aparat eselon IV langsung menyurati eselon I
- Saya selaku Menteri tidak pernah menerima tembusan dari Nota Dinas yang dibuat oleh Sdr. AMIR JAFAR.
- Saya mengetahui Nota Dinas tersebut pada tanggal 2 Mei 2014, empat hari menjelang saya dimintai keterangan oleh KPK pada 6 Mei 2014, yakni pada saat Sdr. Irjen M. JASIN, Dirjen PHU Sdr. ANGGITO ABIMANYU dan pengacara Kementerian Agama LUTFI HAKIM menghadap saya di ruang kerja saya di Kantor Kementerian Agama Lapangan Banteng.
Majelis Hakim Yang Saya Muliakan Perihal Panitia Penyelenggara Ibadah Haji, ketentuannya telah diatur pada UU No 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji pasal 11 yang berbunyi sebagai berikut :
- Menteri membentuk Panitia Penelenggara Ibadah Haji di tingkat pusat, di daerah yang memiliki embarkasi, dan di Arab Saudi.
- Dalam rangka Penyelenggaraan Ibadah Haji, Menteri menunjuk petugas yang menyertai jemaah haji, yang terdiri atas:
- Tim Pemandu Haji Indonesia (TPHI);
- Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia (TPIHI) ; dan
- Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI).
- Gubernur atau Bupati / Walikota dapat mengankat petugas yang menyeratai jemaah haji, yang terdiri atas :
- Tim Pemandu Haji Daerah (TPHD) ; dan
- Tim Kesehatan Haji Daerah (TKHD).
Pada tahun 2012 Petugas haji Penyelenggara Haji Indonesia (PPIH) berjumlah 4031 (empat ribu tiga puluh satu) orang, terdiri dari Petugas Kloter sebanyak 2.405 (dua ribu empat ratus lima) orang, Petugas Non-kloter sebanyak 836 orang dan tenaga musiman (Temus) di Arab Saudi sebanyak 790 (tujuh ratus Sembilan puluh) orang. Dari petugas berjumlah 4031 (empat ribu tiga puluh satu) orang itu, disebutkan dalam Nota Dinas bertanggal 6 Juni 2012 yang diajukan sebagai Petugas PPIH adalah 12 (dua belas) orang dan 5 (lima) orang diantaranya tidak Saya kenal.
Sedangkan pada tahun 2013 jumlah Petugas Haji Indonesia termasuk Tenaga Musim (temus) seluruhnya 3.485 (tiga ribu empat ratus delapan puluh lima) orang, terdiri dari Petugas Kloter yang menyertai jemaah sebanyak 1.920 (seribu Sembilan ratus dua puluh) orang, petugas non-kloter sebanyak 823 (delapan ratus dua puluh tiga) orang, Temus 729 (tujuh ratus dua puluh Sembilan) orang dan Tim Amirul Hajj 13 (tiga belas) orang. Temus direkrut dari para mukimin dan mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di negara-negara Timur –Tengah. Dari petugas yang berjumlah 3.485 (tiga ribu empat ratus delapan puluh lima) orang itu, disebutkan dalam Nota Dinas bertanggal 10 Mei 2013 yang diajukan sebagai Petugas PPIH adalah 17 (tujuh belas) orang dan 7 (tujuh) orang diantaranya tidak saya kenal. Mohon yang mulia pertimbangkan kembali, pantaskah Nota Dinas seperti itu menjadi pintu masuk menyeret saya sebagai Tersangka, kemudian menjadi terdakwa pada sidang Tipikor ini?
Perlu Yang Mulia ketahui, bahwa kesempatan untuk menjadi Petugas Haji Penyelenggara Ibadah Haji setiap tahun merupakan kesempatan yang terbuka yang diumumkan melalui Website Kementerian Agama dan Media lainnya, dengan demikian siapapun dapat mengakses informasi itu dan siapapun memiliki peluang untuk mendaftarkan diri sebagai calon Petugas Haji Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH). Tentu dalam pengajuan diri sebagai calon Petugas PPIH harus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh yang pelaksanaanya diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh No. D/159 tahun 2012 dan No. D/78 tahun 2013. Ada persyaratan, ada seleksi, ada test, ada pelatihan, dan ada keputusan seseorang lulus atau tidak lulus sebagai Petugas PPIH. Siapa yang lulus menjadi petugas dan yang berangkat menjadi petugas bukan urusan Menteri, melainkan urusan Dirjend PHU selaku KPA dan Direktur yang menangani rekruitmen serta pemberangkatan petugas. Lalu mengapa Menteri yang dilimpahi kesalahan dan harus bertanggungjawab?
- Pemberian Sisa Kuota Yang Tidak Diserap
Alasan lain yang menyebabkan Saya berada di kursi Terdakwa adalah pemberian sisa kuota nasional yang tidak terserap.
Dalam hal itu saya ingin menjelaskan, bahwa setiap tahun selalu ada sisa kuota yang tidak terserap dengan kisaran 1 s/d 2% yang disebabkan adanya calon jamaah haji yang wafat, sakit keras, hamil, tidak mampu melunasi dan alasan lainnya. Jadi bila calon jamaah haji reguler tahun 2012 berjumlah 194.000 (seratus sembilan puluh empat ribu) orang, maka yang tidak terserap bisa mencapai lebih dari 2000 (dua ribu) orang dari kuota. Sisa sejumlah itu adalah benar-benar sisa kuota yang sudah tidak bisa diserap lagi oleh jamaah yang terjadwal berangkat haji pada tahun 2012 dan tahun 2013. Padahal kami telah memberikan kesempatan jamaah haji untuk melunasi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji dalam 3 tahap. Tahap pertama tanggal 26 Juli 2012 s/d 31 Agustus 2012, masih ada sisa kuota, dilakukanlah tahap pelunasan kedua pada tanggal 3 September 2012 s/d 7 September 2012 masih ada sisa kuota lagi, lalu dilakukan lagi tahap pelunasan ketiga pada tanggal 12 September 2012 s/d 14 September 2012, tapi ternyata kuota tersebut masih tersisa. Pada saat itu waktu sudah sangat mepet, tidak mungkin sisa kuota itu didistribusikan lagi kepada calon jamaah haji yang akan berangkat tahun 2012, maka berdasarkan UU No 13/2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Pasal 28 ayat 3 disebutkan “Dalam hal kuota nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi pada hari penutupan pendaftaran, Menteri dapat memperpanjang masa pendaftaran dengan menggunakan kuota bebas secara nasional”. Atas dasar itulah sisa kuota dibagikan kepada calon jamaah haji yang benar benar siap melunasi BPIH dan siap segala sesuatunya untuk berangkat haji, dan dengan pertimbangan :
- Untuk mengurangi kerugian negara.
- Memanfaatkan sisa kuota agar terserap semaksimal mungkin.
- Kuota Haji didambakan banyak orang, sangat mubazir bila sisa kuota tidak dipergunakan dan menjadi hangus tak terpakai.
- Untuk menghindari pengurangan kuota haji dari Menteri Haji Saudi Arabia akibat kuota yang selalu tidak terserap secara maksimal.
- Agar tetap memiliki alasan bagi Pemerintah Indonesia untuk meminta tambahan kuota haji kepada Pemerintah Arab Saudi yang lebih besar lagi dari 211.000 jamaah, untuk mengatasi antrian berangkat haji yang demikian panjang.
Lalu, kami memberikan kesempatan kepada berbagai pihak, banyak sekali yang menginginkan tapi kuota sangat terbatas tidak sebanding dengan permintaan. Sisa kuota yang jumlahnya terbatas itu diberikan kepada :
- Jamaah usia lanjut;
- Penggabungan suami/istri/keluarga yang terpisah keberangkatannya;
- Petugas pembimbing haji dari Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH);
- Anggota dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI);
- Anggota dan pimpinan Dewan Perwakilan Daeran Republik Indonesia (DPD RI);
- Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI);
- Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah (BPKP);
- Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI);
- Ombudsman Republik Indonesia (ORI);
- Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia;
- Kementerian dan Lembaga;
- Badan Pusat Statistik;
- Veteran;
- Wartawan Media Center Haji;
- Wartawan non Media Center Haji;
- Tokoh Agama;
- Tokoh Masyarakat;
- Tokoh Politik.
Dari ke-18 kategori tersebut, diantaranya untuk Paspampres Wapres lebih dari 100 (seratus) orang, almarhum TAUFIQ KIEMAS dan MEGAWATI SUKARNO PUTRI 50 (lima puluh) orang, Menteri Pertahanan RI PURNOMO YUSGIANTORO 70 (tujuh puluh) orang, AMIEN RAIS 10 (sepuluh) orang, KARNI ILYAS 2 (dua) orang, keluarga SURYADHARMA ALI 6 (enam) orang, Komisi Pemberantasan Korupsi 6 (enam) orang dan sejumlah dari media cetak maupun elektronik lainnya.
Pertanyaannya apakah pemberian sisa kuota itu SALAH ? jawabnya adalah TIDAK SALAH SAMA SEKALI, karena :
- Tidak menggunakan hak kuota calon jamaah haji yang akan berangkat pada tahun berjalan, karenanya tidak ada satupun calon jamaah haji yang haknya dirampas untuk memperioritaskan calon jamaah haji yang lain.
- Penggunaan sisa kuota dilakukan setelah urusan pem-visaan jamaah reguler lunas selesai dan mereka sudah mulai diberangkatkan ke Tanah Suci, kloter pertama berangkat tanggal 20 September 2012.
- Tidak mempergunakan keuangan negara.
- Penggunaan sisa kuota yang tidak terserap itu sesuai dengan UU No 13/2008 dan Peraturan Dirjend Penyelenggaraan Haji dan Umroh No D/741A tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Sisa Kuota Nasional
Selain penggunaan sisa kuota yang tidak terserap itu, pihak Kedutaan Besar Saudi Arabia (KBSA) juga menyediakan sejumlah kuota khusus yang bisa diakses oleh kementerian dan lembaga dalam rangka menjaga hubungan baik antara Pemerintah Saudi Arabia dengan instansi instansi pemerintah Republik Indonesia.
Kini izinkan saya menjelaskan perihal rombongan saya yang oleh media disebut “Rombongan Jumbo”. Selanjutnya saya pergunakan sebutan itu, yaitu Rombongan Jumbo.
Staf saya, Sdr. ABDUL WADUD menyampaikan surat permohonan 39 Visa kepada Kedutaan Besar Saudi Arabia di Jakarta, dan Saya yakin se-yakin yakinnya tidak ada yang salah dalam hal permohonan visa dan keberangkatan Rombongan Jumbo ke Tanah Suci, karena :
- Penentuan jenis kuota mana yang dipergunakan? baik SISA KUOTA atau KUOTA KHUSUS, sepenuhnya merupakan wewenang Kedutaan Besar Saudi Arabia (KBSA)
- Jenis apapun kuota yang diberikan oleh KBSA, permintaan visa itu oleh Sdr. Abdul Wadud tidak menyalahi undang undang dan peraturan yang ada.
- Biaya keberangkatan Rombongan Jumbo itu dalam tiga kategori, (1). Menteri dan Perangkatnya mempergunakan keuangan negara yang sudah tertuang dalam DIPA Kementerian Agama dengan kode BD (Biaya Dinas). (2). Keluarga Menteri yang dibayar oleh Menteri, dengan kode MB (Menteri Bayar). (3). Rombongan lainnya bayar sendiri dengan kode BS (Bayar Sendiri). Jadi tidak benar adanya anggapan bahwa keluarga menteri dan koleganya berangkat haji dengan mempergunakan uang negara, jelas ini fitnah yang keji. Dokumen Kode kode jenis pembayaran berikut keterangannya telah disita KPK.
- Sekali lagi, permintaan visa oleh Sdr. ABDUL WADUD ke KBSA tidak mengambil hak calon jamaah haji yang akan berangkat pada tahun itu. Permintaan Visa ke KBSA suratnya tertanggal 26 September 2012, sedangkan kloter I jamaah haji berangkat pada tanggal 20 September 2012. Itu artinya seluruh proses administrasi calon jamaah haji yang berangkat pada tahun itu sudah selesai seluruhnya dan pemberangkatannya sedang berlangsung. Baru setelah itulah peluang bagi jamaah yang mempergunakan sisa kuota yang tidak terserap untuk diproses berangkat haji.
- Dari bukti tanggal Surat Permintaan Visa Rombongan Jumbo dengan tanggal keberangkatan jamaah haji Kloter Pertama, sangat jelas tidak ada visa orang lain yang diambil haknya. Apalagi pemberian visa oleh KBSA tidak serta merta pada tanggal surat tersebut, masih memerlukan waktu kurang lebih satu minggu. Jadi benar-benar berada dipenghujung atau menjelang berakhirnya pemberangkatan jamaah haji reguler. Kami berangkat kira kira satu atau dua hari menjelang ditutupnya Bandara KAAI bagi jemaah haji internasional.
Pemberian Visa yang tidak terserap ini haruslah dipandang dalam perspektif menjalankan ibadah bukan dalam perspektif pemberian proyek.
Yang Mulia Majelis Hakim,
Benang Merah Motif Politik Itu Semakin Terang. Penuntut Umum KPK dalam surat dakwaan Nomor: DAK-28/24/08/2015 menyebutkan kesimpulan sebagai berikut:
- Bahwa Perbuatan Terdakwa bersama-sama dengan kawan peserta lainnya tersebut telah memperkaya terdakwa sejumlah Rp. 1.821.698.840. (satu milyar delapan ratus dua puluh satu juta enam ratus sembilan puluh delapan ribu delapan ratus empat puluh Rupiah) dan 1 (satu) lembar potongan Kiswah (halaman 69).
- Bahwa Akibat Perbuatan Terdakwa telah merugikan keuangan Negara sejumlah Rp. 27.283.090.068,02 (dua puluh tujuh milyar dua ratus delapan puluh tiga juta sembilan puluh ribu enam puluh delapan Rupiah dan dua sen) dan SR. 17.967.405.00 (tujuh belas juta sembilan ratus enam puluh tujuh ribu empat ratus lima Riyal Saudi) atau setidak-tidaknya sejumlah itu sebagaimana Laporan Perhitungan Kerugian Negara dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Nomor SR-549/D6/I/2015 tanggal 5 Agustus 2015 (halaman 73 dan Nomor SR-550/D6/I/2015 tanggal 5 Agustus 2015).
Surat BPKP tentang Kerugian Negara pada tanggal 5 Agustus 2015 telah memberikan gambaran yang lebih jelas, bahwa ketika Saya ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 22 Mei 2014 (15 ½ bulan yang lalu) belum ada alat bukti Kerugian Negara oleh lembaga yang berwenang untuk itu. Jadi benar apa yang dikatakan oleh Taufiqurrahman Ruki bahwa KPK yang sekarang menetapkan tersangkanya dulu lalu kemudian alat buktinya dicari-cari. 15 ½ bulan alat bukti menurutnya telah ditemukan dan SDA sudah layak diadili.
Yang Mulia Majelis Hakim
Disejumlah halaman dakwaan Penuntut Umum KPK menyebutkan bahwa (antara lain di halaman 8, 9, 10 dan 12) :
“… untuk dapat menunaikan ibadah haji gratis dengan menjadi petugas PPIH Arab Saudi”
Apakah yang dimaksud dengan “dapat menunaikan ibadah haji gratis dengan menjadi petugas PPIH Arab Saudi”?
Saya mengartikannya dengan 2 (dua) pengertian.
- Orang tersebut menjadi petugas haji tapi tidak melaksanakan tugas-tugasnya, kecuali untuk menunaikan ibadah haji dan umrah.
Bila ini yang dimaksud Penuntut Umum KPK, Saya tidak percaya ada petugas seperti itu, kecuali Penuntut Umum bisa menunjukkan bukti-buktinya bahwa mereka tidak bekerja sebagai petugas kecuali hanya untuk berhaji saja.
- Orang tersebut menjadi petugas, melaksanakan tugas-tugasnya lalu melaksanakan Haji dan umrah.
Bila itu yang dimaksud Penuntut Umum KPK, sangat benar, semua petugas, panitia, dokter, perawat, keamanan, sopir dan lain-lain termasuk Saya sebagai Amirul Hajj dan anggota Amirul Hajj Melaksanakan Ibadah Haji dan Umroh.
Siapapun yang datang ke Tanah Suci, bertugas untuk keperluan apapun, bila ia beriman pasti dia melaksanakan Haji dan Umrah, bila ia datang di luar waktu Haji, pasti ia melaksanakan Umrah dan melakukan ziarah ke makam Rasulullah SAW di Masjid Nabawi Madinah. Umroh ini dilakukan juga oleh Penyidik KPK yang bernama Sdr. EDI WAHYU SUSILO dan SUGIANTO, ketika keduanya bertugas menyelidiki Haji di tanah Suci. Hal ini mereka ungkapkan pada Sidang praperadilan tentang kasus Saya. Apakah ini salah Yang Mulia ?
Saya juga didakwa memberangkatkan istri dan orang-orang dekat Saya untuk menunaikan ibadah haji secara gratis pada bulan September 2012 dengan memerintahkan Sdr. SAEFUDIN A. SYAFII untuk membentuk rombongan pendamping Amirul Hajj yang beranggotakan Sdri. WARDATUL ASRIAH, Sdri. ERMALENA, Sdr. GURITNO KUSUMO DONO, Sdr. SAEFUDIN A. SYAFII, Sdr. ABDUL WADUD K. ANWAR, Sdr. IVAN ADHITIRA dan Sdr. HENDRI AMRI M. SAUD meskipun dalam komposisi petugas Amirul Hajj tidak terdapat alokasi anggaran untuk petugas pendamping Amirul Hajj.
Yang Mulia dakwaan tersebut dapat Saya jelaskan sebagai berikut :
- Saya tidak pernah memerintahkan SAEFUDDIN A. SYAFII membentuk rombongan pendamping Amirul Hajj. Sdr. SAEFUDDIN A. SYAFII tidak memiliki kewenangan untuk membentuk rombongan Amirul Hajj dimakud.
- Yang disebut anggota Rombongan Amirul Hajj :
- WARDATUL ASRIAH, Istri Saya, yang kebetulan suaminya seorang Menteri Agama, amat sangat lazim bila mendampingi suaminya bertugas kemana saja, apalagi keberangkatan istri Saya ke Tanah Suci mendapatkan izin tertulis dari Presiden RI melalui Surat Menteri Sekertaris Negara yang ditandatangani oleh Sudi Silalahi.
- ERMALENA dan Sdr. GURITNO KUSUMO DONO adalah staf khusus menteri Agama yang bertugas memantau pelaksanaan teknis penyelenggaraan Ibadah haji.
- SAEFUDDIN A. SYAFII adalah Kepala Bagian Tata Usaha Menteri Agama merangkap Interpreter Saya dalam Bahasa Inggris.
- ABDUL WADUD K. ANWAR adalah Interpretur Saya dalam bahasa Arab.
- IVAN ADHITIRA adalah anggota kepolisian yang merupakan Ajudan Saya.
- HENDRI AMRI M. SAUD adalah juga Anggota kepolisian yang merupakan Pengawal Saya.
Keberangkatan mereka bukan untuk berhaji gratis tapi untuk melaksanakan tugas-tugas sesuai bidangnya.
- Tidak terdapat alokasi Petugas Pendamping Amirul Hajj.
Bahwa betul tidak ada, penamaan seperti itu adalah kesalahan administratif yang mereka lakukan. Apakah tanggungjawabnya pantas dilemparkan ke Menteri selaku pengguna Anggaran yang telah dikuasakan kepada Dirjend PHU?
- Tidak ada alokasi anggaran untuk petugas pendamping Amirul Hajj.
Saya tidak tahu tentang hal itu. Semua yang mengatur perjalanan Menteri Agama RI dan pembiayaannya adalah tanggungjawab Sdr. SAEFUDDIN A. SYAFII. Dia tidak boleh mempergunakan yang tidak dialokasikan. Saya selaku Menteri memiliki anggaran perjalanan dinas sendiri yang semestinya bisa dipergunakan.
Yang Mulia, orang-orang yang disebuut pada huruf a, c, d, e dan f secara protokoler adalah orang-orang yang melekat pada menteri baik pada hari kerja maupun pada hari libur, kecuali Menteri menghendaki lain. Hal ini juga tidak tepat bila orang-orang yang disebut pada poin a, b, c, d, e dan f telah mengakibatkan kerugian. Mereka memang harus mendapat bayaran sesuai dengan ketentuan.
Yang Mulia, Saya juga didakwa menggelembungkan harga-harga, merugikan Negara, menguntungkan orang lain dan korporasi.
Dalam hal menggelembungkan harga, Menteri tidak memverifikasi perusahaan-perusahaan penyedia pemondokan, catering dan lain-lain, tidak melakukan negosiasi harga, tidak memutuskan harga, tidak menandatangani kontrak-kontrak. Semua itu dilakukan Ketua dan Anggota Tim Pemondokan, Ketua dan Anggota Tim Catering dan lain-lain. Lalu apabila ada penggelembungan harga mengapa harus Menteri yang bertanggungjawab?
Disisi lain harus diketahui juga Yang Mulia, bahwa setiap Sen pengeluaran untuk Biaya Penyelenggaraan Haji harus mendapat persetujuan Komisi VIII DPR-RI dan Pemerintah. Jadi siapapun tidak bisa seenaknya menetapkan harga di luar batas harga rata-rata yang telah di tetapkan itu.
Disebutkan juga ada kemahalan harga di sini sekian, di sana sekian. Hal itu tidak ada kaitannya dengan Saya selaku Menteri dan juga atas dasar apa mengukur kemahalan harga itu?
Pemerintah Indonesia memerlukan lebih dari 320 (tiga ratus dua puluh) perumahan bertingkat, setingkat apartemen atau hotel bintang 3 (tiga). Harga sewa perjamaah pasti bervariasi dan mustahil bisa sama rata harganya, walalupun perumahan yang disewa itu berdampingan.
Sebagai gambaran, hotel bintang 5 (lima) dan bintang 3 (tiga) di Jakarta pasti mereka punya pricing policy sendiri. Jadi apabila ada perbedaan harga sangat tidak tepat bila disebut ada penggelembungan harga.
Yang Mulia, Saya juga didakwa bahwa atas dasar persetujuan Saya orang-orang yang mendapat sisa kuota tanpa antrian telah merugikan keuangan Negara. Hal tersebut juga tidak benar, karena seluruh Akomodasi pemondokan catering, tenda, transportasi telah di kontrak dan dibayar untuk kapasitas 194.000 (seratus sembilan puluh empat ribu) jamaah haji. Jadi apabila ada penggeluaran uang tambahan oleh KPA dan atau PPK di luar yang diputuskan Komisi VIII DPR-RI dan Pemerintah, patut di tenggarai adanya dugaan penyimpangan penggunaan anggaran oleh KPA atau PPK atau ketua dan anggota tim atau gabungan diantara mereka.
Yang Mulia Majelis Hakim, Berkaitan dengan dugaan korupsi yang menguntungkan orang lain atau korporasi dari sisi dugaan korupsi dana haji, telah saya jelaskan. Dan dugaan korupsi DOM juga telah saya jelaskan.
Dari sisi dugaan korupsi haji yang menguntungkan diri saya, menurut Penuntut Umum KPK adalah 1 (satu) Lembar Potongan Kiswah. Apakah itu Kiswah?
(Dikutip dari Buku karangan Prof. Dr. Ali HUsni al-Kharbuthli yang berjudul “Sejarah Ka’bah Kisah Rumah Suci yang Tak Lapuk Dimakan Zaman”, Cetakan ke-II, Jakarta : Turos Khazanah Pustaka Islam, 2013 pada halaman 309 s.d. 311.)
“ORANG PERTAMA yang menutup Ka’bah dengan kiswah adalah orang Tubba’ yang bernama Abu Karb As’ad, Raja Dinasti Himyariah, dari Yaman. Al-Umari[1] meriwayatkan bahwa ketika itu Abu Karb mimpi bahwasanya ia menutup Ka’bah dengan kain. Maka, ketika dia melintas Mekah sekembalinya dari sebuah peperangan di Yatsrib pada tahun 220 sebelum Hijriah, ia merealisasikan mimpinya. Ia memasang kain penutup Ka’bah dan membuat kunci untuk pintunya. Al-Umari juga menyebutkan bahwa pertama kali ia menutup Ka’bah adalah dengan bahan kulit dan kain kasar. Kemudian, dia khawatir penutup ini akan membebani bangunan Ka’bah lalu ia menggantinya dengan “almala’wa al-washa’il” yaitu sejenis kain yang dijahit dari Yaman.
Para penerusnya pun mengikuti dan melakukan hal yang serupa. Mereka menutup Ka’bah dengan kulit dan qathabi (sejenis kain dari Mesir) yang kuat dan tahan lama. Setelah itu, orang-orang mulai memberi hadiah ke Ka’bah berupa berbagai jenis kain. Sebagian dari kain itu kemudian dipakai untuk menjadi penutup Ka’bah. Jika satu penutup telah usang, mereka akan meletakkan penutup yang baru di atasnya. Sampai tiba masa Qushay bin Kilab, ia memungut dari setiap suku sejumlah uang untuk membeli kiswah setiap tahunnya dan tradisi ini dilanjutkan oleh anak-anaknya. [2]
Al-Umari[3] meriwayatkan bahwa Khalid bin Ja’far bin Kilab adalah orang pertama yang menyelimuti Ka’bah dengan kain berbahan sutra. Selain dia, ada Natilah binti Janab, ibunda Abbas bin Abdul Muthalib. Saat itu, Abbas tersesat dan ibunya bernazar jika ia menemukan anaknya ia akan menyelimuti Ka’bah dengan sutra.
Ibnu Hisyam[4] meriwayatkan bahwa Ka’bah pada jaman Nabi ditutup dengan qabathi yaitu kain putih yang dibuat di Mesir. Lalu, dengan burud atau sejenis kain yang berasal dari Yaman. Kemudian kiswah juga dibuat pada masa Umar bin al-Kaththab, Usman bin ‘Affan dan Abdullah bin az-Zubair. Muawiyah juga membuat kiswah dari sutra sebanyak dua kali pada hari ‘Asyura. Lalu, kiswah selanjutnya dibuat oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan dari dinasti Bani Umayyah.
Lalu oleh Khalifah Al – Mahdi dari dinasti Abbasiyah, Khalifah Al – Makmun dari Bani Abbasiyah, Khalifah Bani Umayyah biasa meletakkan kain baru diatas kain lama dan itu terus berlangsung sampai masa pemerintahan Khalifah al-Mahdi dari dinasti Bani Abbasiyah. Pengurus Ka’bah kemudian mengeluhkan banyaknya kiswah akan membebani Ka’bah. Maka, al-Mahdi memerintahkan untuk melepaskan seluruh kiswah yang lama dan menggantinya dengan kiswah baru setiap tahun. Ini kemudian menjadi sunnah yang dilaksanakan pada masa-masa setelahnya.
Khalifah al-Makmun dari Bani Abbasiyah mengganti kiswah sebanyak tiga kali dalam setahun, yaitu pada hari tarwiyah dengan kiswah sutra berwarna merah, pada awal bulan Rajab dengan kain qabathi dan pada hari ke-27 Ramadhan dengan kain sutra warna putih.[5]
Seluruh khalifah Bani Abbasiyah biasanya menutup Ka’bah dengan kiswah sutra hitam. Ketika dinasti Abbasiyah melemah, maka kiswah dibuat oleh penguasa Mesir bergantian dengan penguasa Yaman. Setelah itu, kiswah dibuat hanya oleh penguasa Mesir.
Khalifah Dinasti Fathimiyah Mesir, al-Muiz li Dinillah- setelah menaklukkan Mesir pada tahun 362 H (972 M) – memerintahkan untuk membuat kiswah Ka’bah yang lebih baik dari yang dibuat khalifah-khalifah dinasti Abbasiyah di Bagdad. Kiswah itu berbentuk segi empat dibuat dari sutra merah, lebarnya 144 jengkal. Pada sisi-sisinya terdapat 12 pita emas. Pada masing-masing pita terdapat satu hiasan berbentuk buah utrujah dari emas dan 50 permata seukuran telur burung dara. Ada juga permata rubi, safir dan emerald. Di sisi kiswah, diukir ayat-ayat yang berkenaan dengan haji – ayat ke 95 dari surah Ali Imran dan ayat ke – 3 dari surah at-Taubah – dengan benang permata zamrud hijau. Tulisan kaligrafi ini dihiasi dengan permata-mata mahal dan diberi wewangian kesturi. [6]”
Yang Mulia Majelis Hakim,
Selembar Potongan Kiswah yang dijadikan alat bukti oleh KPK adalah hasil penggeledahan rumah saya di Jalan Jaya Mandala VII No.2, Jakarta Selatan pada Hari Kamis tanggal 28 Mei 2015, tepat satu tahun enam hari terhitung sejak Saya ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 22 Mei 2014 lagi-lagi yang disebut alat bukti itu ternyata tidak ada pada saat Saya ditetapkan sebagai tersangka.
Selembar potongan Kiswah yang dijadikan barang bukti itu bisa jadi asli atau mungkin tiruannya, tetapi yang pasti bukanlah Kiswah pada jaman Khalifah Dinasti Fathimiyah Mesir, Al-Muiz Zi Dinilah pada tahun 362 Hijriah (972 Masehi) yang bertaburkan emas dan permata rubi Safir dan Emerald.
Kiswah yang disita oleh KPK semacam itu banyak di jual di Toko-Toko dan Kaki Lima di Mekkah dan Madinah. Saya tidak pernah dikonfirmasi apakah kiswah itu dari seseorang untuk memuluskan maksudnya sebagai penyedia pemondokan dan atau katering.
Kiswah itu juga tidak memiliki Nilai Ekonomis yang dapat memperkaya diri Saya. Kiswah tersebut hanya memiliki nilai agamis spritual.
Tragis, dengan selembar Potongan Kiswah, KPK menjebloskan saya ke penjara.
Saya dituduh mempergunakan Dana Operasional Menteri (DOM) secara melawan Hukum sebesar Rp.1.821.698.840,- angka itu sangat bisa dijelaskan duduk persoalan yang sebenarnya. Bahwa uang itu berada dalam penguasaan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), tidak ada pada Menteri selaku Pengguna Anggaran (PA). Teknis penggunaan uang tersebut sepenuhnya berada ditangan dan tanggungjawab Kuasa Pengguna Anggaran.
Saya selaku yang dituduh mengunakan DOM tersebut tidak pernah dikonfirmasi dalam penyidikan KPK tanggal 14 Juli 2015 oleh penyidik Rufriyanto Maulana Yusuf. Saya hanya ditunjukkan Buku Kas DOM Tahun 2011-2014, dan ketika Saya tanya pada bagian mana dari catatan buku kas tersebut yang merupakan pelanggaran hukum, Penyidik tidak bisa menunjukkan.
Penuntut Umum KPK dalam dakwaannya kurang jelas. Jumlah rupiah digabungkan antara satu kejadian ke kejadian yang lain, tidak seperti dalam penyidikan yang oleh Penyidik dilihatkan satu persatu secara terperinci dan dimaksudkan dalam BAP tanggal 14 juli 2015. Akibat itu Saya mengalami kesulitan untuk menjelaskan secara terperinci atas angka-angka DOM yang digabungkan oleh Penuntut Umum KPK. Namun demikian, Saya tetap akan memberikan bantahan dakwaan Penuntut Umum KPK sebagai berikut:
- Membayar pengobatan anak Terdakwa sejumlah 12.435.000,- (dua belas juta empat ratus tiga puluh lima ribu rupiah).
Saya sebagai Menteri memperoleh asuransi kesehatan VVIP dan istri Saya sebagai Anggota DPR RI juga memiliki kartu asuransi VVIP, jadi tidak masuk akal bila Saya minta dibayarkan biaya pengobatan anak Saya pakai uang DOM.
- Membayar biaya pengurusan visa, membeli tiket pesawat, pelayanan di bandara, transportasi dan akomodasi untuk Terdakwa dan akomodasi untuk Terdakwa, keluarga dan ajudan Terdakwa ke Australia, diantaranya untuk mengunjungi anak Terdakwa yakni SHERLITA NABILA yang sedang menempuh pendidikan di Australia sejumlah Rp. 226.833.050,00 (dua ratus dua puluh enam juta delapan ratus tiga puluh tiga ribu lima puluh rupiah);
Saya tidak pernah pergunakan uang DOM untuk keperluan biaya liburan Saya dan Keluarga di dalam maupun di luar negeri. Bukankah KPK telah menyita dan Penuntut Umum KPK telah mengetahui dokumen pembayaran tiket oleh Saya untuk keluarga Saya pada saat pergi haji yang oleh media di gembar-gemborkan pakai uang Negara.
Bila Saya punya watak mengunakan uang DOM untuk biaya tiket dan liburan Saya beserta kelurga, maka itu akan Saya lakukan pada setiap perjalanan liburan Saya di dalam maupun luar Negeri.
- Membayar transportasi dan akomodasi Terdakwa, keluarga dan ajudan Terdakwa dalam rangka liburan dan kepentingan lainnya di Singapura sejumlah Rp.95.375.830,00 (Sembilan puluh lima juta tiga ratus tujuh puluh lima ribu delapan ratus tiga puluh Rupiah);
Saya tidak pernah pergunakan uang DOM untuk liburan ke SIngapura, Saya juga tidak pernah meminta uang DOM untuk pembiayaan apapun di Singapura. Saya menduga uang itu dititipkan oleh Sdr. SAEFUDIN kepada Ajudan, Saya tidak pakai, lalu dikembalikan ke Sdr. SAEFUDIN, namun Sdr. SAEFUDIN tetap menulisnya sebagai uang yang dipergunakan oleh Menteri.
- Diberikan kepada saudara kandung Terdakwa bernama TITIN MARYATI sejumlah Rp.13.110.000,00 (tiga belas juta seratus sepuluh ribu Rupiah);
Uang itu berasal dari uang Saya, bukan dari uang DOM.
- Membayar visa, transportasi dan akomodasi, serta uang saku Terdakwa bersama istri Terdakwa bernama WARDATUL ASRIYAH, anak Terdakwa bernama KARTIKA dan RENDIKA, serta sekertaris/staf pribadi isteri terdakwa yakni MULYANAH ACIM dalam rangka pengobatan Terdakwa ke Jerman sejumlah Rp. 86.730.250,00 (delapan puluh enam juta tujuh ratus tiga puluh ribu dua ratus lima puluh Rupiah);
Dakwaan tersebut tidak benar, KARTIKA dan RENDIKA hingga kini belum pernah pergi ke Jerman. Sangat naïf bila untuk segala macam pembiayaan di Jerman hanya Rp. 86.730.250. Sdr. SAEFUDIN dan Sdr. ABDUL WADUT pada waktu itu ikut ke jerman mendampingi Saya. Saya menduga Sdr. SAEFUDIN menggunakan uang itu untuk keperluan pribadinya selama di Jerman dan di catatnya dalam pembukuan sebagai pengeluaran yang digunakan oleh Saya. Sekali lagi, Sangat naïf Yang Mulia.
- Dipakai biaya tes kesehatan dan membeli alat tes narkoba untuk isteri, anak dan menantu Terdakwa dalam rangka pemilihan anggota legislatif sejumlah Rp.1.995.000,00 (satu juta sembilan ratus sembilan puluh lima ribu Rupiah);
Tidak benar, Istri Saya bayar sendiri melalui ajudannya.
- Dipergunakan untuk membayar pajak pribadi Terdakwa Tahun 2011, langganan TV kabel, Internet, biaya perpanjangan STNK Mercedes Benz, pengurusan paspor cucu Terdakwa, diberikan kolega Terdakwa dan untuk kepentingan Terdakwa lainnya yang seluruhnya sejumlah Rp.936.658.658,00 (Sembilan ratus tiga puluh enam juta enam ratus lima puluh delapan ribu enam ratus delapan puluh lima rupiah).
Biaya langganan TV Kabel dan internet adalah untuk di Rumah Dinas Menteri. Biaya perpanjangan STNK Mercedesz Benz Saya bayar sendiri, sedangkan untuk pengurusan paspor cucu dananya di berikan kepada yang mengurus dan dana itu tidak dari DOM.
Penggabungan angka tersebut mengakibatkan dakwaan tersebut kurang jelas dan Saya mengalami kesulitan untuk menjelaskan. Saya mohon dakwaan ini diperjelas.
- Digunakan untuk membayar biaya pengurusan visa, membeli tiket pesawat, pelayanan di bandara, transportasi dan akomodasi untuk Terdakwa, keluarga Terdakwa ke Inggris sejumlah Rp.51.976.025,00 (lima puluh satu juta sembilan ratus tujuh puluh enam ribu dua puluh lima rupiah).
Saya bersama keluarga pergi ke Inggris, terdiri dari istri, 3 (tiga) orang anak, ajudan istri, Sdr. SAEFUDIN dan Sdr. ABDUL WADUD. Masuk akalkah uang sebesar itu Saya pergunakan untuk biaya visa, membeli tiket pesawat, pelayanan di Bandara, transportasi dan akomodasi Saya dan keluarga ke Inggris.
Ikut mendampingi Saya pada waktu itu adalah Sdr. SAEFUDIN dan Sdr. ABDUL WADUD. Saya menduga uang itu dipergunakan untuk kepentingan mereka berdua, lalu dicatat sebagai DOM yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi menteri.
- Bahwa selain itu Terdakwa juga menggunakan DOM untuk diberikan kepada pihak lain yang tidak sesuai dengan ketentuan penggunaan DOM, diantaranya untuk Tunjangan Hari Raya (THR), sumbangan kepada kolega, staf dan pihak lainnya sejumlah Rp.395.685.000,00 (tiga ratus Sembilan puluh lima juta enam ratus delapan puluh lima ribu Rupiah).
Hal itu sama sekali tidak menyalahi aturan karena memang untuk kelancaran tugas-tugas menteri. Saya tidak pernah membaca surat yang menjabarkan, yang memberi batasan atau kriteria atas Peraturan Menteri Keuangan No. 3/PMK.06/2006., tentang Dana Operasional Menteri/Pejabat Setingkat Menteri.
Yang Mulia, penilaian Penuntut Umum KPK tentang adanya kerugian negara dalam penggunaan DOM adalah merupakan penilaian subyektif tanpa landasan hukum, yang apabila hal ini diterapkan maka semua Menteri SBY akan bersalah dan didakwa korupsi.
Dakwaan Penuntut Umm tentang penyalahgunaan DOM oleh Saya terasa sangat aneh. Mengapa Penuntut Umum tidak melihat kejanggalan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang membiarkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) setelah pencairan Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah) per bulan menyerahkan uang itu kepadaSdr. SEAFUDDIN A. SYAFII selaku Kabag TU pimpinan dan Sdr. AMIR JAFAR selaku Kasubag TU dan pengelolaan secara teknis oleh Sdr. ROSANDI tanpa prosedur tata cara penggunaannya. Apakah KPA melakukan hal yang sama pada jenis anggaran yang lainnya?
Kriminalisasi Penggunaan DOM inilah yang menjadi kekhawatiran Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Akibatnya Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro telah mengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.06/2006 Tentang Dana Operasional Menteri/Pejabat Setingkat Menteri dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 208/PMK.05/2014 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Dana Operasional menteri / Pimpinan Lembaga. Pada PMK baru tersebut ditentukan sebesar 80% (delapan puluh persen) diberikan secara Lumpsum kepada Menteri / Pimpinan Lembaga dan 20% (dua puluh persen) untuk dukungan operasional lainnya.
Paparan diatas, jelas menunjukkan bahwa dakwaan korupsi menyalahgunaan DOM ini sangat lemah dan dipaksakan, karena itu Yang Mulia Saya mohon Dakwaan ini ditolak.
Yang Mulia Majelis Hakim, dengan segala hormat, Saya menyayangkan Penuntut Umum KPK dalam dakwaannya tidak menyinggung sama sekali apalagi mempertimbangkan tugas, fungsi dan wewenang Menteri sebagai Pengguna Anggaran (PA), Dirjend PHU sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Direktur sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan para Ketua dan Anggota Tim sebagai pelaksana yang paling teknis yang berhubungan langsung dengan rekanan.
Menteri bagaikan keranjang sampah yang menampung seluruh kesalahan, kekeliruan dan penyimpangan mereka. Yang Mulia ini tidak adil, SAYA MOHON DAKWAAN INI DITOLAK.
Yang Mulia Majelis Hakim dan yang Terhormat Penuntut Umum KPK, demikianlah Eksepsi / Nota Keberatan yang saya sampaikan. Penyampaian Nota Keberatan ini tidak ada maksud sebesar zarahpun untuk menyalahkan apalagi mengalahkan Dakwaan Penuntut Umum KPK, kecuali hanya menyampaikan kebenaran ayat suci Al-Quran :
yang artinya “Karena Allah SWT memerintahkan untuk berbuat adil dan kebaikan”.
Yang Mulia Majelis Hakim, bisa jadi penyidik KPK menerima kesaksian dan informasi yang tidak baik, seperti yang Saya jelaskan diatas, tetapi karena tidak ada aturan untuk menghentikan perkara, kemudian perkara ini dipaksakan dan dilimpahkan kepada Penuntut Umum KPK untuk selanjutnya diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Penyampaian Nota Keberatan ini juga tidak ada maksud walau sebesar zarahpun untuk mengajari Majelis Hakim Yang Mulia, karena Majelis Hakim Yang Mulia jauh lebih mengerti dan jauh lebih memahami persoalan hukum dibanding saya.
Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam menyampaikan Nota Keberatan ini ada kalimat-kalimat yang membuat Majelis Hakim Yang Mulia dan yang terhormat Penuntut Umum KPK tidak berkenan dan tidak nyaman. Kasus ini membuat saya dan keluarga tertekan lahir batin, karenanya bisa jadi saya kehilangan kecermatan untuk memilih kata, menyusun kalimat yang santun dan bijak, untuk itu saya mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim dan yang terhormat Penuntut Umum KPK agar dapat memaafkan saya.
Yang Mulia Majelis Hakim; dan
Yang Terhormat Penuntut Umum KPK
Kita adalah bangsa yang berketuhanan Yang maha Esa, Kita beriman bahwa Tuhan itu ada. Kita juga beriman bahwa Tuhan, Allah SWT pencipta langit dan bumi dengan segala isinya. Diantara yang diciptakannya adalah makhluk yang disebut malaikat, syaitan dan manusia. Ketiganya adalah species yang berbeda dengan karakter yang berebeda pula. Malaikat diciptakan Allah SWT dari sinar dan perbuatannya selalu baik dan benar, tidak pernah salah. Syaitan diciptakan Allah SWT dari api yang perbuatannya selalu salah tidak pernah benar, lalu Allah SWT menjadikan Syaitan sebagai mahkluk yang terkutuk. Sedangkan manusia di ciptakan Allah SWT dari saripati tanah dan setetes air mani. Sifat dan karakter manusia diantara keduanya, malaikat dan syaitan, yaitu dapat berbuat baik dan dapat pula berbuat salah. Karena itu manusia disebut juga sebagai makhluk yang tidak luput dari perbuatan buruk dan dosa.
Yang Mulia Majelis Hakim; dan
Yang Terhormat Penuntut Umum KPK
Saya menyadari sepenuhnya bahwa Saya adalah manusia biasa bukanlah malaikat yang pekerjaannya benar semua tidak pernah ada yang salah. Karena itu Saya juga berkeyakinan bahwa tidak ada lembaga yang steril dari salah, yang pandangan dan perbuatannya benar semua tidak pernah salah, sepanjang lembaga itu diisi dan dikelola manusia. Demikian halnya dengan lembaga yang disebut dengan Komisi Pemberantasan Korupsi dan lembaga-lembaga lainnya yang ada di muka bumi ini, pasti tidak luput dari salah dan khilaf. Atas dasar itu sebelum pengadilan Allah Yang Maha Adil dan Maha Agung berlangsung di yaumil akhir nanti, Saya mohon dengan segala hormat dan kerendahan hati, agar sidang pengadilan Yang Mulia pimpin ini dapat melihat perkara Saya dengan sejernih-jernihnya dan seadil-adilnya. Dan Saya tetap berpegang teguh pada pandangan bahwa penolakan atas dakwaan Penuntut Umum KPK adalah keputusan yang arif bijaksana yang menjunjung tinggi hukum dan keadilan yang tidak menyalahkan siapapun dan lembaga manapun.
Kepada Allah SWT Saya berserah diri, kepada Allah SWT Saya mohon perlindungan dari segala bentuk kejahatan, kepada Allah SWT Yang Maha Mengetahui isi hati dan pikiran yang tersembunyi Saya mengadu dan mohon keadilan, kepada Allah SWT yang tidak pernah ngantuk dan tidur saya mohon ampunan dan hanya kepada Allah SWT-lah kelak kita akan kembali dan dibangkitkan untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan kepada Allah SWT.
Allaahumma innaa naj’aluka fii nuhurihim, Wana’udzu bika min syuruurihim,
Wanasta’inuka bika’alaihim, Iyya kana’budu waiyya ka nasta’in,
Laa haula walaa quwwata illa billahil’aliyyil’adzim.
Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Hormat saya,
Terdakwa
Drs. H. SURYADHARMA ALi, M.Si.
[1] Ibnu Fadhillah al-Umari, Masalik al-Abshar fi Mamalik al-Amshar, jil. I. Hal. 101
[2] Al-Hijrisi, Kitabul Hajj, hal.39.
[3] Ibnu Fadhililah al-Umari, Masalik al-Abshar fi Mamalik al-Amshar, jil. I Hal. 99.
[4] Ibnu Hisyam, as-Sirah an-Nabawiyah, jil. I. Hal. 211.
[5] Ibnu Fadhlilah al-Umari, Masalik al-Abshar fi Mamalik al-Amshar, jil. I. Hal. 100.
[6] Ibn Muyassar, Tarikh Mishr, hal. 44.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H