Fenomena riil yang dapat dijadikan contoh penempatan JF yang belum sesuai dengan bidang keahliannya terjadi di kabupaten Belitung Timur, di mana seorang JF Pranata Komputer ditempatkan sebagai bendahara atau bidang lainnya yang tidak sesuai tupoksi dan keahliannya (sumber:belitongekspres).
Hal tersebut tidak hanya terjadi di Belitung Timur, namun hal serupa sering kita temui di organisasi pemerintah lainnya.
Kemudian pengelolaan dan pembinaan JF dalam organisasi masih belum dilakukan berdasarkan ANJAB dan ABK yang benar, seleksi JF yang masih cenderung prosedural, penempatan JF yang terkadang belum sepenuhnya selaras dengan kebutuhan unit maupun JF-nya.
Pengelolaan JF seperti ini sangat berpotensi menghasilkan JF yang minim kualitas dan tidak profesional.
Berkaca dari fenomena JF tersebut, sudah saatnya pemerintah lebih memperhatikan pengelolaan JF.
Perlu dilakukan evaluasi organisasi sehingga Desain organisasi menjadi lebih sederhana sesuai dengan tujuan dan fungsi organiasasi.
Dalam evaluasi organisasi juga dilakukan identifikasi tugas dan fungsi secara detil, mana yang menjadi tugas JPT, JA dan JF.
Cascading dilakukan secara hierarkis sesuai jenjang masing-masing jabatan. Menyusun Mekanisme kerja dalam organisasi yang lebih menonjolkan peran JF yaitu dengan menempatkan JF sesuai dengan bidang keahliannya dan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Penyusunan kebutuhan dan penempatan JF harus berdasarkan ANJAB dan ABK, dengan merujuk kepada profesionalitas dan keahliannya serta kebutuhan masing-masing unit kerja atau organisasi.
Penyusunan SKP sesuai dengan jenjang JF, disusun secara hierarkis dengan melakukan cascading dari JPT, JA dan JF sesuai jenjang. Terakhir, menyusun pola pembinaan dan pola karier JF yang jelas dan tidak berjalan sendiri-sendiri, sehingga dapat memaksimalkan peran JF dalam organisasi.
Kegiatan ini bisa dilakukan secara kolaborasi oleh instansi terkait (KemenPAN RB, LAN, BKN, instansi pembina JF dan instansi pengguna JF).