Tidak banyak kemudian, para ibu memilih resign, dengan harapan bisa lebih fokus mengurus anak di rumah. Tapi ternyata, keputusan tersebut seringnya tidak berjalan sesuai impian.
Banyak yang tidak siap dengan keputusan tersebut, lalu kaget dengan kehidupan ibu rumah tangga yang monoton dan super melelahkan itu. Berikutnya, sang ibu merasa tidak bahagia, dan mulai berubah jadi perempuan yang menyebalkan di mata suaminya.
Ditambah suami yang tidak pengertian, maka selesailah sudah nasibnya. Terombang ambing dalam ketidakbahagiaan, berubah menjadi depresi, dan mulai menyesali mengapa harus punya anak? hingga lebih parahnya menyesal, mengapa harus menikah?
Menikah terasa bagaikan membatasi impian, padahal semua itu adalah kodrat. Namun entahlah, semakin bertambah zaman, semakin banyak perempuan yang seolah tidak sanggup menerima kodratnya.
Perempuan Wajib Menyadari Kodratnya
Perempuan, sejatinya menyadari kodratnya yang terlahir sebagai perempuan dan akan menjadi seorang istri dan ibu. Merupakan PR besar bagi orang tua mengajarkan dan mempersiapkannya sejak dini.
Mengejar impian boleh, asal tetap tidak lupa pada kodratnya. Karena sebagaimanapun kita mengingkari kodrat, jika Tuhan sudah menghendaki, maka kita tidak bisa mengelak dari kodrat menjadi istri dan ibu, dengan segala tantangannya.
Karena dunia kadang tidak bersahabat, kondisi kadang tidak berpihak pada kita. Adakalanya, wanita terpaksa harus diam di rumah, bertahun-tahun fokus mengasuh anak sebaik mungkin.
Meskipun demikian, ada banyak hal yang bisa dilakukan dari rumah saja, untuk berkarya. Namun pastikan agar apa yang kita lakukan tersebut, sama sekali tidak melupakan tugas utama kita menjadi seorang ibu dan istri.
Jika perempuan, sudah mengenal kodratnya sejak kecil, maka akan lebih mudah baginya berdamai dengan keadaan, saat impiannya harus tertunda karena harus menjalani kodratnya dulu, sebagai istri dan ibu.
Demikianlah, maka pernikahan para perempuan yang tidak bahagia, yang hidupnya hanya di selimuti kesedihan bahkan sampai depresi, dan berakhir tragis, akan bisa dicegah.
Tidak akan ada Kim Ji-Young yang depresi karena merasa hidupnya tidak berarti tidak ada lagi Nicole dalam Marriage Story yang menyerah pada pernikahannya, atau April yang memilih mengakhiri hidup janinnya karena merasa menghalangi impiannya.