Juga kisah  kocak dari persahabatannya sewaktu kuliah dan ngekos bareng dengan 3  orang teman kamarnya yang berasal dari suku berbeda, yaitu Onggy sebagai  keturunan Tionghoa, ada pula dari suku Sunda, Batak dan Irian.
Kisah-kisah tersebut diramu sehingga meninggalkan kesan yang sarat pesan moral bagi penonton.
Surabaya di tahun 1980-1990an
Film ini dibuat di tiga lokasi,  yaitu Tarakan sebagai tempat lahir dan besar Onggy, Surabaya sebagai  tempat kuliah, bekerja dan menikah, serta Jakarta.
Lokasi terbanyak berada di Surabaya, tentu saja praktis membuat film ini di dominasi bahasa dan dialek Surabaya yang khas.
Kerennya lagi, para pemain bisa lebih fasih melafazkan dialegnya yang khas ala arek Suroboyo.
Situasi ala Suroboyo tempo dulu pun khas memenuhi lebih banyak adegan.
Ada wilayah Pasar Atum tempat Chandra dan Ling (keponakan Onggy) berjualan tikar.
Rumah  kontrakan di daerah Lawang Seketeng (sumpah ya, 18 tahun hidup di  Surabaya, baru kali ini tau dan dengar ada daerah dengan nama itu di  Surabaya hahaha).
Ada juga adegan Onggy menjemur kerupuk di dekat lapangan Persebaya sedang berlatih.
Juga daerah kos-kosan Onggy saat kuliah yang digambarkan dekat sekitar makam Peneleh.
Hal ini tentu saja jadi recomended banget bagi warga Surabaya khususnya.