Assalamu'alaikum :)
Jumat malam kemarin, saya  berkesempatan menghadiri acara meet and greet serta nonton bareng film  Terbang yang bakal tayang 19 April 2018 mendatang, bersama para komunitas blogger Surabaya.
Acara  di mulai pukul 18.00 dengan jadwal meet and greet terlebih dahulu, para  pemain film yang terdiri dari Dion Wiyoko, Laura Basuki, Aline Adita,  Delon Thamrin, dan lain-lain begitu ramah menyapa para pengunjung atrium  Ciputra World.
Ada yang sedikit berbeda dari para pengunjung Meet  and Greet tersebut, pengunjungnya lebih di dominasi oleh orang-orang  berpakaian rapi ala-ala pengusaha gitu.
Awalnya saya  pikir wajar, karena menurut trailer yang saya tonton, film terbang  memang menceritakan tentang kisah nyata perjuangan seorang pengusaha  yang sekarang menetap di Jakarta. Namun ternyata tidak sepenuhnya benar.
Keesokan  harinya barulah terjawab, mengapa di lokasi semalam penuh orang-orang  yang berpakaian rapi, ternyata si empunya kisah, alias pak Onggy Hianata  juga hadir di lokasi untuk nonton bareng pemain film dan kru nya.
Setelah  acara meet and greet yang keseluruhannya lebih di dominasi dengan acara  bagi-bagi goodie bag serta tiket nonton gratis bagi yang bisa menjawab  pertanyaan MC dan pemain.
Kamipun segera diarahkan menuju lokasi  nonton di bioskop Ciputra World XXI yang berada di lantai 4. Ternyata  sampai di lokasi pun padat dengan pengunjung, awalnya saya  terheran-heran, jika benar orang sebanyak itu datang untuk nonton bareng  film Terbang, apa cukup kapasitas satu studio menampung orang sebanyak  itu.
Jawabannya juga terjawab keesokan harinya, ternyata oh ternyata... ada 5 studio yang menampung para penonton film tersebut.
UWOWWWW...!
Kami  mendapat tempat di studio 1, lama menunggu, biasanya kan para artis  bakal nobar bareng penonton, eh ternyata artisnya gak kunjung nongol.
Sedikit kecewa sih, untungnya sudah dapat kesempatan foto bareng di meet and greet.
Dan sedikit menyesal, mengapa cuman naik panggung sekali buat foto bareng, padahal saya kan dapat dua kesempatan.
Satu bareng komunitas emak blogger, dan satunya bareng pemenang kuis di sosmed hehehe.
Komunitas Blogger Surabaya bersama para pemain film 'Terbang Menembus Langit'
Review Film Terbang
Sumber : FP Demi Istri Production
Film ini dibuat berdasarkan kisah nyata dari seorang pengusaha sukses yang bernama Onggy Hianata.
Ditulis  dan disutradarai  sendiri oleh sutradara terkenal Fajar Nugros, yang  mana kisahnya sendiri ditemukan oleh sang sutradara saat sedang  berjalan-jalan di kepulawan Derawan, Kalimantan Timur beserta sang  produser Demi Istri Production, Susanti Dewi.
Menurut  sutradara film Jakarta Undercover dan Yowis Ben ini, tantangan terberat  dalam membuat film ini adalah, bagaimana dia bisa merangkai kisah 32  tahun perjalanan hidup seseorang, menjadi singkat hanya 2 jam saja.
Cerita  bermula dari Onggy kecil saat masih di Tarakan, yang mana terlahir  sebagai anak ke delapan dari 9 bersaudara dari keluarga yang sangat  sederhana, membuatnya bermimpi agar bisa hidup layak dan merubah nasib  keluarganya. Demi mimpinya, Onggy remaja (diperankan oleh Dion Wiyoko)  pun bertekat ingin pergi dari Tarakan dan memilih Surabaya sebagai  tempat kuliahnya.
Perjalanan hidupnya saat kuliah tidak  mudah, karena keluarganya juga tidak cukup mampu untuk mengirimkan uang  biaya kuliah dan hidupnya setiap bulan.
Hal itu membuat Onggy berpikir kreatif agar bisa bertahan hidup dan meneruskan kuliahnya.
Segala  cara dilakukan tanpa gengsi di tengah keterbatasannya, mulai dari  jualan buah yang berakhir ditipu, jualan jagung bakar yang juga tidak  berjalan sempurna, hingga akhirnya tibalah saat Onggy lulus dari  kuliahnya.
Tidak seperti kebanyakan orang yang setelah mengantongi  ijazah sarjana langsung berlomba mencari pekerjaan di kantor-kantor dan  sejenisnya.
Onggy malah sibuk membuka usaha baru yaitu jualan kerupuk yang juga berakhir dengan ditipu dan bangkrut.
Di tengah rentetan kegagalan yang selalu datang silih berganti, akhirnya dia memilih menjadi karyawan di sebuah pabrik.
"Menjadi  karyawan itu tidak salah, tapi bayaran termahalnya adalah saat  tiba-tiba kita tersadar, anak-anak sudah pada besar dan akan menikah,  sedang kita merasa belum pernah bisa menikmati waktu kedekatan bareng  anak karena waktu kerja"
Salah satu adegan  yang paling berbekas di hati saya adalah, saat Onggy dewasa sudah  menikah, bahagia dan hidup dengan lumayan berkecukupan dengan menjadi  karyawan pabrik, hingga suatu saat dia menemukan sesuatu yang seolah  impian lamanya yang telah terkubur terkuak kembali.
Saat  itu Onggy sedang makan siang di kantin pabrik, di depannya duduk  seorang bapak berusia setengah abad dengan wajah kuyu yang sedang  mengaduk-aduk makanannya tanpa kunjung di makan, karena penasaran Onggy  pun bertanya, ada apa gerangan?.
Setelah awalnya sedikit ragu, akhirnya si bapak membagikan kegelisahan hatinya.
Ternyata  penyebabnya adalah anak perempuan si bapak bakal menikah sebentar lagi,  si bapak seharusnya bahagia tapi ada hal yang membuatnya sedih.
Dialah sang waktu.
Menjelang  pernikahan sang anak, si bapak jadi tersadar, betapa anaknya sebentar  lagi bakal pergi bersama lelaki lain yang menjadi panutannya.
Sedang  si bapak merasa belum puas menikmati waktunya bersama sang anak.  Puluhan tahun bekerja serius sebagai karyawan pabrik membuatnya lupa,  kalau ternyata ada hal lain yang sangat penting yang dia lewatkan, yaitu  kebersamaan dengan keluarga.
Kisah si bapak begitu  mengetuk hati Onggy, membuatnya teringat kembali akan cita-citanya sejak  kecil yang ingin membahagiakan dan merubah nasib keluarganya.
Terlebih  saat bertemu seorang manajer pabrik yang bakal kembali ke negara  asalnya yaitu Malaysia untuk menjalankan sebuah bisnis sendiri.
Dari  situ, titik perjuangannya di mulai kembali, dengan yakin Onggy keluar  dari pekerjaannya untuk bisa serius mengelola bisnisnya.
Karena dia tau, tidak ada bisnis yang bisa sukses dengan cepat jika dikerjakan secara sambilan.
Impian, Perjuangan, Cinta, Keluarga dan Persahabatan
Ah, terlalu  banyak kisah yang harus saya tulis jika harus mereview semuanya, benar  kata sang sutradara, film ini sarat kisah yang harus bisa dirangkai  menjadi 2 jam saja dengan memastikan pesannya sampai ke penonton.
Impian, pejuangan, cinta, keluarga dan persahabatan adalah 5 kata yang menggambarkan keseluruhan film ini.
Ada  kekuatan impian untuk bisa merubah nasib keluarganya, dari himpitan  ekonomi dan segala keterbatasan dari seorang Onggy kecil yang terus  digenggam hingga dia dewasa.
Ada kisah inspiratif dari  perjuangan Onggy yang jatuh bangun di tipu, ditinggalkan, bangkrut,  melihat istri dan anaknya harus hidup susah demi menyertainya meraih  impian.
Tantangan demi tantangan yang dilaluinya hingga hampir  membuatnya menyerah ketika berada di titik terendah merasa lelah dengan  semua kegagalan.
Ada pula kisah cinta manis saat Onggy  bertemu dengan Chandra (diperankan oleh Laura Basuki), di sebuah salon  yang berakhir manis dengan pernikahan, dan mendampingi Onggy meraih  impiannya.
Ada pula kisah hangatnya kekeluargaan yang  tercipta sejak Onggy kecil, yang mana ayahnya selalu mengajarkan bahwa  di manapun dia berada, untuk selalu menjaga nama baik keluarga dan  selalu ingat akan kebersamaan keluarga.
Juga kisah  kocak dari persahabatannya sewaktu kuliah dan ngekos bareng dengan 3  orang teman kamarnya yang berasal dari suku berbeda, yaitu Onggy sebagai  keturunan Tionghoa, ada pula dari suku Sunda, Batak dan Irian.
Kisah-kisah tersebut diramu sehingga meninggalkan kesan yang sarat pesan moral bagi penonton.
Surabaya di tahun 1980-1990an
Film ini dibuat di tiga lokasi,  yaitu Tarakan sebagai tempat lahir dan besar Onggy, Surabaya sebagai  tempat kuliah, bekerja dan menikah, serta Jakarta.
Lokasi terbanyak berada di Surabaya, tentu saja praktis membuat film ini di dominasi bahasa dan dialek Surabaya yang khas.
Kerennya lagi, para pemain bisa lebih fasih melafazkan dialegnya yang khas ala arek Suroboyo.
Situasi ala Suroboyo tempo dulu pun khas memenuhi lebih banyak adegan.
Ada wilayah Pasar Atum tempat Chandra dan Ling (keponakan Onggy) berjualan tikar.
Rumah  kontrakan di daerah Lawang Seketeng (sumpah ya, 18 tahun hidup di  Surabaya, baru kali ini tau dan dengar ada daerah dengan nama itu di  Surabaya hahaha).
Ada juga adegan Onggy menjemur kerupuk di dekat lapangan Persebaya sedang berlatih.
Juga daerah kos-kosan Onggy saat kuliah yang digambarkan dekat sekitar makam Peneleh.
Hal ini tentu saja jadi recomended banget bagi warga Surabaya khususnya.
Tentang Sutradara dan Pemain Film
Siapa yang gak kenal Fajar Nugros? ada yang gak kenal? sama, saya juga (sebelumnya) hahaha.
Honestly,  sebelumnya saya kurang begitu memperhatikan siapa yang buat saat sedang  nonton film, pokoknya fokus saja sama cerita dan akting pemainnya.
Semakin  ke sini, saya semakin mengerti ternyata otak dari bagus tidaknya sebuah  film itu adalah seorang sutradara (kudet banget sih Rey), jadi saat  memilih film yang bakal ditonton, bisa dilihat dari kualitas sutradara  maupun pemainnya.
Di film ini sang sutradara berusaha  banget keluar dari zona nyaman karena selain menyutradari, dia juga  menulis sendiri kisahnya.
Meskipun demikian, film ini gak kalah  keren dari film-film besutan Fajar Nugros sebelumnya, seperti Jakarta  Undercover, 24/7, Yowis Ben, Cinta Brontosaurus, dan lain-lain.
Untuk  pemain utama diperankan begitu apik oleh Dion Wiyoko yang berhasil  membawa penonton begitu tenggelam dalam perjuangan Onggy Hianata dalam  meraih impiannya.
Demikian pula lawan mainnya, Laura Basuki yang memerankan istri Onggy Hianata, Chandra.
Adegan sedih saat pendarahan di waktu hamil begitu apik diperankan hingga saya jadi nyeri-nyeri plus mewek.
Nyeri boookk liat darah hahaha.
Sumber : FP Demi Istri Production
Demikian juga peran-peran lainnya, seperti  ibu Onggy yang sangat natural diperankan oleh Aline Adita. Sungguh kami  terpesona melihat tampang polos aline di filemnya, tanpa make up hingga  alispun tampil natural (dibahas!).
Padahal sebelumnya saya sempat foto bareng waktu meet and greet dan voilaaaa... wajahnya glowing, seglowing bibirnya hihihi.
Bersama Aline Adita, pemeran ibu Onggy
Bersama Laura Basuki, pemeran Chandra istri Onggy
Juga peran kocak teman-teman kos termasuk ibu kos Onggy saat kuliah, simple tapi membekas.
"Tarakan itu mananya Tuban?, Lah Tuban itu mananya Tarakan?"
Hanya satu yang kurang meyakinkan, si pemeran penjual buah, gak tau siapa namanya, dialegnya kurang Suroboyo.
Itu sama kayak Rey di suruh ngomong Suroboyo, sungguh tidak meyakinkan hahaha.
Tentang Onggy Hianata
 Actualy, sebelumnya saya gak pernah dengar  nama ini, kayaknya saya kurang jauh piknik baca kisah inspirasi,  padahal saya penggemar berat kisah-kisah inspirasi seperti kisah bapak  Onggy ini.
Lahir di Tarakan tahun 1962, merupakan anak ke 8 dari 9 bersaudara.
Ayahnya  seorang pegawai toko kelontong, yang begitu bijaksana mendidik  anak-anaknya agar lebih peduli akan nama baik keluarga dan integritas.
Tahun 1983 meninggalkan kampung halaman menuju Surabaya untuk kuliah dan mewujudkan impiannya.
Tahun  1995 menikah dengan Chandra Dewi, dan tahun 1998 dengan berbekal  semangat, memutuskan untuk merantau ke Jakarta, membawa serta istri dan  anaknya Rich Onggy Jr yang masih bayi.
Di  Jakarta, Onggy Hianata kembali menata bisnis jaringannya yang sempat  meredup saat masih di Surabaya, dengan berbekal tekat yang kuat dan  bermodalkan integritas yang baik berkat pesan ayahnya, dia berhasil  mengembangkan jaringan bisnisnya hanya dalam 3 tahun pertama sejak  kepindahannya di Jakarta.
Dengan puluhan ribu jaringan  tersebar di 36 negara, membawa Onggy Hianata meraih puncak kesuksesan  sebagai top leader dunia di bisnis jaringannya.
Saat  ini, Onggy Hianata telah mengembangkan usaha pribadinya di bidang  pendidikan, Edunet Internasional. Melalui usaha tersebut, dia  menyelamatkan hidup orang banyak dari keterpurukan.
Sungguh kisah inspirasi yang sangat menarik untuk ditonton dan dijadikan semangat dalam menjalani hidup.
Oh  ya, film ini bakalan tayang serentak di bioskop kesayangan kita pada  tanggal 19 April 2018 mendatang, jadi bagi teman-teman (khususnya warga  Surabaya dan sekitarnya) WAJIB BANGET dah tontong filmnya.
Film  ini juga recomended banget buat para pebisnis yang gak pernah lelah  mengejar impian, membuka mata hati semua orang, bahwa berbisnis itu gak  pernah selalu berada di atas.
Ada saatnya kita jatuh, namun jika kita mau bangkit dan berusaha lagi, maka tujuan kita bakal semakin dekat dengan kita.
Jadi, jangan sedih saat kegagalan demi kegagalan selalu menghadang.
Karena kegagalan adalah sekolah gratis yang mahal untuk kita.
Kita semua bisa Terbang Menembus Langit, selama kita tak pernah menyerah untuk mengepakan sayap kita.
Ada yang juga beruntung menyaksikan premier film ini?
Share di komentar yuk
Semoga bermanfaat :)
Sidoarjo - 26 Maret 2018
Love
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H