Mereka merealisasikan abstraksi pikiran, gagasan, dan opini pribadi mereka melalui tulisan, meski terkesan subjektif. Itu yang memang menjadi ciri khas seorang blogger.
Menulis suka-suka sesuai warna suara mereka masing-masing. Tanpa memperdulikan apakah gaya bahasa mereka itu sesuai kaidah-kaidah penulisan atau tidak. Mereka dengan bebas meliuk-liuk mengutarakan apa saja yang dipikirkan, dirasakan dan yang telah dialami oleh mereka.
Kecuali jika mau mengikuti lomba ngeblog, ya itu lain hal lagi. Tentu kaidah-kaidah penulisan, dan aturan lomba musti diperhatikan, tidak bisa sembarang menulis suka-suka begitu saja.Â
Tapi kalau ngeblog dalam rangka, memuaskan hasrat pribadi dan menekuni hobi, ya tidak masalah sih menurut saya kalau pun tulisan nya tidak sesuai dengan aturan dan kaidah-kaidah yang berlaku. Yang terpenting substansi dan pesan moralnya yang tersampaikan. Teknik dan bahasa menulisnya belakangan.
Saya juga tidak tahu, apakah saya ini termasuk kedalam golongan writer atau blogger. Atau mungkin pertengahan. Ah yang jelas, terus saja menulis sesuai warna suara yang saya miliki. Meski belakangan saya mulai berani menulis topik-topik politik, tapi bukan berarti saya meninggalkan dan beralih mengikuti arus yang lain.Â
Saya akan tetap dijalur yang sama kok, saya akan tetap mempertahankan warna suara dan gaya bahasa saya ketika menulis. Tapi, eksperimen kadang perlu dilakukan, untuk menguji sejauh mana kemampuan diri ini dalam hal menulis topik-topik diluar kompetensi.Â
Seperti semboyan Kompasiana, "Beyond Blogging" yang bermakna lebih dari sekedar ngeblog. Berarti penulis Kompasiana dituntut untuk memberikan sesuatu yang lebih, daripada sekedar "curhat". Harus selalu ada sesuatu yang "menyegarkan" agar bisa melekat diingatan pembaca.Â
Setiap Kompasianer juga tentu memiliki motivasi dan tujuan-tujuannya masing-masing ketika menulis di Kompasiana. Kalau bukan karena ketidaksengajaan, saya juga sepertinya tidak mungkin bisa ada disini dan terus menulis hingga detik ini.Â
Ada semacam campur tangan semesta kenapa saya harus memilih menulis di Kompasiana. Karena sebelumnya tidak ada yang mengarahkan dan memberi tahu kenapa saya harus menulis disini? Seperti sebuah kecelakaan kosmik yang terjadi begitu saja tanpa pernah direncanakan.
Berawal dari kegemaran saya menuangkan abstraksi, opini dan gagasan yang ada di kepala ini di media sosial, lama kelamaan rasa jenuh pun muncul. Lalu berpikir, "Hei kenapa saya tidak menulis di Blog pribadi saja?" Karena menulis di media sosial ternyata tidak mendapat apresiasi dan tanggapan yang memuaskan.Â
Tapi kemudian saya berpikir lagi, membuat dan mengelola blog itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu biaya dan kesediaan waktu untuk mendesign blog tersebut apabila ingin memperoleh kunjungan dan view yang banyak.Â