Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Cerita-cerita saya bisa dibaca di GoodNovel: Reynal Prasetya. Kwikku: Reynal Prasetya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perbedaan Antara Orang Desa dan Orang Kota

2 Juni 2020   11:17 Diperbarui: 2 Juni 2020   11:16 4144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila di teliti dengan seksama, ada banyak sekali perbedaan antara orang desa dengan orang kota.

Bukan hanya dari cara hidup (life style) saja, perbedaan ini juga mencakup aspek-aspek lain, seperti sosial, budaya dan religi diantara keduanya.

Perbedaan tersebut semakin terasa bilamana anda yang biasanya tinggal di kota menyambangi dan merasakan langsung bagaimana hidup di desa, atau sebaliknya anda yang biasanya tinggal di desa menuju dan merasakan langsung hidup di kota.

Untuk anda yang terbiasa tinggal di kota, lalu tiba-tiba kemudian hidup di desa satu bulan saja misalnya, pasti anda akan sedikit kesulitan mengikuti ritme gaya hidup orang-orang disana.

Sepertinya, perlu waktu berbulan-bulan untuk bisa benar-benar beradaptasi, mahir bersosial, bermasyarakat, bertetangga dan menyeragamkan diri dengan warga lokal.

Sebaliknya, anda yang terbiasa tinggal di desa, lalu terpaksa harus hidup di kota, tentu saja akan sama sulitnya mengikuti ritme gaya hidup orang kota, anda harus bisa beradaptasi, mandiri dan membiasakan diri untuk tampil individualistik di tengah urban society.

Orang kota yang baru pertama kali merasakan hidup di desa, pasti akan sedikit merasa gugup, bingung, aneh dengan kebiasaan warga desa yang menurutnya berbeda dengan kebiasaan dan cara hidup nya selama ini.

Sebaliknya orang desa yang baru pertama kali merasakan hidup di kota juga pasti akan merasakan hal yang sama. Rasa gugup, bingung dan aneh akan otomatis menyelimuti pikirannya.

Sering kita mendengar celoteh bahwa, orang kota sangat senang rekreasi ke desa-desa, mencari suasana tenang, santai, karena bosan dengan aktivitas dan hiruk pikuk kehidupan kota.

Sedangkan orang desa sangat senang dan antusias bila rekreasi ke kota, karena bisa merasakan bagaimana kemegahan, kemudahan, hiburan, fasilitas yang tidak pernah di temukan di desa.

Celoteh tersebut benar adanya. Orang kota amat menyukai lingkungan hidup yang tidak penuh sesak, penuh polusi dan persaingan. 

Mayoritas orang kota menyukai suasana ketenangan di desa, menyukai udara segar, pemandangan alam yang indah, serba-serbi makanan lokal yang menyehatkan, serta keramah-tamahan masyarakat disana.

Sedangkan orang desa selalu merindukan hiburan yang meriah, merasakan fasilitas mewah serta merasakan kemegahan dan kemudahan hidup di kota yang selama ini tidak mereka temukan di desa.

Namun bukan berarti keduanya akan otomatis benar-benar siap hidup secara total berpindah dari habitatnya masing-masing. 

Kenyataannya, meski orang kota senang tinggal di desa, menepi sejenak dari hiruk pikuk perkotaan, belum tentu mereka akan mampu mengikuti kebiasaan dan cara hidup orang di desa.

Apakah mereka akan otomatis siap bangun pagi-pagi buta sebelum matahari terbit, bertahan hidup dengan kekuatan otot, bekerja kuli, mencangkul sawah, memanggul padi, mencari kayu bakar, mencari rumput, mengambil air dari sungai bila sedang musim kemarau dan berdamai dengan jaringan Hp yang kadang muncul kadang tidak?.

Sebaliknya, meski orang desa kerap merindukan suasana kemegahan, hiburan dan kemudahan fasilitas hidup yang bisa ditemukan di kota, hal ini juga tidak otomatis membuat orang desa mampu beradaptasi dengan cepat dengan kebiasaan dan cara hidup orang kota.

Apakah mereka siap hidup secara mandiri, hidup secara individualistik, bersaing sengit, memutar otak, berdamai dengan polusi, penuh gengsi dengan tuntutan hidup yang tinggi dan kerap di sekat berdasarkan status sosial?.

Saya pribadi pernah merasakan langsung bagaimana tinggal di tengah-tengah keduanya. Saya pernah hidup merantau, bekerja, dan merasakan bagaimana hiruk pikuk kehidupan kota.

Kehidupan dikota begitu terasa, ketika tiap orang hanya memikirkan dirinya sendiri, ambisinya sendiri, kita begitu sibuk dengan urusan masing-masing dan sangat individualistik.

Mandiri adalah salahsatu kunci untuk bisa terus bertahan di kota. Kita tak pernah bisa bergantung kepada orang lain. Beruntung jika kita memiliki lingkaran dan jaringan pertemanan yang luas. Sehingga dikedaan dan masa-masa yang sulit akan ada orang yang bersedia membantu kita.

Berbeda ketika saya hidup di desa. Solidaritas, gotong royong dan keramah-tamahan masyarakatnya masih benar-benar terasa. Saya seperti di kelilingi oleh banyak saudara baru, meski sebelumnya belum begitu saling mengenal.

Kami begitu akrab, kompak dalam urusan relasi sosial. Kami benar-benar merasa terikat satu sama lain, tanpa membeda-bedakan kelas maupun status sosial. Kami semua seragam dalam kebersamaan.

Ketika ada salahsatu warganya yang ingin menggelar hajatan misalnya, baik itu pernikahan, khitanan atau acara lokal lainnya, mereka benar-benar kompak, bersatu, bahu membahu membantu saudara ataupun tetangganya tanpa menunggu perintah. Semua dilakukan atas inisiatif dirinya sendiri.

Salahsatu keunggulan warga desa memang kekuatan sosial nya. Mereka tidak pernah bisa bekerja sendiri-sendiri. Seringkali dalam mencapai dan memuluskan tujuannya, mereka selalu melibatkan banyak orang di dalamnya.

Inilah keindahan dan keharmonisan yang terjadi di desa. Hal-hal semacam itu sangat sulit dan jarang sekali kita temukan di kota.

Anda akan dengan mudah menemukan kepolosan, ketulusan, kebaikan, kehangatan, persaudaraan, di desa. Jika anda membutuhkan dan menginginkan semua itu, datanglah kesana. Anda akan mendapatkan semuanya.

Namun bukan berarti desa selalu lebih baik dari kota, ataupun sebaliknya. Kita juga akan menemukan keunggulan-keunggulan yang tidak bisa kita temukan di desa.

Tentu adapula keunggulan yang bisa kita temukan di kota. Ketika tinggal di kota, biasanya kita akan jauh dari pembicaraan dan perseteruan yang tidak perlu, karena masyarakat kota sibuk dengan urusannya masing-masing ketimbang sibuk dengan urusan orang lain maupun tetangganya.

Hal ini biasanya dapat ditemukan di wilayah komplek perumahan, tiap-tiap warga tidak terlalu serius mengurusi dan mencampuri urusan tetangganya. Mereka selalu sibuk dengan dunianya masing-masing.

Kalau anda hidup desa, ketika ada yang baru beli sawah, bangun rumah, beli tanah atau beli motor baru misalnya, orang sekitar pasti akan otomatis berseloroh, "Wah dia punya motor baru tuh, dapat uang nya dari mana ya?" Atau "Widih si A lagi bangun rumah, dapat kiriman dari siapa ya?"

Itulah kelemahan tak terlihat yang tersemat pada perilaku orang desa, dimana mereka kerap terlalu jauh ikut campur, mengurusi, membicarakan apa-apa yang terjadi dengan tetangganya.

Bahkan mohon ma'af, kalau tidak berlebihan, menurut hemat saya, orang desa itu terlalu banyak basa-basi nya, sehingga hal-hal yang sebenarnya remeh-temeh bisa saja menjadi persoalan yang amat besar.

Selalu ada keunggulan dan kelemahan pada setiap hal didunia ini, termasuk apa yang terjadi pada orang desa maupun orang kota.

Dahulu saya sempat berpikir, mengapa orang desa begitu kaku, sempit, keras kepala dan sulit menerima wawasan atau pola pikir baru dari dunia luar?.

Saya bahkan sempat ingin mencoba mendorong mereka keluar untuk menerima doktrin modern, dan meninggalkan cara-cara tradisional. Agar mereka menjadi lebih maju dan berkembang.

Namun ternyata anggapan saya keliru dan memang sudah sepatutnya mereka terus hidup dengan cara-cara dan pola pikir mereka sendiri.

Biarlah orang desa tetap menjadi orang desa dengan segala keunggulan dan kekuatan sosialnya yang luar biasa. Biarlah orang kota tetap menjadi orang kota dengan segala keunggulan, kemajuan dan modernitas nya.

Semua memang harus begitu adanya, semua sudah sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing di dunia ini. Tidak ada yang perlu di rubah.

Kita hanya tinggal ikut menyesuaikan, apakah lebih cocok menetap dan tinggal hidup di desa, atau lebih cocok menetap dan tinggal hidup di kota?.

Kalau saya pribadi sih, lebih cocok tinggal dan hidup menetap dikota, akan tetapi ingin pula terus merasakan kekerabatan, solidaritas, ketulusan, persaudaraan, kehangatan, kepolosan, kebaikan, keramah-tamahan yang biasa saya dapatkan ketika sedang berada di desa. :)

***

Reynal Prasetya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun