Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Cerita-cerita saya bisa dibaca di GoodNovel: Reynal Prasetya. Kwikku: Reynal Prasetya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Apa yang Harus Dilakukan Orangtua Supaya Anak Tidak Kecanduan Gawai?

26 Mei 2020   20:22 Diperbarui: 26 Mei 2020   20:42 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kecanduan gawai (Sumber : kompas.com)

Tidak sedikit orang tua yang mengeluh betapa sulit nya melepaskan pengaruh gawai dari anak-anak nya. 

Sekarang rupanya anak-anak lebih senang bermain game online atau nonton kartun kesukaan di YouTube ketimbang harus main diluar rumah.

Semakin pesatnya perkembangan teknologi dan masif nya pertumbuhan di sektor digital, memang cukup berpengaruh kepada perubahan gaya hidup kita sehari-hari.

Dengan adanya gawai yang dibekali berbagai macam fitur dan kelebihan ini memang kadangkala membuat kita terlena. Semua jadi serba mudah dan praktis. 

Begitupun ketika mendapati anak yang sering rewel, ketika bingung bagaimana supaya anak bisa betah dirumah, orangtua cukup menyodorkan gawai sebagai solusinya dan voila, anak yang tadinya rewel bisa langsung ceria kembali seketika dan anak yang tadinya tidak betah dirumah bisa tiba-tiba menjelma menjadi anak rumahan. Sangat praktis sekali.

Semakin pola itu terus diulang-ulang, maka lama-kelamaan jelas akan menjadi sebuah kebiasaan.

Banyak orangtua yang tidak mau ribet, tidak kreatif, malas meluangkan waktu bermain dan menjalin kedekatan dengan anak, sehingga mencekok anak dengan gawai menjadi salah satu alternatif cepat untuk menyenangkan sang anak.

Alasannya karena jika tidak diberikan gawai, maka anak akan nangis, merengek-rengek, marah-marah dan alasan lain yang membuat mereka akhirnya menuruti keinginan sang anak.

Sekarang begini, mana yang anda pilih, membiarkan anak lama bermain gawai asal ia tidak nangis merengek-rengek, atau membiarkan anak nangis sejadi-jadinya asal ia tidak kecanduan gawai?.

Membiarkan anak lama bermain gawai dengan alasan menyenangkannya, jelas hanya menciptakan efek jangka pendek. Memang akhirnya sang anak tidak akan rewel atau jadi betah dirumah, tapi efek jangka panjangnya jelas sangat buruk, terutama pada kesehatan mental.

Menariknya, pelaku industri teknologi besar seperti Billgates saja konon tidak mengizinkan anaknya menggunakan gawai. Hingga mereka cukup dewasa dan cukup sadar akan keinginan mereka sendiri.

Pelaku industri teknologi sangat paham, bahwa kecanduan gawai bukanlah hal baik. Sehingga mereka betul-betul ketat menerapkan aturan dan membatasi anaknya dalam penggunaan gawai.

Perlu diketahui bahwa setiap kali anda mencoba menghentikan tangisan anak dengan menyodorkan gawai, maka pada saat itu pula anda sedang menaruh zat dopamine di kepalanya.

Semakin Anda terus membiarkan anak anda bermain gawai dalam jangka waktu yang cukup lama, maka selama itu pula kadar dopamine dalam otaknya akan terus meningkat.

Jadi, otak sang anak akan merekam bahwa satu-satunya kesenangan yang bisa ia temukan hanyalah ada pada gawai.

Gawai kini menjadi sumber kesenangan nya, gawai adalah pemicu dopamine (rasa senang) di dalam otaknya.

Semakin lama dopamine itu terkumpul banyak didalam otak, maka ketika sumber kesenangannya kita rampas, kita ambil, kita hentikan, maka jelas anak akan meronta-ronta meminta kesenangannya di kembalikan. 

Jadi seperti itulah kurang lebih bagaimana rasa candu pelan-pelan mulai tertanam dalam diri sang anak. 

Ketika kita sudah mengetahui bagaimana proses candu itu terjadi, tentu kita bisa memutus pola nya, merubah sumber kesenangan nya. Alihkan kepada hal lain yang lebih memberdayakan sang anak.

Lalu bagaimana langkah konkret nya supaya anak-anak kita bisa terhindar dari kecanduan gawai?.

Sebenarnya kebiasaan untuk tidak terlalu membiarkan anak bermain gawai harusnya dilakukan sejak masih balita.

Karena akan sangat beda pendekatan nya bagaimana memutus pola dan menghentikan kecanduan anak yang baru umur 2 tahun dengan anak yang sudah 12 tahun.

Tentu akan lebih mudah menghentikan kecanduan gawai pada anak yang baru berusia 2 tahun ketimbang anak yang sudah 12 tahun. Beda usia beda pula cara menanganinya.

Karena anak sekarang tuh pintar-pintar dan tidak gaptek loh, ada banyak anak yang baru berusia 2 tahun sekarang sudah eksis main tiktok karena diajari kakaknya atau orang tuanya. 

Ya, bagaimana anak bisa terhindar dari pengaruh gawai, jika lingkungan nya saja malah menstimulus sang anak untuk kecanduan gawai!

Harusnya kita mengajarkan dan menanamkan program yang positif terhadap anak sejak dini, bukan mengajari sesuatu yang un-fadah, bukan mengajari sesuatu yang kurang bermanfa'at.

Apalagi otak anak yang baru berusia 1-5 tahun itu masih belum mampu menilai mana yang baik, mana yang buruk, mana yang positif mana yang negatif, mana yang bermanfa'at dan mana yang tidak bermanfa'at.

Otak mereka bagaikan spons yang akan menyerap informasi apa saja. Mereka hanya mempunyai kemampuan meniru, merekam prilaku orang-orang sekeliling nya.

Jadi, perlu hati-hati dalam mengajari anak yang baru berusia 1-5 tahun ini. Daripada kita membiarkan mereka sibuk dengan gawai, tentu akan jauh lebih baik jika kita latih kemampuan motorik nya dengan cara melakukan aktivitas yang memberdayakan.

Kita bisa mulai merubah kebiasaan anak bermain gawai itu dengan cara mengajaknya bermain, bangun kedekatan dengan anak, ajak dia berkomunikasi, ajak dia melakukan aktifitas-aktifitas yang mengasah kemampuan motorik dan kepekaan sosial nya.

Sedangkan cara untuk mengubah kebiasaan anak yang sudah mulai memasuki masa remaja adalah dengan membuat peraturan yang jelas dan disepakati antara anda dan sang anak.

Contohnya :

  • Peraturan yang disepakati : bermain gawai hanya boleh 2 jam perhari setelah belajar.
  • Konsekuensinya jika dilanggar : denda yang diambil dari uang saku sebesar sekian (jumlah sesuai kesepakatan). Atau mengurangi jatah waktu bermain gawai keesokan harinya.
  • Hadiah bila peraturan tidak dilanggar selama satu bulan penuh : penambahan uang saku selama seminggu, atau anak boleh membeli mainan atau benda yang dia inginkan selama ini.

Tidak harus membuat peraturan yang sama persis seperti diatas, itu hanya ilustrasi. Anda bisa mencoba membuat peraturan nya sesuai versi anda sendiri yang tentu sudah disepakati antara anda dan sang anak.

Intinya buat sebuah peraturan yang berisi punishment dan reward. Buat peraturan yang adil yang disanggupi oleh sang anak. Sehingga dengan adanya peraturan tersebut anda mengajarkan tentang sebuah kedisiplinan kepada sang anak.

Ketika dia ternyata melanggar peraturan, maka anda harus secara tegas memberikan hukuman yang sudah anda sepakati dengan sang anak. Meski dia tidak menerima. Anda harus tetap menjalankan peraturan tersebut.

Sebaliknya ketika dia ternyata mampu mentaati peraturannya, maka anda harus memberikan reward yang sudah disepakati pula sejak awal. Dengan begitu anak anda akan menganggap bahwa dia diperlakukan dengan adil. 

Jangan mencoba-coba bersikap berat sebelah. Anda memberi hukuman ketika anak berbuat suatu kesalahan, sedangkan ketika dia bertanggung jawab terhadap pekerjaan dan tugasnya anda abai dan tidak mengapresiasi nya. Itu namanya peraturan setengah hati.

Tentu masih banyak cara-cara bagaimana mengehentikan kebiasaan anak bermain gawai. Salahsatunya dengan belajar parenting, anda bisa mendapatkan segudang ilmu yang lebih canggih lagi dalam mengontrol kebiasaan anak bermain gawai.

Atau bisa berkonsultasi langsung ke psikolog profesional untuk mendapatkan pencerahan yang bermanfaat bagi pemahaman anda dalam mendidik dan mengasuh anak agar berkembang menjadi anak yang cerdas, unggul, hebat, sukses di masa depan :)

Terakhir mohon diingat, bahwasanya saya bukan psikolog atau ahli parenting, saya hanya tertarik dan mempunyai minat yang besar saja terhadap dua bidang tersebut.

Saya hanya merasa resah dengan fenoma kegagalan orang tua dalam mendidik anaknya, sehingga saya jadi terdorong, untuk mencari tahu, mempelajari apa saja kesalahan-kesalahan yang biasa dilakukan orangtua dalam mendidik anak.

Jadi, tulisan kali ini sedikit banyak nya, saya ambil referensi nya dari sebuah buku berjudul : "Ayah Edy Menjawab Problematika Orangtua Abg & Remaja"

Buku yang sangat bagus dengan gaya penulisan yang sederhana dan mudah dipahami. Buku yang sangat saya rekomendasikan untuk ayah bunda semuanya :)

Oh iya, sedikit informasi, Ayah Edy merupakan seorang konsultan parenting sekaligus penggagas Indonesian Strong From Home, beliau sudah sangat berpengalaman didunia pendidikan. Khususnya anak-anak.

Jadi, tidak perlu ragu, silahkan belajar kepada beliau atau bisa membeli koleksi buku-bukunya di Gramedia terdekat di kota anda.

Terimakasih sudah menyimak tulisan sederhana ini hingga akhir. Semoga bermanfaat...***

Pemerhati dan Pecinta Anak

Reynal Prasetya

Baca Juga : 3 Tipe Orang yang Kecanduan Gadget

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun