Mohon tunggu...
Pelangi Zahra
Pelangi Zahra Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pelangi Zahra adalah nama pena dari Revi Nuraini, S.Pd, seorang guru yang memiliki hobi travelling dan menulis. IG : @Pelangizahra_

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Desaku yang Hilang

23 Oktober 2024   05:54 Diperbarui: 23 Oktober 2024   08:41 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ya. Seperti itulah kira-kira. Makanya perekonomian disini mulai naik daun sejak masa itu dan membuat yang  lain pun berpacu juga untuk mengganti tanaman mereka."

Aku terdiam dan mengangguk paham. Akhirnya rasa penasaranku terjawab sudah. Pantas saja, semua berubah dan tak seindah dulu lagi. Sangat disayangkan sebenarnya. Tapi mungkin karena seiring berjalannya waktu dan pola pikir masyarakat yang semakin maju.

            Ada rasa sedikit kecewa di dalam hatiku setelah menyaksikan semuanya. Niatku pulang kampung ingin mencari ketenangan dnegan suasana lingkungan yang  begitu indah. Tetapi sayangnya itu tak ku dapatkan lagi. Semua sudah berubah. Bukan lagi pohon durian yang ku lihat, malah sudah berganti menjadi pohon sawit yang kini berbaris rapi di setiap lahannya.

            Jika dulu lingkungan terasa sangat sejuk dan sangat minim polusi, namun sekarang malah sebaliknya. Ternyata jalan rusak yang aku lalui tadi bukan karena tidak diperbaiki, namun karena sering dilewati oleh mobil besar yang membeli sawit masyarakat. Tidak ada juga yang mau disalahkan, karena mereka saling membutuhkan. Jadi jangan heran jika jalan desa yang dulu rusak, sekarang malah semakin rusak.

            Mobilpun akhirnya berhenti tepat di halaman rumah tanteku. Setelah membayar ongkosnya, akupun langsung disambbut oleh tanteku. Wanita itu langsung  menarik tubuhku dalam pelukannya. Kami pun larut dalam pelukan kerinduan yang memang sudah lama tidak bertemu. Ku lihat matanya mulai berkaca-kaca selepas memeluk tubuhku.

"Alhamdulillah sampai juga kamu nak. Bagaimana kabar ayah dan ibu?" tanya tanteku.

"Alhamdulillah mereka sehat nte. Mereka menitipkan pesan untuk tante" jelasku lagi sambil kaki kami melangkah masuk ke rumah.

            Mungkin hanya tersisa suasana rumah inilah yang tidak mengalami perubahan. Aku masih dapat merasakan suasana kecilku dulu. Dinding papan dengan tongkat kayu masih menjadi ciri khas rumah ini. Bibirku merekah ketika berdiri tepat di depan pintu belakang. Tetapi senyumku tak bertahan lama, ketika mataku menatap pohon sawit yang kini masih berumur satu tahunan itu.

"Ayo mari makan dulu, tante sudah masak tempoyak ikan patin kesukaanmu" ujar tante sambil membuka tudung saji.

"Ah tante, merepotan saja" ucapku sambil memeluk manja tubuh wanita itu.

"Tidak apa-apa, tante sengaja membeli tempoyak kemarin di pasar."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun