Mohon tunggu...
Pelangi Zahra
Pelangi Zahra Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pelangi Zahra adalah nama pena dari Revi Nuraini, S.Pd, seorang guru yang memiliki hobi travelling dan menulis. IG : @Pelangizahra_

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Desaku yang Hilang

23 Oktober 2024   05:54 Diperbarui: 23 Oktober 2024   08:41 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

          

         Mobil terus melaju membawaku menyusuri jalan desa yang mulai asing bagiku. Seingatku sudah hampir lima tahun  tidak menginjakkan kaki di desa kecilku ini. Bukan tidak rindu atau tidak ingin pulang, hanya saja aktivitas pekerjaan yang  memang padat membuatku kesulitan mencuri waktu. Untung saja minggu ini aku dapat cuti tahunan, sehingga bisa menuntaskan rindu yang sudah lama terpendam.

            Sesekali tubuhku terasa bergoyang ketika mobil melewati jalan rusak. Ku kira setelah beberapa tahun tidak pulang jalannya sudah diperbaiki, namun ternyata masih sama. Padahal jika dilihat dari kehidupan masyarakatnya, perekonomian mereka semakin membaik. Mataku terus menyapu gedung-gedung besar, rumah mewah dan alat transportasi yang rata-rata dimiliki setiap rumahnya. Sangat disayangkan, jika akses jalannya masih seperti itu.

            Aku mendengar kabar dari ibu semalam, mungkin kehidupan di desa saat ini juga sudah sangat jauh berubah dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Semakin membaiknya perekonomian mereka, rupanya berdampak pada sikap sosialisasi mereka yang muali berkurang. Bahkan budaya gotong royong saja sudah mulai ditinggalkan. Mereka yang memiliki uang lebih senang membayar orang untuk diperkerjakan daripada harus meminta bantuan masyarakat lain. Mulai ada rasa gengsian antara masyarakat ketika meminta tolong, padahal dulu itu menjadi budaya yang selalu dilestarikan.

Baca juga: Masa yang Usai

            Pandanganku kini tertuju pada kiri kanan jalan. Benar saja, sudah banyak perubahan yang terjadi di desaku. Pepohonan hijau yang biasa menyambutku pulang, kini sudah tak kutemui lagi. Jangankan pohon besar, rumput liar yang biasa menari di terpa anginpun seakan kasat mata. Ku buka kaca jendela mobil, sengaja kepalaku sedikit keluar agar terlihat jelas apa yang ada di depan mata.

            Keningku berkerut, seakan tak percaya apa yang aku lihat. Bagaimana mungkin secepat ini desaku berubah?.  Mataku terus menyapu jalanan, berharap apa yang aku lihat dulu masih bisa terlihat. Tetapi nihil, ketika mobil sudah melewati hampir setengah jalan desa tetap saja pepohonan hijau tempat burung  bersarang tak lagi terlihat. Hanya hamparan tanah kosong dan terdapat asap menggempul di tengahnya. Sepertinya pemilik kebun baru saja membersihkan lahannya.

 "Sudah jauh berbeda ya pak suasana desa sekarang" ketusku pada supir yang sedari tadi fokus pada jalan.

"Iya. Beginilah kondisi desa kita, sudah tidak serindang dulu lagi" jawab pak supir.

Baca juga: Hati yang Mengalah

"Mau ditanam apa lahan mereka ini pak?" tanyaku lagi.

Baca juga: Kerikil Penantian

"Apalagi kalau bukan sawit. Rata-rata masyarakat disini sekarang sudah memiliki kebun sawit sendiri. Bahkan jika mereka tak ingin mengolahnya, nanti bakal ada PT yang bersedia membeli lahan kosong mereka dan mengubahnya menjadi kebun sawit." Jelas pak supir.

"Ohh, kebun sawit rupanya. Pantas saja, pohon besar dan hutan banyak ditebang ya pak!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun