Mohon tunggu...
Revaputra Sugito
Revaputra Sugito Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

We Love Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Politik

Logika Bodoh Ketua KPK Agus Raharjo dalam Kasus Sumber Waras

20 Juni 2016   20:49 Diperbarui: 20 Juni 2016   21:09 3320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana mungkin seseorang sekelas Ketua KPK bisa berubah-ubah menyatakan pendapatnya tentang sebuah Kasus?

Sebelumnya KPK sudah menyatakan Berdasarkan Hasil Penyelidikan KPK terhadap Kasus Sumber Waras selama setahun terakhir disimpulkan bahwa Pembelian Lahan Sumber Waras tidak ada unsur Korupsinya. Tetapi pernyataan tersebut akhirnya dianulir dengan menyatakan bahwa Bisa Saja ada Mall Administrasi Tetapi Belun Tentu Tindak Pidana. Catat ini kawan.

Kata “Bisa Saja” itu menyiratkan Belum Ada Keputusan Final. Masih harus diselidiki lagi. Masih harus didalami lagi. Itulah yang saya katakan bahwa KPK Jilid 4 Masuk Angin dan Tidak Profesional. Lembaga Penegak Hukum sekelas KPK ini tiba-tiba menjadi plintat-plintut didalam membuat pernyataan.

Lalu kita bicara dengan Substansi berikut. “Ada Pelanggaran Administrasi Yang berpotensi menimbulkan Kerugian Negara Rp.191 Milyar tetapi belum tentu ada korupsinya”. Catat ini kawan.

Pahami dulu istilah Korupsi, kawan. Defenisi Korupsi adalah Setiap Tindak Perbuatan yang dilakukan Pejabat Negara yang merugikan Negara. Inilah Defenisi Korupsi yang paling mudah dipahami.

Mengapa Pejabat yang menerima Gratifikasi dengan nilai diatas Rp.300 ribu dapat dikategorikan telah melakukan perbuatan Korupsi?

Jawabannya adalah Karena dengan menerima Gratifikasi sejumlah tersebut maka dapat diindikasikan Pejabat tersebut kemudian akan membalas kebaikan hati si Pemberi Gratifikasi. Dengan wewenang yang dimiliki pejabat yang Menerima Gratifikasi tersebut akan ada potensi untuk melakukan suatu kebijaksanaan yang menguntungkan Pihak Pemberi Gratifikasi sekaligus Merugikan Negara. Sederhana kan?

Jangankan sudah dalam bentuk Gratifikasi, baru menerima janji untuk mendapatkan Gratifikasi saja sudah dapat dikenai pasal Korupsi. Contoh kasus adalah Lutfhfi Hasan Issac dari PKS. Luthfi Hasan tidak merugikan Negara dan Uang Gratifikasinya belum diterimanya (yang Rp. 1 Milyar tersebut) tetapi sudah didakwa melakukan Korupsi.

Jadi Kesimpulannya Korupsi itu bukan sesederhana Hanya Unsur Memperkaya Diri Sendiri saja. Setiap Pejabat yang memperkaya orang lain atau Memfasilitasi Pihak Lain dengan menggunakan Jabatannya dan berpotensi merugikan Negara sudah termasuk dalam kategori Melakukan Tindak Pidana Korupsi.

BPK sudah menyatakan secara Final bahwa Negara Telah Dirugikan senilai Rp.191 Milyar. Logika Waras kita akan menyimpulkan bahwa : Dengan kondisi tersebut maka Pasti ada Pihak lain juga yang diuntungkan senilai angka tersebut.

Masa iya ada yang dirugikan tetapi tidak ada yang diuntungkan? Negara telah dirugikan jadi Logika Warasnya adalah pasti ada Pihak Yang diuntungkan baik oleh Pejabatnya atau Suatu Pihak Lain. Dan siapapun yang menyebabkan hal tersebut bisa dikenai Pasal Korupsi. Itulah Logika Waras seharusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun