Lama-lama saya makin betah di Kompasiana karena kondisinya semakin lucu-lucu di kolom politik. Ada hiburan tersendiri melihat style para Ahoker. Hahaha. Semakin terbukti bahwa para Ahoker seperti yang saya duga bahwa mayoritas level mereka memang sekelas ABG-ABG yang culun-culun. Ups.
Saya tidak tahu tepatnya tetapi sepertinya sosok Angry Bird membuat kebanyakan dari mereka sangat terobsesi. Baru 3 bulan nongol di Kompasiana ternyata akun Angry Bird sangat ngetop. Bahkan dari mereka ada yang sudah mengakui bahwa Angry Bird adalah Hater Terfavorit. Ini lucu sebenarnya. Saya dianggap sebagai Hater tetapi mereka juga memfavoritkan saya. Masa yang begitu tidak lucu? Hahaha.
Kalau tidak salah dari para Ahoker yang ada di Kompasiana ini sudah lebih 20 tulisan mereka buat khusus tentang Angry Bird. Ya begitu deh. Satu menulis artikelnya, puluhan lainnya berkomentar atau tepatnya membully Burung Tukang Ngamuk ini. Kakakakakaa. Apakah itu masalah? Tentu tidak. Orang artikel-artikelnya rata-rata lucu-lucu kok. Haha.
Saya tidak pernah tersinggung dengan bully-an mereka. Saya menganggap mereka ABG-ABG culun yang sedang membully karena mempermasalahkan hal-hal sepele. Atau mungkin juga saya sudah menganggap mereka dalam kondisi kurang waras akibat Sumber Waras jadinya membully hal-hal yang tidak penting. Hahahaha.
Kelas saya bukan seperti mayoritas para Ahoker. Beberapa dari mereka cukup saya hormati. Sebut saja Assaro Lahagu, Semuel Lucy, Ninoy Karundeng dan satu-dua orang lagi. Tetapi yang lainnya sungguh lucu-lucu. Saya sebut saja antara lain : Penjaga Warnet Simbok Jossie Rampisela yang kalau kalah debat suka menyebut orang sebagai Dunga-Dungu, atau si Waria Ketumba (Waria Ketumbuk Kuda) yang hobinya berkomentar Nonok-nonok, atau Akun-akun Tuyul dari Tangerang yang tidak punya kerjaan lain selain nyundulin artikel-artikel teman-temannya. Kakakakaka. Jelas Level saya bukan seperti mereka.
Oh ya si Waria ketumbuk Kuda ini kemarin bikin artikel untuk menyanggah saya. Hahaha. Geli saja melihatnya. Si Waria ini sering saya hapus komentarnya di lapak saya karena sering bicara Nonok-nonok. Kasihan sebenarnya. Sudah 2 bulan lebih saya sering menghapus komentar-komentarnya, tetapi eh masih saja nekat dan pengen dekat-dekat saya. Setiap hari dia selalu mencari-cari artikel saya untuk dikomentarinya.
Saya agak seram dengan Waria sebenarnya. Sama dengan simbok Jossie, si Waria Ketumbuk Kuda ini sangat terobsesi dengan Burung Ngamuk. Kemana saja saya buat artikel pasti selalu dikejar. Haha. Dan kemarin dia membuat artikel tentang salah ketik dari Angry Bird. Apa ngga lucu, kalau sebuah salah ketik dijadikan bahan artikel? Hahaha.
Pada artikel saya yang menyanggah artikel pak Assaro Lahagu, ada satu poinnya yang membicarakan Ahok tidak menghargai Ketua-ketua RT di DKI. Padahal tugas mereka sangat berat. Mengabdikan diri ke masyarakat. Setiap ada masalah diantara masyarakatnya, pastilah Ketua RT yang harus memikul tanggung jawabnya. Honor mereka sangat kecil dibandingkan PNS DKI yang bisa minimal mengantongi Rp.5 Juta-Rp.8 juta per bulan. Honor mereka hanya Rp.900 ribu per bulan. Berarti hanya Rp.30 ribu per hari.
Dengan honor seminim itu, ternyata mereka masih dipaksa oleh Gubernur Podomoro untuk melakukan tugas tambahan yaitu memfoto kegiatan-kegiatan warga setiap harinya sebanyak 3 kali, kemudian harus diupload ke aplikasi Qlue agar bisa dilihat oleh Ahok. Ini sangat merepotkan bagi para Ketua RT. Tapi Ahok tidak mau tahu itu. Dia malah mengancam akan memotong honor para Ketua RT kalau tidak mengupload foto. 1 foto bernilai Rp.10.000, jadi kalau dalam sebulan harus ada 90 Foto. Kalau kurang maka akan dipotong senilai foto yang belum diupload. Ahok juga menyuruh para RT mundur kalau tidak mau menuruti perintahnya. Apa tidak arogan pemimpin seperti ini? Apa tidak miris melihat pemimpin seperti itu?
Itulah salah satu substansi yang saya tulis dalam artikel kemarin. Bagaimana mungkin ada seorang pemimpin yang tega memperlakukan para RT seperti itu. Tetapi rupanya ada salah ketik dalam artikel saya itu. Saya menulis jumlah Rp.900 ribu/bulan berarti Rp.3 ribu /hari. Salah ketik karena “0” ketinggalan. Atau anggap sajalah saya salah hitung. Itu bisa terjadi karena artikel itu sepanjang 6 Halaman. Tidak mungkin setiap huruf mampu saya koreksi.
Pagi Jam 7.00 saya publish, jam 10 an ada komentar masuk dari bencong yang gede sebelah dadanya gara-gara gagal operasi yang menyebut Rp.3 ribu x 30 = Rp.90 ribu. Saya biarkan saja karena tidak punya waktu untuk membalasnya. Lagipula hal itu sepele sekali karena merupakan salah ketik. Kalau orang cerdas pasti tahu itu salah ketik dari 6 halaman yang ada.
Masalahnya saya benar-benar lupa kalau faktanya banyak Ahoker yang tidak cerdas. Hahahaha. Dan salah satunya si Waria ketumbuk Kuda itu yang menjadikan salah ketik saya sebagai sebuah artikel. Hahahaha. Dan tertawa saya semakin keras karena Artikel itu ternyata masuk artikel Terpopuler di Kompasiana dan dikomentari (dibully) oleh puluhan Ahoker. Hahahahaha. Salah ketik pun dibully. Hahahahaa. Yo wislah. Memang kelasnya mereka hanya sampai disitu. Memang mereka juga sedang kurang waras. Haha. EGP.
**Akhirnya Ahok Diserang Darimana-mana, Tempo, ICW, LBH, Pakar Hukum Dan lainnya. Ahok Sudah Berada di Ujung Tanduk**
Ahok adalah Pendekar Jurus Ngeles. Idiom ini sudah sangat terkenal di Indonesia. Satu-satunya Gubernur se Indonesia yang punya Jurus Ngeles adalah Ahok. Dan sang Pendekar ini hobbinya berantem mulut, kayak wadon. Semua orang dilawannya dengan mulut bawelnya yang kadang sangat kotor. Tidak ada pihak yang benar di mata Ahok. Semua orang harus salah dan Ahok akan selalu benar.
Kebenaran Ahok itu mutlak bagi para Umat-umatnya. Mereka dengan gagah berani dan super tega tanpa merasa bersalah sedikitpun akan membully siapapun yang berusaha menyalahkan Ahok. Pokoknya Ahok tidak boleh disalahkan sama sekali. Jangankan oleh DPRD DKI, sama Ketua-ketua RT pun Ahok berantem. Sama Penjaga Pintu Air, Ahok berantem. Sama Penggali Galian kabel, Ahok berantem. Pokoknya sama siapa saja Ahok pasti berantem. Berantem mulut dan koar-koar di media. Tetapi ya itu tadi. Semua orang pasti salah. Dan Ahok selalu benar di mata para umatnya.
Makanya ada yang memplesetkan kalimat tafsiran dari sebuah doa. Maha Benar Allah dengan segala FirmanNya, diplesetkan menjadi Pasti Benar Ahok dengan segala Jurus Ngelesnya. Hukum yang berlaku bagi para umatnya. Hahahaha. Kasihan benar yaa mereka yang menjadi umat Ahok?
Seperti halnya Hukum Universal yang berlaku bagi para Pembohong sedunia, dipastikan Ahok akan selalu termakan omongannya sendiri. Catet ini, kawan.
Dalam artikel kemarin saya mempermasalah Bantahan Ahok di hari kamis sebelumnya. Ahok mengaku tidak kenal akun twitter @Kurawa yang membela dirinya mati-matian dan menyerang tempo terus-terusan. Ahok bilang tidak kenal. Saya langsung menertawakan dan menuliskannya. Kenapa, karena semua orang tahu persis bahwa pada tanggal 8 April 2016, Ahok mengundang para Buzzer Twitter (termasuk @Kurawa) untuk minum-minum bir di rumahnya. Ada fotonya yang menjadi trending topic di Twitter. (Ketika Teman Ahok menjadi Teman Mabok). Tapi ya dasar tukang bohong, Ahok begitu gampangnya mengatakan tidak kenal dengan akun @Kurawa.
Pada hari kamis ketika Ahok bilang tidak kenal @Kurawa, maka @Kurawa juga bilang dia tidak kenal Ahok tetapi hanya membela berdasarkan penilaiannya bahwa Ahok itu jujur (Prett). Hahaha.
Tapi kemarin setelah diketawain banyak Netizen karena ketahuan bohongnya, Ahok memakai Jurus Ngeles lagi. Ahok meralat ucapannya. Dia ngotot tidak kenal akun @Kurawa tetapi kenal dengan Rudy Valinka dan pernah 3-4 kali bertemu. Hahahahaa. Benar-benar seperti anak-anak , jurus ngelesnya. Biarin deh. Berikutnya kita lihat lagi bahwa semakin lama akan semakin banyak Ahok ditelan omongannya sendiri. Simak berikutnya, kawan.
Kita semua sudah tahu bahwa menjelang Ramadhan ini ternyata Tempo sudah mendapatkan HidayahNya. Sudah sadar dan sudah tidak membela Ahok mati-matian lagi. Orang salah kok dibela mati-matian? Ya jelas tidak waras.
Kesadaran Tempo itu ternyata sudah menular ke lain-lainnya. ICW yang sebelumnya sempat mabok terima duit dari Ahok ternyata sudah sadar juga. Perludem juga sudah sadar. Sementara LBH sudah semakin tajam mengkritik Ahok. Begitu juga pakar-pakar Hukum yang ada.
Saya ingat waktu ICW sedang mabok bersama Ahok. ICW yang selama ini dikenal sebagai Pegiat Anti Korupsi bukannya mengurusi dugaan korupsi Ahok di Sumber Waras tetapi malah melaporkan Ketua BPK DKI atas pelanggaran Etika. Lucu sekali kan? Pelanggaran Etika pejabat BPK diungkit-ungkit sementara ada Dugaan Korupsi Ratusan Milyar rupiah di Sumber Waras kok malah dibela.
Lucunya ICW membela Ahok dengan tanpa substansi. ICW menyalahkan BPK yang menggunakan Perpres N0.71 Tahun 2012 untuk menjerat Ahok. Menurut ICW harusnya BPK menggunakan Kepress No.40 tahun 2014. Hahaha. Padahal anak kecil juga tahu bahwa Keprres No.40 hanya terdiri dari 2 pasal yang menyempurnakan Perpress No.71 . Sementara substansi pelanggaran Ahok dalam 6 Tahapan Pengadaan Tanah malah tidak dibahas sama sekali oleh ICW. Hahaha.
Waktu ICW membela Ahok, Ahok pun sesumbar : Kalau dirinya bersalah di Sumber Waras, Pasti ICW akan menyerangnya.Okelah kita ikuti apa omongan Ahok.
Besok-besok kita akan lihat Ahok akan bicara apa soal ICW, karena pada hari Kamis lalu ICW sudah mulai berani menyalahkan Ahok. Tepatnya hari Kamis 26 Mei 2016, ICW mengeluarkan beberapa pernyataan soal Skandal Reklamasi. Ada berita di Republika dengan judul : ICW: Ahok Salah Artikan Diskresidan berita dengan judul : ICW : Ahok Melanggar Aturan.
Dalam kedua berita itu sangat jelas ICW kembali “normal” melihat permasalahan. Seperti yang sudah saya bahas berkali-kali pada artikel-artikel sebelumnya, bahwa Penarikan Dana Kontribusi Tambahan oleh Ahok sama sekali tidak bisa dikategorikan sebagai Diskresi. Sifat Diskresi yang dimaksudkan dalam Pasal 1 No. 9 UU No.30 tahun 2014 adalah Dalam suatu Kondisi yang mendesak, dimana Kepala Daerah harus mengambil sebuah kebijakan sementara UU yang ada belum ada satupun yang mengatur tentang hal itu, maka Kepala Daerah diberi keleluasaan Undang-undang untuk mengambil Kebijaksan yang menguntungkan Pemerintah/ Rakyat.
Itulah Esensi sebuah Diskresi. Harus ada kondisi yang sifatnya mendesak untuk mengambil sebuah keputusan. Sementara Tarikan Kontribusi Tambahan yang menurut tafsiran o’on Ahok itu nyata-nyata belum mendesak sama sekali. Proyeknya saja belum dilakukan, DPRD masih punya banyak waktu untuk menggodok Perda nya. Ahok masih bisa menunggu Perda dulu barulah menerbitkan Pergub untuk Kontribusi Tambahan itu.
Jadi dengan terburu-burunya Ahok menarik Dana Kontribusi Tambahan itu menurut ICW Ahok telah melanggar aturan. Begitulah faktanya, bahwa dengan logika umum sudah sangat jelas Ahok melanggar Aturan Perundang-undangan. Berani sekali Ahok terima uang (tunai non tunai) ratusan milyar rupiah dari Podomoro tanpa payung hukum.
Disisi lain, dari LBH Jakarta, hari jumat kemarin juga ada berita lewat Republika dengan judul : “Tambahan Konstribusi Reklamasi, LBH : Diskresi Ahok Ilegal”. Seperti dua berita sebelumnya dari ICW, berita dari LBH DKI juga tidak diliput sama sekali oleh Kompas.com, Tribune dan Detiknews. Hahahaha. Parah nih ketiga media ini.
Menurut Ketua LBH Jakarta, Muhammad Isnur , cara Ahok meminta Dana Kontribusi Tambahan itu analoginya seperti ini :”Kalau saat ini seperti misalnya Petugas Dishub DKI meminta tambahan kontribusi dari Angkot (Angkutan umum), dengan alasan Diskresi maka dia menaikkan jumlahnya dari Rp.5.000 ke Rp.10.000 ya jelas itu salah”. “Ya itu Ilegal”, kata Muhammad.
Begitu juga suara-suara dari Pakar-pakar Hukum Tata Negara seperti Mahfud MD yang sudah mengatakan Diskresi Ahok itu salah, Pakar hukum lainnya yaitu Margarito Kamis malah lebih galak lagi mengomentari soal Diskresi ini.
Pada berita di Republika (Jumat 27 Mei) yang berjudul , “Pengamat : Ahok Bohong Soal Diskresi”, Margarito Kamis menyatakan Ahok telah berbohong dalam menggunakan Hak Diskresinya. Ahok berusaha menggunakan dalih UU No.30 tahun 2014 untuk melindungi kesalahan-kesalahannya.
“Ahok itu bohong itu dia. Kalaupun Penetapan dilakukan setelah ada UU Nomor 30 tahun 2014 tetap saja dia lakukan itu salah,” kata Margarito. (Red : Ahok menetapkan Perjanjian Preman tanggal 18 Maret 2014 sementara UU No.30 tahun 2014 dikeluarkan pemerintah oktober 2014).
Menurut Margarito , Ahok melanggar 4 syarat untuk sah nya sebuah Diskresi seperti harus berdasarkan asas-asas Pemerintahan yang baik, tidak menimbulkan konfilik kepentingan, tidak bertentangan dengan UU lainnya dan harus ada Niat Baik.
“Keempat syarat itu bersifat Akumulatif (harus terpenuhi semuanya), bukan bersifat alternative yang bisa dipilih salah satu diantaranya. Tidak begitu.” Ujar Margarito menjelaskan.
Nah sampai disini mungkin kita semua harus jujur dan berintropeksi diri.
Ketika semua orang yang waras sudah berbicara bahwa Ahok itu bersalah dalam Perjanjian Premannya, Masihkah Para Ahoker menderita Delusi dan tidak percaya kenyataan yang ada?
Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H