Mohon tunggu...
Revaputra Sugito
Revaputra Sugito Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

We Love Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kalau Ahok Batal Jadi TSK, Memangnya Masalahnya Sudah Selesai?

18 Mei 2016   05:58 Diperbarui: 18 Mei 2016   06:59 1754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya membayangkan kalau saya seorang Ahoker tentu dalam beberapa hari terakhir ini saya sudah stress berat. Haha. H2C alias Harap-harap Cemas dan Menghitung Hari. Setiap hari doanya pasti, Ya Tuhan tolong jangan sampai Ahok jadi TSK. Haha. Begitulah. Tetapi juga yang saya lihat pada banyak Ahoker di Kompasiana ini malah sejak 2 bulan yang lalu sudah terlihat stress. Kasihan ya. Hehehe.

Beda dengan Kompasiana, kalau di Facebook dan Twitter sekarang. Sudah tidak ada lagi yang posting-posting kehebatan Ahok. Sudah pada tidak berani lagi. Ada 2 hal yang membuat Cyber Army Ahok tidak berani memposting “kehebatan” Ahok. Yang pertama memang tidak ada hal yang bisa memastikan bahwa Ahok itu hebat. Hebat dari Hongkong kata pak Arke kalau tidak salah. Haha.

Yang kedua, dalam dua bulan terakhir setiap mereka posting tentang Ahok di Facebook pasti saja ada yang membantah postingannya. Yang posting satu orang, yang membantah lebih 10 orang, jadi ya keok terus haha. Kemarin saya lihat sempat ada yang posting foto-foto Got-got yang bersih.

Tidak bersih sebenarnya tapi lumayan lah. Got-got di Jakarta sudah puluhan tahun kebanyakan airnya berwarna hitam. Nah di foto-foto itu airnya berwarna Coklat agak muda. Ya lumayan kalau dibandingkan dulu. Tapi kasihan karena komentar-komentar yang masuk pada postingan itu lucu-lucu.

Ada yang bilang yeee itu kalinya disiram sitrun atau tawas dulu segerobak terus difoto. 15 menit lagi juga item lagi airnya. Haha. Lalu ada lagi yang komentar, itu kan yang difoto memang begitu karena beberapa meter agak dibelakang Gotnya memang dibendung dan ada jala-jala yang nyaring kotorannya. Hahaha. Dan yang satu lagi komentarnya, iya Ahok memang hebat. Siapa dulu di belakangnya. Agung Podomoro gitu loh. Dana Preman gitu loh yang dipake. Kalau ada duitnya ya tinggal suruh orang bersihin sebentar, tinggal difoto terus diupload. Hahaha. Ya begitulah. Rupanya nama Ahok benar-benar sudah jatuh belakangan ini.

**Intermezzo Dikit**

Nah kalau di Kompasiana, malah para Ahoker lebih parah lagi kelakuannya. Saya sering tertawa sendiri melihat tingkah mereka. Mereka memang sudah 2 bulan terakhir menyebut saya sebagai Angry Bird. Saya memang pengkritisi Ahok. Kebetulan saya orangnya agak pinter-pinter dikit jadi setiap bikin artikel sangat sulit dibantah. (mungkin Haha). Akhirnya gara-gara itu para Ahoker di Kompasiana menjadi benci banget sama saya. Haha.

Saya mencatat sedikitnya ada 7 orang dari mereka sampai menulis artikel tentang Angry Bird. Malah ada 2 orang yang kalau tidak salah sudah membuat 3-4 artikel yang membahas tentang Angry Bird. Kasihan yaa, begitu terobsesi dengan saya. Kkkkakakaka.

Kemarin juga ada artikel yang membully saya. Dia pakai Gambar-gambar meme untuk mengejek saya. Bukan saya sebenarnya yang diejek tetapi gambar Angry Bird. Hahahaha. Angry bird kan Avatar iseng yang saya pakai. Hahaha. Tentu saja saya melihatnya tidak tersinggung. Yang pertama itu gambar Angry Bird memang tidak berhubungan dengan karakter saya, dan yang kedua saya melihatnya sebagai angry bird sedang dibully oleh orang-orang tidak waras. Hahahaha.

Pelampiasan Dendam Terpendam dari mereka kelihatannya. Hahaha. Sudah 3 bulan ini artikel-artikel saya yang mengkritisi keras Ahok tetapi tidak ada satupun artikel yang mampu disanggah mereka. Akhirnya hanya itulah satu-satunya cara untuk menyerang saya. Hahahaha. Kasihan banget mereka.

Lucunya lagi Admin Kompasiana membiarkan begitu saja ketika ada seorang Kompasmania dibully oleh segerombolan Kompasmania lainnya. Haha. Tidak masalah buat saya kalau Admin begitu. Toh yang rugi nantinya juga Kompasiana sendiri.

Seperti halnya Kompas.com, Detiknews dan Tempo, Admin Kompasiana adalah Ahoker. Dan sepengamatan saya, Admin Kompasiana juga punya ketakutan tersendiri dengan Angry Bird. Belasan kali terjadi artikel-artikel Angry Bird dijegal terus posisinya. Admin sangat ketakutan kalau ada artikel saya yang bisa masuk di Kolom Terpopuler, Trend di Googel dan Nilai Tertinggi. Hahaha.

Kemarin juga demikian. Puluhan komentar dan vote yang masuk di artikel saya tidak dihitung Admin sehingga tidak bisa tembus ke 5 besar Nilai Tertinggi. Hahaha. Yang paling sering terjadi itu di kolom Terpopuler. Selalu saja artikel Angry Bird dijegal. Hahaha. Saya sudah malas complain karena sudah belasan kali complain. Biarin aja. Kasihan nanti mereka dimarahi bos mereka kalau artikel Angry Bird keseringan masuk kolom-kolom tersebut dan mencetak banyak hit pembaca.

**Ahok Tidak Jadi Tersangkapun Ahok Sudah Tamat**

Kalau saja saya atau teman saya punya Lembaga Survei, pasti kami akan mengadakan Survei Elektabilitas untuk Ahok. Bayangan saya simple. Kami buka posko di 5 wilayah Jakarta. Kami minta bantuan responden untuk menjawab surveynya. Tawarkan saja Payung Gratis kalau responden bersedia menjawab pertanyaan survey. Syaratnya mereka harus menunjukkan KTP mereka adalah KTP DKI.

Kami akan butuh sekitar 500 responden. Tinggal catat namanya siapa, tinggal dimana, umur berapa dan agamanya apa. Beri mereka 10 pertanyaan tentang Jakarta dan tentang Gubernur yang diharapkan nanti. Kasih mereka pilihan 5 nama saja. Misal : Ahok, Risma, kang Yoto, Djarot dan Yusril. Lihat hasilnya.

Saya prediksi dan rasanya saya yakin kalau nama Ahok tidak akan lebih dari 35%. Dan dari responden yang memilih Ahok tersebut 85% dari mereka beragama non muslim. Mudah sekali membacanya.

Jadi menurut saya, trend elektabilitas Ahok itu sudah dalam posisi menurun secara significan. Dalam 2 bulan ke depan, para pendukung Ahok tinggal 3 kalangan saja. Yang pertama kalangan dari etnis Ahok, yang kedua yang satu Keyakinan dengan Ahok dan yang ketiga para ABG culun-culun yang tidak cerdas. Tidak cerdas disini saya maksud adalah mereka yang tidak mampu melihat/ menilai Kasus-kasus yang membelit Ahok yaitu Sumber Waras dan Skandal Reklamasi.

Hanya 3 kalangan inilah yang tersisa dari pendukung Ahok. Jangankan masyarakat luas, para PNS DKI saja mayoritasnya tidak bersedia dipimpin oleh Ahok, apalagi masyarakat luas. Sehingga dengan begitu bisa dikatakan Ahok sudah tamat Riwayatnya.

**Mengapa Sumber Waras dan Skandal Reklamasi Menghancurkan Ahok?**

Satu hal yang harus diingat adalah tentang Opini Publik. Opini Publik ini adalah suatu kekuatan yang sangat besar dan kadang menjelma menjadi Hukum Yang Tidak Tertulis.

Contoh, Kasus Rekening Gendut Budi Gunawan. Secara Hukum Komjen BG tidak bersalah. Mau didebat ahli hukum manapun memang BG tidak bersalah. Tapi apakah menurut masyarakat luas seperti itu? Setahu saya tidak. Di mata masyarakat luas setahu saya BG masih dianggap bermasalah.

Dulu waktu masih sekolah juga ada Kasus Dana Non Budgeter Bulog yang diterima Akbar Tanjung. Kalau tidak salah Rp. 40 Milyar. Oleh Akbar begitu ketahuan media, dana itu langsung dikembalikan. Lucunya lagi yang saya baca di Google, Akbar Tanjung sempat memberikan dana itu kepada Yayasan Yatim Piatu tetapi Akbar sendiri lupa nama yayasannya. Bagaimana mungkin Dana sejumlah itu diberikan pada satu pihak tetapi nama pihak itu sampai lupa. Haha.

Kasus itu tidak jelas penyelesaiannya dan Akbar Tanjung tetap tidak dikenai hukuman. Meskipun begitu nama Akbar Tanjung sudah hancur gar-gara kasus itu. Penjelasan Akbar yang mencla-mencle pada kasus itu membuat masyarakat memvonis Akbar pasti bersalah.

Lalu bagaimana dengan Ahok?

Yang jelas Ahok sebulan terakhir ini sudah terlalu sering Mencla-mencle dalam memberi pernyataan ke Publik. Saya mencatat beberapanya saja. Saya tidak ingin membahas yang dulu-dulu bagaimana Ahok sering meralat ucapannya. Kita focus pada sebulan terakhir saja.

Pertama, Sebulan lalu ketika Ahok sedang meresmikan satu RPTRA di Kelapa Gading, Ahok mendengar KPK melakukan OTT terhadap sahabat Ahok yaitu Ariesman Widjaja (Dirut Agung Podomoro). Berita beredar Ariesman ditangkap karena Menyuap Sanusi untuk Raperda Reklamasi. Ahok kaget dan sempat mengatakan ke media bahwa Agung Podomoro tidak berhubungan dengan Proyek Reklamasi.

Ini jelas Tukang Tepu. Semua orang sudah tahu bahwa Pengembang yang menggarap Pulau G Reklamasi adalah PT. Muara Wisesa dimana perusahaan itu adalah anak perusahaan Agung Podomoro Land Tbk. Kok Ahok nekat ya membohongi public?

Kedua, Ketika KPK mengumumkan beberapa orang yang dicekal gara-gara kasus itu. KPK menyebut nama Sunny Tanuwijdaja. Ahok yang mendengar itu langsung mengatakan Sunny adalah Mahasiswa Magang. Bohong lagi rupanya. Tetapi KPK mengatakan Sunny Tanuwidjaja adalah Staff Khusus Ahok.

Belakangan baru Ahok mengakui bahwa Sunny Tanu adalah teman lamanya yang punya Konsultant Politik. Jadi selama ini Ahok “memelihara” Konsultan Politik yang diizinkannya berkantor di Balai Kota DKI.

Ketiga, pada hari kamis lalu ada berita di Tempo yang mengabarkan bahwa berdasarkan informasi dari sumbernya di KPK, ada pengakuan dari Ariesman Wijaja bahwa Ahok telah menerima ratusan milyar rupiah dari Agung Podomoro sebagai Dana Kontribusi Tambahan Reklamasi. Ada 2 poin disini, yang pertama adalah Setoran Rp. 6 Milyar untuk Mobilisasi 5.000 Personil Polri yang menggusur kawasan Kalijodo dan pembayaran ratusan milyar lainnya untuk pembangunan wilayah Jakarta Utara berkaitan dengan Dana Kontribusi Tambahan yang belum ada Payung Hukumnya.

Kita focus pada Rp.6 Milyar itu dulu yang disebut dipakai untuk Mobilisasi 5.000 Personil Polri. Ahok langsung membantahnya. Pertama Ahok bilang Hal itu tidak benar sama sekali. Ahok mengatakan Dana Penertiban Kalijodo berasal dari Pos Pembelanjaan APBD 2016. Faktanya dalam APBD 2016 Dana Penertiban DKI hanya berjumlah Rp. 2 Milyar (sudah saya bahas di artikel yang lalu.). Dana itu untuk belasan kali Penertiban. Jadi kalau kalau untuk Kalijodo sendiri dana yang tersedia hanya sekitar Rp.150 juta. Sementara Personil yang dikerahkan di Kalijodo mencapai 6.000 orang. Kalau per orang saja Dananya Rp.250 ribu maka sudah hamper Rp.2 Milyar. Belum lagi dana sewa bulldozer dan lainnya.

Bantahan kedua Ahok malah menyebut jelas bahwa anggaran APBD DKI untuk Personil Polri Rp.250 ribu ditambah uang makan per hari Rp.38 ribu. Ahok juga mulai mengaku bahwa selain dana ABPD ada juga sumbangan operasional Pengembang. Lucunya pada hari yang sama ketika Ahok meralat ucapannya, adalagi suara dari Polda Metro Jaya. Polri menyatakan Dana Mobilisasi Personil Polri punya anggarannya sendiri dan tidak mendapatkan sumbangan dari pihak manapun.

Akhirnya Ahok membantah lagi ucapannya sendiri. Ahok meralat dan menyatakan bahwa Dana Mobilisasi 5.000 Personil Polri bukan berasal dari Pemprov DKI melainkan menggunakan Dana Polri sendiri senilai Rp.500 Juta. Dari pernyataan itu, Ahok membuat pernyataan lagi bahwa benar Pemprov DKI menerima sumbangan Rp.6 Milyar dari Podomoro tetapi langsung ditransfer ke Kontraktor yang mengerjakan Prasarana Penangangan Banjir Jakarta Utara. Ahok tidak mau menyebut nama Kontraktornya. Mungkin lupa seperti halnya Akbar Tanjung dahulu kala.

Lalu soal angka 219 Milyar rupiah yang disebut-sebut sebagai Dana Kontribusi Tambahan Reklamasi. Kembali Ahok mencla-mencle menjawabnya. Pertama bilangnya itu Fitnah dan berniat menggugat Tempo dan Agung Podomoro. Kedua, Ahok bilang itu tidak benar tetapi Ahok langsung menyuruh Detiknews merilis Perjanjian Preman dimana Ahok ingin membuktikan bahwa dia berani mengutip Dana Kontribusi Tambahan karena pernah ada ikatan perjanjian dengan Pengembang.

Ketiga, Ahok kembali tidak mengakui adanya gelontoran dana ratusan milyar rupiah dari Podomoro. Dia bilang Gila, kalau 15% itu jadi ditarik. Jumlahnya Trilyunan Rupiah katanya. Haha. Ya kalau semua 17 Pulau sudah ditarik dana tersebut memang Trilyunan Rupiah. Yang di Agung Podomoro barulah Pulau G. Dasar Tukang Tepu. Lalu Ahok menyuruh Detiknews lagi mengklarifikasi. Katanya Ahok sudah cek ke KPK dan sudah menghubungi Tempo. Ternyata tidak ada yang namanya angka-angka milyaran rupiah itu. Dengan begitu Ahok tidak jadi menggugat Tempo dan Podomoro.

Haduh, bohong lagi nih Ahok. Kalau memang hal itu tidak benar, pastilah Tempo sudah menarik atau menghapus berita yang sudah dirilisnya. Sampai saat ini berita itu masih ada loh.

Dan intinya seperti yang sudah saya katakana diatas. Ahok sudah Tamat. Meskipun KPK karena sedang Masuk Angin berat sehingga tidak mampu mentersangkakan Ahok, sebenarnya nama Ahok sudah jatuh dan public sudah tidak percaya lagi pada Ahok selain 3 kalangan diatas.

Sekian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun