Mohon tunggu...
Revaputra Sugito
Revaputra Sugito Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

We Love Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Politik

Saya Bangga Jadi Hater, Kalau Ahok Lover Bangga Tidak Ya?

17 Mei 2016   06:52 Diperbarui: 17 Mei 2016   07:17 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau anda pembaca adalah Ahok Lover dan sementara saya adalah Ahok Hater, tentu secara sepintas kita berseberangan. Mungkin juga kita bermusuhan. Tetapi sebelum kita membahas hal-hal dibawah, sebenarnya disisi lain dalam hal tertentu kita memiliki suatu persamaan persepsi. Persamaan inilah yang bisa membuat kita untuk tidak saling membenci melainkan bisa saling menghargai

Itu yang terpenting. Dan untuk saling menghargai dan tidak saling membenci itu juga punya syarat sebenarnya. Ada dua tepatnya yaitu, Sama-sama memiliki Kejujuran dan sama-sama memiliki Logika. Sepele tetapi tidak semudah yang diterapkan.

Semua orang yang berpendidikan tentu memiliki logika. Mereka akan selalu menyikapi segala sesuatu dengan logika yang dimilikinya. Tetapi dalam hal-hal tertentu, sudah terbukti banyak sekali orang yang sering tidak mau menggunakan logikanya. Baper kalau istilah anak muda. Tidak waras kalau istilah Angry bird.

Banyak orang menjadi tidak waras membenci sesuatu karena sebab-sebab tertentu. Sebaliknya juga banyak sekali orang menjadi tidak waras dalam membela sesuatu karena sebab-sebab tertentu. Itu poin yang harus digaris-bawahi.

Berbicara persamaan Persepsi tentu kita akan sepakat dengan dua hal dibawah ini :

1.Politik itu Alat Kekuasaan. Di Indonesia ini bisa dikatakan 95% mereka yang terjun ke dunia politik itu tujuannya untuk mencapai Kekuasaan. Untuk mencapai Jabatan setinggi-tingginya. Sampai disini kalau pembaca sudah tidak sepakat dengan saya, maka kita pasti bermusuhan sampai kapanpun. Simple kan? Bagaimana tidak bermusuhan kalau saya berpegang pada kepentingan bangsa sementara anda berpegang pada kepentingan Politisi? Haha.

Pilgub DKI dan Pilgub lainnya adalah Proses Demokrasi untuk mencari Pemimpin yang terbaik. Ini adalah Basis Utama kepentingan bersama. Dengan begitu, maka sebenarnya tidak boleh ada istilah : Harus Ahok yang jadi Gubernur DKI, atau Tidak Boleh Ahok yang jadi Gubernur DKI. Ini prinsipnya.

2.Yang Paling pantas dibela di dunia ini adalah Kebenaran. Kebenaran yang bagaimana? Kebenaran yang berlaku universal. Kebenaran yang diakui mayoritas masyarakat dan bukan kebenaran menurut sekian kalangan. Atau kalau mau lebih disederhanakan lagi, Kebenaran yang diakui oleh Hati Kecil kita alias Nurani kita. Semua orang punya Hati Kecil. Dan Hati Kecil itu tidak pernah berbohong. Itulah Kebenaran yang paling mudah kita temukan.

Membela seseorang karena dia membayar kita adalah Hal yang paling menjijikan. Bagaimana mungkin seseorang tega menjual harga dirinya atau nuraninya demi segepok uang. Ini yang paling buruk yang bisa terjadi dalam kehidupan bermasyarakat maupun kehidupan berbangsa.

Membela seseorang juga sangat tidak boleh terjadi bila dengan sekedar alasan dia adalah keluarga saya atau dia adalah kaum saya. Ini adalah Pembelaan yang sesat. Benar adalah benar, salah adalah salah. Tidak ada yang namanya setengah benar maupun setengah salah.

Bila kedua prinsip universal diatas sama persepsinya antara Ahok Hater dan Ahok Lover , maka tidak mungkin terjadi sebuah permusuhan diantara keduanya. Mereka bahkan saling mengkoreksi. Ini Matematika Politiknya. Ini hukum universalnya.

Bukan kita harus ngotot-ngototan mencari Kebenaran, tetapi bagaimana Kebenaran itu dapat diletakkan pada tempatnya. Sangat simple prinsipnya tetapi sangat sulit mengaplikasikannya.

**Saya Punya Alasan Kuat Untuk Mengkritik Ahok. Kalau Anda Punya Alasan Kuat Tidak Untuk membela Ahok?**

Pada dasarnya saya sebenarnya bukanlah seorang pembenci Ahok. Di Kompasiana ini saya sering disebut sebagai Ahok Hater. Dan banyak lagi yang menuduh saya sebagai seorang yang Rasis. Saya terima tuduhan-tuduhan itu. Kenapa? Karena yang nuduh rata-rata sedang tidak waras. Haha.

Waktu tahun 2013-2014 saya juga sering dijuluki Pembenci PKS. Malah ada yang menuduh saya Kafir dan membenci Islam. Saya hanya tertawa saja. Yang nuduh sedang tidak waras kok ngapain kita pikirkan? Contoh lain, Anda pembaca dibilang Gila oleh orang gila di jalanan, yang terjadi malah pembaca akan tertawa. Hahaha. Betul kan? Begitulah dengan saya.

Saya adalah Pengkritik Keras Ahok. Dan saya memang mendewakan Logika dalam menyikapi segala sesuatu yang berkaitan dengan politik dan hukum. Dengan demikian saya punya banyak sekali alasan untuk mengkritik Ahok. Dengan alasan yang logis tentunya dan dengan argument yang bisa dipertanggung-jawabkan.

Sebaliknya, selama 3 bulan intens berkompasiana, saya malah belum pernah sekalipun menemukan seorang Ahoker yang benar-benar punya dalih atau argument yang bisa dipertanggung-jawabkan untuk membela Ahok pada kasus-kasusny. Belum ada sama sekali. Ini sangat mengherankan saya.

Tidak mungkin rasanya para Ahoker itu tidak ada yang punya pendidikan tinggi. Tidak mungkin diantara para Ahoker itu tidak ada yang paham soal Hukum dan Perundang-undangan. Pasti ada. Tapi adanya dimana mereka?

Selama 3 bulan saya membaca artikel-artikel para Ahoker, semuanya mentah soal Kasus Sumber Waras maupun Skandal Reklamasi. Ada satu dua yang bicara dengan pasal-pasal tetapi terlalu normative dan hanya berteori-teori hukum saja. Saya memastikan di Kompasiana ini tidak ada yang namanya Ahoker bisa menjelaskan dengan logis ataupun argument yang cukup kuat untuk membenarkan tindakan-tindakan Ahok, khususnya dalam Kasus Sumber Waras dan Skandal Reklamasi.

Belum lagi bila beradu argument tentang Cara Ahok memimpin Birokrasi Pemprov DKI dengan cara yang kekanak-kanakan, kasar berucap dan kebijaksanaan-kebijaksanaan ngawurnya. Fakta juga sangat jelas bahwa Ahok tidak mampu membangun Jakarta. Tolok ukurnya ada pada Penyerapan yang minim sekali pada Anggaran Pemprov DKI Tahun Anggaran 2014 dan Tahun Anggaran 2015.

Saya tahu persis juga di Kompasina ini ada barisan Cyber Army nya Ahok. Ada yang ditugaskan membuat artikel memuja-muji Ahok dan ada yang ditugaskan untuk mengganggu artikel-artikel non Ahok. Salah satunya kompasmania yang bertugas mengganggu artikel-artikel non Ahok adalah Jos Rampisela. Saya sudah mengamatinya selama 3 bulan. Dia bisa Online di Kompasiana rata-rata 16 jam per hari. Dia selalu masuk berkomentar di setiap artikel yang mengkritisi Ahok. Gaya berkomentarnya panjang-panjang dengan dalih asal-asalan dan berulang-ulang. Nanti kalau sudah ditanggapi berdebat dan dia kalah berdebat, maka jurus terakhirnya adalah mengatakan yang membuat artikel itu Dungu. Haha. Tadinya saya biarkan dia eksis di lapak komentar artikel saya. Tetapi berikut-berikutnya tentu saja lebih baik saya hapus komentarnya. Haha.

Dia juga sebenarnya tidak bisa membuat artikel. Atau mungkin juga dia terlalu takut untuk membuat artikel. Dia takut didebat para Hater karena memang ilmunya hanya sepotong-sepotong. Ilmunya hanya Jurus Google.Haha. Jadi dia memang sebenarnya ditugaskan untuk mengganggu para penulis anti Ahok. Sah –sah saja, Ahok menurunkan cyber army seperti itu. Tidak masalah buat saya.

Disisi lain, saya paham sekali dengan mereka yang Terpaksa membela Ahok meskipun sudah sangat jelas Ahok salah. Saya tahu persis beberapa Kompasmania yang seperti itu. Mereka sama sekali tidak menggunakan Logikanya. Tidak ada Kebenaran yang menjadi pegangan mereka.

Pegangan mereka hanya satu, yaitu : Ahok satu etnis dengan mereka atau Ahok sama kepercayaannya dengan mereka. Tentu saja tidak etis sama sekali kalau saya menyebutkan nama-nama mereka.

Pertanyaannya kemudian, Pantaskah kita membela Kaum kita?

Kalau pertanyaannya hanya sepotong begitu tentu saja jawabannya adalah Pantas. Sangat Pantas, bahkan. Dan adalah suatu keharusan bagi kita untuk membela kaum kita bila kaum kita sedang ditindas Pemerintah yang berkuasa. Ini sangat manusiawi.

Tetapi itu tidak berlaku untuk Ahok dan kaumnya (double Minority). Tidak ada Diskriminasi di Indonesia. Semua warga Negara dengan etnis apapun, dengan agama apapun berkedudukan sama. Tidak ada satupun etnis yang ditindas ataupun pemeluk agama yang ditindas. Ada sebenarnya yaitu kalangan Syiah. Tetapi yang menindas mereka bukan Negara melainkan kaum tertentu.

Wajar memang kalau kalangan Double Minority memperjuangkan salah satu dari mereka untuk bisa menjadi Pemimpin Elit negeri ini. Wajar dan sangat masuk akal.

Tetapi menjadi sangat tidak masuk akal dan menjadi suatu kebodohan kalau yang dibela atau yang diperjuangkan itu ternyata memiliki banyak kekurangan dan kerap sekali melakukan kesalahan. Inilah yang membedakannya dan inilah yang membuat mereka tidak waras.

Kalau Ahok adalah seorang yang Jujur, seorang yang memperjuangkan kepentingan rakyat dan memimpin dengan cara-cara yang benar maka tidak mungkin seorang Angry Bird mengkritik keras Ahok. Angry Bird akan mengambil posisi didepan membela Ahok seperti halnya membela Jokowi. Simple sekali..

Makanya untuk Ahok Lover, dukunglah Ahok dengan Logika dan Kebenaran. Jangan pernah dukung Ahok karena dia adalah kaum anda. Dengan begitu kita tidak akan mungkin bermusuhan.

**Saya Cukup Bangga Disebut Ahok Hater Dengan Alasan Berikut :**

2-3 tahun lalu ketika saya disebut sebagai PKS Hater, saya hanya tertawa. Dan sekarang saya disebut sebagai Ahok Hater juga saya tetap tertawa. Mereka semua para Ahoker di Kompasiana ini sudah mengenal artikel-artikel saya maupun karakter-karakter saya.

Mereka tahu persis saya punya argument-argumen yang sangat kuat (dengan dalih perundang-undangan) dalam persepsi saya tentang Kasus Sumber Waras dan Skandal Reklamasi. Dan faktanya juga, tidak ada satupun artikel-artikel saya tentang kedua kasus itu yang bisa disanggah oleh mereka.

Hal yang begini bukan berarti saya lebih pintar dari mereka. Bukan seperti itu sama sekali. Mereka pasti banyak yang lebih pintar dari saya, tetapi mereka memang tidak punya bahan argument untuk membela Ahok. Fakta-fakta di lapangan memang jelas-jelas Ahok bersalah dalam dua kasus itu. Saya juga kalau jadi mereka pasti bengong dan tidak mampu berbuat apa-apa.

Di mata saya, Ahok adalah Pemimpin Penindas alias Tirani. Ahok juga dimata saya bukan Pemimpin yang Cerdas. Terlalu banyak ucapan-ucapan Ahok yang menjelaskan taraf kecerdasannya sangat terbatas (dimata saya). Ahok bahkan cenderung melakukan Nepotisme dalam Kepemimpinannya. Fakta-fakta sudah membuktikan hal-hal tersebut.

Sebagai Pemimpin, Ahok juga Kasar dan kadang Kotor berucap. Tetapi yang paling membuat saya sangat tidak suka dengan kepemimpinan Ahok adalah Managemen Birokrasi yang amburadul. Menabrak segala Perundang-undangan, Melakukan Pencitraan dan membela kepentingan para Konglomerat. Kasus Sumber Waras dan Skandal Reklamasi sangat kuat aroma korupsinya.

Ahok boleh-boleh saja bangga disebut sebagai Gubernur Podomoro. Para Ahoker Lover mungkin juga bangga dengan hal itu. Tetapi disisi lain saya juga punya hak untuk bangga menjadi Ahok Hater dengan alasan-alasan diatas.

**Ahok Dilindungi Banyak Kalangan**

Hal yang paling membanggakan buat saya ketika saya disebut sebagai Ahok Hater adalah saya bisa dikatakan sedang berjuang melawan kekuatan-kekuatan besar para Pelindung Ahok. Banyak sekali kalangan ataupun institusi yang melindungi Ahok.

Media mainstreame adalah Kekuatan yang sangat besar sekali. Mereka menguasai Arus Informasi. Dan umumnya mereka mampu mengendalikan opini public masyarakat. Mereka juga mampu menciptakan Tokoh Bersih dan Tokoh Kotor. Mudah sekali bagi mereka untuk melakukan hal-hal tersebut.

3 Media mainstreame yang benar-benar secara nyata membela Ahok sekaligus memoles-moles citra Ahok adalah Kompas, Detik dan Tempo. Kompas yang terbesar jangkauannya. Kompas sendiri punya anak perusahaan media yaitu Tribune. Kompas dan Tribune adalah corong Politik Ahok. Begitu juga Detiknews yang sangat seronok dalam membela Ahok.

Tempo pun demikian. Tempo juga dalam 5 bulan terakhir sangat membela Ahok. Meskipun begitu sempat seminggu yang lalu Tempo berbalik arah. Saya belum tahu persis bahwa Tempo benar-benar sudah berubah arah atau kembali lagi menjadi corong politik Ahok.

Yang paling lucu dengan media-media ini terjadi 4 hari terakhir. Hari Jumat lalu Ahok berkoar-koar di Kompas.com bahwa dia merasa difitnah oleh Tempo , Penyidik KPK dan Agung Podomoro. Dia mengancam akan menggugat ketiga pihak tersebut.

Saya sangat setuju sekali dengan itu. Bahkan saya tuliskan satu artikel dukungan untuk itu. Tetapi ternyata Ahok memang terbukti seorang Pengecut. Hanya omdo. Tidak ada itu namanya langkah menggugat. Senin kemarin lewat detiknews, Ahok mengatakan sudah mengklarifikasi masalah itu ke Tempo, KPK dan Agung Podomoro. Hahahaha. Saya tertawa dengan ulah Ahok.

Faktanya tetap saja Ahok tidak bisa menjelaskan Dana Penertiban Kalijodo. Semula Ahok bilang pakai Dana Pemprov DKI, tetapi kemarin Ahok bilang mobilisasi personil Polri dalam penggusuran Kalijodo memakai dan Polri sebesar Rp.500 Juta. Hahahaha.

Saya tertawa keras-keras membaca berita detiknews kemarin soal itu. Ahok semakin terbukti setiap hari selalu meralat ucapan-ucapannya. Fakta lainnya juga Ahok mengakui ada bantuan Rp.6 Milyar dari Agung Podomoro. Tetapi katanya ditransfer langsung ke sebuah PT (kontraktor) yang mengerjakan Prasarana penanganan banjir. Ahok tidak mau menyebut kontraktor yang mana dan pekerjaannya apa. Apalagi bisa menunjukkan bukti transfernya. Hahaha. Yang seperti ini kedepannya akan terus terjadi. Kita akan bersama-sama menyaksikannya bagaimana Ahok mencla-mencle meralat ucapan-ucapannya.

Jadi kembali kepada possisi saya sebagai pengkritik Ahok, tantangan saya dalam mengkritisi Ahok ini sangat besar sekali. Saya harus berjibaku melawan arus informasi yang ditiupkan oleh 3 Media Mainstreame besar tersebut. Belum lagi saya harus berhadapan dengan para Ahoker yang culun-culun di Kompasiana ini. Haha.

Dan satu lagi, pembaca setia Kompasiana tentu sudah sangat paham sekali bahwa yang namanya Angry Bird itu sangat dimusuhi Admin Kompasiana. Sudah belasan kali artikel saya diganjal. Hahaha.

Tetapi dengan sekian banyak kalangan yang berseberangan dengan saya, saya masih cengar-cengir dan merasa bisa mengalahkan mereka. Saya punya fakta-fakta dan saya cukup memahami perundang-undangan yang berkaitan dengan Kasus-kasus Ahok. Saya pasti mampu mengalahkan mereka.

Tapi ada satu-dua intitusi yang tidak akan mampu saya kalahkan sampai kiamatpun juga. Intitusi itu adalah KPK dan Polri. Selama salah satu dari kedua institusi itu masih membela Ahok, maka sampai kiamatpun saya tidak bisa berharap banyak. Haha. Pasrah aja deh. Indonesia mau jadi apa kalau sampai KPK dan Polri tetap membentengi Ahok.

Yang paling membuat saya menangis Bombay (dalam hati) itu melihat KPK yang sekarang. KPK jilid 4 ini memang parah sekali. Abal-abal seperti yang sudah saya katakan dalam artikel-artikel saya. 3 Komisioner dari 5 Komisioner KPK adalah orang-orang yang tidak punya integritas terhadap Law Enforcement. Kasus Sekretaris MA, Kasus Penyuapan di Kejati dan Kasus-kasus Sumber Waras dan Skandal Reklamasi sepertinya tidak akan mampu diselesaikan oleh KPK.

Selama 3 Komisioner itu masih ada di KPK, saya sangat pesimis KPK jilid 4 akan bisa menjadi menjadi Lembaga Penegak Hukum Kebanggan rakyat Indonesia.

Terakhir, sekali lagi saya katakana bahwa : saya bangga menjadi Ahok Hater. Kalau anda, Bangga tidak menjadi Ahok Lover? Bangga? Benar bangga? Bangga darimana? Dari Hongkong? Haha.

Sekian.

Tulisan sebelumnya : Saya Dukung Ahok Menggugat Tempo dan Agung Podomoro

http://www.kompasiana.com/revas/akhirnya-saya-mendukung-ahok-masalah-hukum-harus-dituntaskan_5737cc1ea7afbd1b05ddc2a9

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun