Mohon tunggu...
Revaputra Sugito
Revaputra Sugito Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

We Love Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dari BAP KPK, Ahok Harus Batalkan Pembelian Lahan Sumber Waras atau Ahok Berlayar

13 April 2016   05:40 Diperbarui: 13 April 2016   06:07 3553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kita tidak tahu pasti apa yang akan terjadi pada Gubernur DKI Ahok paska Pemeriksaan Intensif 12 Jam oleh KPK. Bahasa yang digunakan pada awalnya,  Ahok dipanggil untuk dimintai keterangan berkaitan temuan BPK dalam Audit Investigasinya untuk pembelian Lahan Sumber Waras.

Bahasa “dimintai keterangan” kemudian menjadi tidak sinkron dengan lamanya waktu yang dihabiskan oleh Ahok selama di KPK kemarin, yaitu selama 12 Jam.  Dengan demikian  istilah yang tepat sebenarnya adalah Ahok Diperiksa KPK. Konsekwensi dari Proses Pemeriksaan umumnya adalah timbulnya  Berita Acara Pemeriksaan.  Dan Ahok sudah menanda-tangai BAP di gedung KPK setelah diinterogasi 50 Pertanyaan.

Setelah 12 Jam diperiksa KPK Ahok yang keluar dari Gedung KPK langsung menjawab beberapa pertanyaan. Salah satu yang bisa dicatat adalah KPK menanyakan kepada Ahok kenapa dirinya tidak membatalkan Transaksi Pembelian Lahan Sumber Waras sesuai rekomendasi BPK.  Bila menurut Hasil Audit Investigasi  BPK seharusnya Ahok menuruti rekomendasi  BPK.

Ahok mengatakan tidak bisa membatalkan transaksi itu. Ahok merasa sulit mengabulkan permintaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)  dengan alasan pembelian tanah tersebut dilakukan secara Terang dan Tunai. Begitu juga pasti pihak Sumber Waras tidak akan bersedia bila transaksi dibatalkan.

"Kalau harus dibalikin harus jual balik. Jual balik mau enggak sumber waras beli harga baru? Kalau pakai harga lama itu kerugian negara," kata Ahok usai diperiksa di gedung KPK, Selasa (12/4,Merdekacom).

Ahok yang dicecar 50 pertanyaan tak mau mengungkapkan perihal mengenai selisih NJOP, maupun bagaimana proses penetapan NJOP.. "Saya enggak bisa cerita, itu ada di BAP," ucap Ahok.

Yang dimaksud oleh Ahok bahwa Transaksi itu secara Terang dan Tunai adalah :  Terang itu artinya dilakukan didepan Notaris /PPAT, sementara Tunai  adalah sifat kepemilikan yang langsung beralih ketika sudah terjadi Pembayaran.

Seperti yang sudah saya bahas pada artikel sebulan lalu (Kronologis Pembelian Lahan Sumber Waras), Pemprov DKI melakukan Transaksi Jual Beli lahan tersebut di depan Notaris pada 17 Desember 2014, sementara  NJOP lahan tersebut baru diterbitkan Dinas Pelayanan Pajak pada tanggal 29 Desember 2014. Disini saja sudah janggal. Apalagi ada kenaikan NJOP sebesar 80% dari tahun 2013. Hal lain yang janggal adalah Ketua  Yayasan Sumber Waras yang mewakili pihak Sumber Waras yaitu Kartini Mulyadi sendiri berprofesi sebagai Notaris.

Kemudian sehari setelah NJOP dikeluarkan, pada tanggal 30 Desember 2014 Pemprov DKI langsung mentransfer uang ke rekening Yayasan Sumber Waras sejumlah  Rp. 755 Milyar dan pada tanggal 31 Desember 2014 pihak Yayasan Sumber Waras langsung mencairkannya sehingga sejak saat itu berdasarkan Akte Notaris yang sudah dibuat maka Lahan Sumber Waras menjadi milik Pemprov DKI.

Bila mengacu pada pernyataan Ahok bahwa Pembelian Lahan Sumber Waras tidak bisa dibatalkan secara hukum itu salah sebenarnya.  Transaksi itu bisa saja dibatalkan oleh Pengadilan bila memang terbukti ada pelanggaran Hukum/ Undang-undang  di dalam transaksi Jual-belinya, apalagi uang yang digunakan dalam transaksi itu adalah Uang Negara.

Sebenarnya kalau saja Ahok membatalkan Transaksi tersebut sesuai dengan rekomendasi BPK, kasus ini tidak akan sampai ke KPK. Tetapi Ahok ngotot dengan kebenarannya sendiri.  Bahkan Ahok menuduh BPK menyembunyikan Kebenaran dalam kasus ini.

Sudah berkali-kali Ahok menuduh BPK tidak bekerja dengan benar. Bahkan sebelum masuk gedung KPK kemarin Ahok sempat mengatakan : "Sekarang saya ingin tahu, KPK mau tanya apa, orang jelas BPK-nya ngaco begitu kok," kata Ahok sebelum masuk ke gedung KPK. (merdeka.com, 12 April).

Begitu juga ketika Ahok keluar dari gedung KPK sempat menyebut KPK menyembunyikan kebenaran. "Yang pasti BPK menyembunyikan data kebenaran. BPK minta kita melakukan sesuatu yang enggak bisa kita lakukan (membatalkan pembelian lahan sumber waras)," tegas Ahok saat keluar dari gedung KPK (Merdeka.com, Selasa (12/4)

Tuduhan Ahok bahwa BPK menyembunyikan Kebenaran dalam Audit Investigasinya sepertinya sulit masuk akal. Laporan BPK kepada KPK itu laporan resmi yang dilampiri berkas Penyidikan/ Audit BPK. Bagaimana cara menyembunyikan suatu kebenaran di dalam sebuah Laporan Investigasi?

Mungkin saya secara pribadi cukup sepakat dengan Fadli Zon, Wakil Ketua DPR yang sangat yakin bahwa ada Korupsi yang terjadi di kasus Pembelian Sumber Waras.

Sesuai laporan BPK,  ada  6 Penyimpangan dalam pembelian lahan Sumber Waras yaitu : (1) Perencanaan Pembangunan RS  Kanker, (2) Perencanaan Pembelian Lahan, (3) Tim Pembelian dan Negoisasi, (4) Proses Pengadaan, (5) Penentuan Harga, dan (6) Penyerahan Hasil Transaksi.

Seperti kita ketahui bersama (sesuai yang saya paparkan di artikel di bawah), bahwa Tidak ada Perencanaan oleh Bappeda beberapa tahun sebelumnya untuk membangun RS Kanker ataupun membeli lahan untuk itu.  Perencanaan pembelian Lahan tersebut baru dicetuskan Ahok tanggal 12 Mei 2014. Ditengarai ide pembelian lahan untuk pembangunan RS Kanker itu berhubungan dengan terpilihnya Veronica Tan (istri Ahok) sebagai Ketua Yayasan Kanker Jakarta.

Lahan yang dibeli Ahok tersebut sebenarnya sudah bertahun-tahun ingin dijual Yayasan Sumber Waras yang sedang Kolaps keuangannya.  Tahun 2012-2013 RS Sumber Waras sudah menawar-nawarkan lahannya untuk dijual secara keseluruhan seharga Rp.1,5 Trilyun tetapi tidak laku-laku. 

Akhirnya Tanah Persil yang di belakang bangunan Utama berhasil dijual lewat Perjanjian Jual-beli dengan PT. Ciputra dengan harga Rp.15 juta/M2. PT.Ciputra sudah membayar DP sebesar Rp.50 Milyar.  Tetapi kemudian  Ahok berminat dengan tanah persil itu dan membatalkan Transaksi antara Sumber Waras dengan PT. Ciputra.  Konsekwensinya Ahok berjanji akan membayar  lebih mahal Rp.5 juta per M2  dari transaksi sebelumnya.

Ahok sendiri malah melakukan pertemuan dengan Direktur Sumber Waras pada tanggal 6 Juli 2014 untuk membicarakan harga yang diminta. Ini jelas melanggar aturan yang ada dimana seharusnya ada Tim Khusus pembelian Asset Pemprov (SKPD).

Sebenarnya juga Pemprov DKI punya banyak lahan yang bisa digunakan untuk membangun RS Kanker, tetapi entah kenapa Ahok malah meminta Bappeda DKI menganggarkan dana sebesar Rp.1,5 Trilyun untuk membeli lahan tersebut.

Meskipun seandainya Ahok tidak terbukti menerima keuntungan apapun dari pembeliah lahan tersebut tetapi secara jelas dan terbaca bahwa Pihak Yayasan Sumber Waras telah mendapatkan keuntungan berlipat-lipat atas transaksi tersebut.

Mengacu UU Tipikor Tahun 1999 Pasal 3 sangat jelas menyebut “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Koorporasi, Setiap orang yang menyalahgunakan wewenangnya (sarana jabatannya) sehingga merugikan keuangan Negara dapat dipidana seumur hidup atau Denda dari Rp. 50 Juta hingga Rp.1 Milyar dan seterusnya dan seterusnya.

Saat ini semua memang tergantung pada penyelidikan KPK. Bilaman ada temuan fakta lagi yang bisa dijadikan petunjuk awal tindak pidana korupsi (baik untuk keuntungan Ahok maupun pihak lain) maka kemungkinan besar Ahok akan Berlayar.  Hal ini seharusnya tidak terjadi bila Ahok bersedia melaksanakan rekomendasi BPK untuk membatalkan Transaksi Pembelian Lahan Sumber Waras yang sangat menguntungkan pihak Yayasan tersebut.

Sekian.

Tulisan sebelumnya

Sumber: 1,  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun