[caption caption="sumbar gambar dibawah"][/caption]
Ternyata Ahok tidak seberani yang dibilang banyak orang. Setiap ada penggusuran di wilayah DKI Ahok tidak pernah berani muncul di lapangan. Jangankan waktu penggusuran. Pada saat sudah selesai juga Ahok tidak pernah berani muncul di wilayah bekas Penggusuran, kecuali wilayah Pluit. Itupun setahun kemudian baru berani muncul disana.
Blok G Tanah Abang juga sepeninggal Jokowi sudah tidak terdengar beritanya lagi. Ahok sepertinya tidak mampu meneruskan komunikasi yang sudah dijalin Jokowi dengan masyarakat pedagang di Tanah Abang. Bahkan setelah jadi Presiden Jokowi pun pernah/harus menyempatkan diri ke Tanah Abang. Disitu terlihat bahwa Ahok kurang memuaskan Jokowi sehingga Jokowi harus sendiri datang ke Tanah Abang agar relokasi yang sudah dilaksanakan tetap berlangsung dengan baik.
Berikutnya kita melihat apa yang terjadi di Kalijodo. Kabar terakhir makin banyak warga yang bersedia pindah ke Rusunawa. Pihak-pihak yang tadinya ingin melawan juga menjadi jerih karena Ahok menurunkan Pasukan Gabungan Polri/TNI dan Satpol PP. Repot lawannya bukan main-main.
Lagipula “Serangan” Ahok dan Aparat terlalu secepat kilat. Tokoh-tokoh masyarakat Kalijodo tidak menyangka sama sekali akan langsung dirangsek Ahok dan aparatnya pasca sebuah kecelakaan terjadi. Kalau saja tidak ada kecelakaan tersebut dan warga mendengar akan digusur tentu saja ceritanya akan berbeda.
Meskipun begitu ternyata Ahok ketakutan dengan tokoh Kalijodo yang bernama Daeng Azis. Ahok pun minta bantuan Kombes Krisnha Murti untuk menghadapi Daeng Azis yang penampilannya seperti orang kebanyakan. Daeng Azis juga tidak bersekolah tinggi tetapi punya pengaruh kuat di kawasan Kalijodo.
Melihat keberanian Daeng Azis yang berani melawan penggusuran akhirnya Ahok mengontak Krisnha Murti. Kebetulan pak Kombes (katanya) pernah dipermalukan Daeng Azis sewaktu pak Kombes masih jadi Kapolsek Penjaringan.
Akhirnya atas permintaan Ahok, Kombes Krisnha Murti langsung membawa 500 personil langsung menuju rumah Daeng Azis. Krisnha sempat “mengancam” kalau ada warga yang menolak direlokasi maka rumah-rumah yang ada akan dihancurkan. Dan rumah ini (sambil nunjuk-nunjuk) akan pertama dirubuhkan. Yang punya namanya Azis, dan bukan Daeng kata Krisnha Murti.
Keesokan harinya Khrisna ikut Pasukan Gabungan yang berjumlah 6.000 personil melakukan operasi Pekat. Tetap rumah Daeng Azis yang dijadikan target penggeledahan. Krisnha Murti mengatakan di Café milik Azis ditemukan ratusan Senjata Tajam. Tetapi faktnya wartawan tidak boleh melihat senjata-senjata itu. Kompas.com dan Detiknews memberitakan hal itu tetapi tidak memiliki fotonya sama sekali.
Mungkin sebenarnya tidak ada dan pak Kombes salah lihat. Yang ada disana hanyalah sejumlah Alat tukang seperti linggis, palu, pahat, obeng dan lain-lain. Daeng Azis pun gagal dijadikan Tersangka untuk kasus Kepemilikan Senjata Tajam.
Tapi akhirnya pak Kombes dapat jalan juga. Mungkin Ahok juga sudah meminta tolong agar Daeng Azis bisa diatasi duluan agar warga Kalijodo mudah ditundukkan. Pak Kombes dapat jalan dan Daeng Azis pun berhasil dijadikan Tersangka Mucikari.
Ini aneh sebenarnya. Kata Ahok yang dilakukan di Kalijodo adalah penertiban RTH (Jalur Hijau) tetapi rupanya ada bonus yaitu penertiban Prostitusi sehingga akhirnya Daeng Azis jadi Tersangka Perdagangan Wanita (Mucikari).
Seharusnya sih kalau mau menangkap Mucikari ya jangan Daeng Azis saja. Ada puluhan Mucikari di wilayah Kalijodo tersebut. Tetapi mungkin pesanan Ahok hanya Daeng Azis saja yang perlu dijadikan Tersangka. Penertiban RTH dengan bonus penertiban prostitusi mungkin maksudnya.
Sekarang Daeng Azis sudah jadi Tersangka tetapi Ahok masih belum puas. Mulut Ahok kan seperti emak-emak. Masih mengomel saja dia. Entah bagaimana tiba-tiba Ahok berbicara tentang Daeng Azis.
"Dia itu bukan 'daeng'. Daeng itu gelar terhormat, enak saja Azis aja pakai daeng. Turunan mana dia gitu loh," jelas Ahok di Balai Kota DKI, Jakarta, Selasa (23/2/2016,detiknews).
Wah rupanya belum cukup pak Kombes saja yang mempermasalahkan Nama Daeng Azis yang ada Daengnya. Ahok juga mempeributkannya. Padahal Ahok itu nggak ngerti apa-apa soal pergaulan masyarakat Makassar.
Betul dulunya , ratusan tahun yang lalu hingga jaman kemerdekaan panggilan Daeng di Sulawesi Selatan hanya dikhususkan untuk keturunan Ningrat. Kalau di masyarakat Jawa sama dengan panggilan Raden, Raden Mas dan Raden Ayu.
Untuk pergaulan masyarakat asal Sulawesi Selatan sejak tahun delapan puluhan panggilan Daeng sudah umum digunakan pada orang-orang yang dianggap lebih tua dan lebih dihormati. Kalau di masyarakat Betawi semua laki-laki yang dihormati akan dipangil dengan nama Abang/ Bang. Contohnya mantan Gubernur Sutiyoso sangat dikenal dengan panggilan Bang Yos. Itulah bahasa pergaulan masyarakat Betawi.
Nah kalau untuk masyarakat Sulawesi Selatan saat ini panggilan Daeng yang digunakan untuk memanggil orang (lelaki) yang dihormati di lingkungannya. Jadi bukan hanya turunan ningrat saja. Ahok seharusnya kalau nggak ngerti jangan asbun. Kasihan nanti malu para pendukungnya. :D
Kita tunggu saja akhir pertarungan antara Daeng Azis melawan Ahok yang berkolaborasi dengan Kombes Krisnha Murti. Sekian.
Sumber tulisan : Disini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H