Sarkasme juga berasal dari bahasa Yunani sarkasmos yang diturunkan dari kata kerja sakasein yang berarti “merobek-robek daging seperti anjing”, “menggigit bibir karena marah”, atau “bicara dengan kepahitan”. Sarkasme mempunyai ciri utama yaitu:
● Mengandung kepahitan,
● Celaan yang tidak enak didengar,
● dan menyayat hati.
Dalam kajian semantik, sarkasme termasuk ke dalam perubahan makna. Menurut Chaer (2012:311-313) menyatakan bahwa terdapat lima faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan atau pergeseran makna pada sebuah kata atau leksem tertentu.
Lima faktor itu di antaranya adalah; perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi, sosial budaya, pemakaian kata, pertukaran tanggapan indra, dan adanya asosiasi.
Kemudian sebabnya dari perubahan makna dalam bahasa, berasal dari bahasa itu sendiri. Jadi perubahan makna disebabkan oleh penyandingan suatu kata dengan kata yang lain dalam derajat yang terlampau tinggi.
Perubahan makna dapat berubah meluas, menyempit, atau bahkan berubah total.
Namun ada sebagian yang menganggap bahwa sarkasme itu adalah bentuk kecerdasan.
Studi Ruth Filik, dkk. Pada 2019 menemukan bahwa pada remaja ironi berbentuk sarkasme memicu jaringan semantik bahasa dan humor pada otak, ketimbang ironi yang tak berbentuk sarkasme.
Namun dengan penjelasan seperti ini tidak membuat kita menjadi seenaknya menggunakan bahasa sarkasme dan etika dalam bermedia sosial harus tetap dijaga.