Ntah apa yang aku pikirkan. Ntah apa yang aku inginkan, aku pun tidak paham. Ingin rasanya paham dengan diri sendiri untuk segala kondisi. Bukan seperti ini. Hatiku mulai kacau ketika ditinggalkan oleh kakek terhebatku. Tenang dalam pangkuannya. Duduk dengan obrolan santai dengan arah yang tidak tahu kemana.
Nara. Namaku Nara, gadis kecil beranjak dewasa. Si paling bingung dengan perasaan sendiri. Banyak orang bilang bahwa aku adalah orang yang sulit untuk ditebak. Haha hihi yang selalu aku munculkan disegala kondisi tuk menutupi segala yang aku rasakan.
"Nara. Ke kantin yuk" ajak lia kepadaku.
"Wah boleh tu, aku juga sudah nggak kuat menahan rasa lapar." Jawabku.
"Oh iya Ra, kamu tadi aku lihat serius banget sih, tiap kali aku lihat kamu, kamu masih aja fokus menatap dan menggoreskan penamu dilembar kertas. Padahal yang lain santai banget loh.."
"Emm.. Maaf ya aku tadi nggak merhatiin kamu. Gimana ya... Sebenarnya aku tadi pengin buru-buru nyelesain tugasku. Karna aku udah laper banget hehe".
" Nggak salah lagi sih kalo banyak orang yang bilang kamu itu anak ambis. Dimana- mana kalo orang-orang udah lapar tu nggak bisa berfikir lagi loh. Kamu memang beda sih Ra".
"Ih.. nggak tau.. Aku itu juga siswi yang biasa aja, sama kayak kalian".
"Tuh kan sudah ku duga kalo kamu mau jawab itu. Emang ya kamu itu selalu aja nggak mau mengakui".
Obrolan-obrolan berlanjut sampai kantin.
"Bu, nasi seperti biasa ya, sama es the tentunya" ucapku kepada Ibu Sri.
"Ya siap. Tunggu sebentar ya" jawab Bu Sri.
Menunggu makan siang dengan pandangan kosong Nara.
"Nara.. Ra kamu kenapa?" tanya Lia.
"Hah? Iya gimana-gimana?" jawabku.
"Apanya yang gimana?"
"Kamu tadi manggil aku ada apa?"
"Kamu aku lihatin dari tadi kayak melamun. Ngelamunin apaan sih Ra? Ceritalah" bujukan Lia
"Emmm. Aku rindu aja sama almarhum kakekku. Baru bayangin dan inget dulu waktu dengan beliau. Kalo ada apa-apa sedikit saja, kakekku langsung bertanya" ceritaku.
"Oh aku paham Ra, terus doain kakekmu, Ra. InsyaAllah kakekmu tenang disana dan lagi senyum kepadamu." Jawab Lia menguatkanku.
"Aamiin" jawabku.
Sore sepulang sekolah Nara membawa bunga mawar untuk kakeknya. Datang dirumah baru kakek dengan senang.
"Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh kek, Nara datang mau bersihin dan ngehias rumah baru kakek. Nara berishin ya kek".
Sembari membersihkan dan menaburkan bunga mawar, Nara bercerita dengan kakek tentang apa yang ia rasakan disekolah dan lainnya.
"Kek, Nara sekarang udah kelas 1 smp. Nara bahagia banget dapet temen-temen yang baik. Nara juga bahagia tetap bisa mempertahankan prestasi Nara."
Cerita Nara tetap berlanjut hingga tiba waktunya Nara untuk pulang.
"Kek, ini sudah semakin sore. Nara harus pamit pulang dulu. Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh kek, Nara pulang."
Nara mengusap air mata yang membasahi pipinya.
Hari terus berganti. Tiba masa untuk masuk sekolah.
"Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh Yah, Bu.. Nara berangkat sekolah dulu."
Tara, teman cowok yang pintar dengan mata pelajaran soshum. Yaps, tebakkan kalian benar. Nara suka dengan teman cowoknya itu.
"Nara, gua mau bilang sesuatu. Tapi tolong jawab jujur ya" ucap Tara.
"Hah? Gimana? Bilang tinggal bilanglah. Nanti kalo aku bisa jawab ya aku jawab. Lo itu aneh banget sih" jawab Nara dengan gaya sok coolnya. Padahal dia suka dan pengin teriak-teriak tiap ngobrol dengan Tara.
"Ishhh ini beneranlah. Bisa nggak sih serius dulu?" sahut Tara.
"Iya-iya (Nara tertawa melihat tingkah Tara)".
"Gua sebenarnya suka sama lo dari awal masuk. Tapi gua nggak mau buat lo nganggep gua aneh karna bilang suka pas awal-awal kenal. Jadi ya udah gua pendam dulu. Lo mau nggak jadi pacar gua?" ucap Tara dengan salah tingkahnya.
"Hah? Gimana-gimana? Gua nggak salah dengar?" .
"Tuhkan. Serius dulu lah. Gua nunggu jawabannya iya apa nggak, bukan hah gimana?".
"Emmmm, mau nggak ya? Iya gua mau. Asal lo tau juga. Sebenarnya gua juga suka sama lo. Tapi gua nggak mau pertemanan kita bubar karena gua bilang ke lo".
Hiburan perdebatan terus berlangsung. Ya, kalian pasti paham gimana dan hal apa aja yang akan dilakukan orang yang baru kasmaran. Hp 24/7. Kalian tahu? Mereka jadian tapi tidak ada yang tahu kecuali Lili teman Nara dan Tara. Sebenarnya teman Tara dari kecil sih.
2-3 minggu aman tidak ada yang tahu, hingga tiba hari dimana satu persatu teman kita ada yang tahu. Eli, teman kelas yang paling mengutik segala informasi.
"Temen-temen, ada info nih" ucap Eli keras didepan kelas.
"Apa li?" tanya teman satu kelas.
"Nara sama Tara jadian lohh. Kayaknya makan-makan nih" jelas Eli.
"Ih apaan sih lu bilang-bilang ke orang-orang tu buat apa juga?" (gerundel dalam hati)
"Cieee duo ambis akhirnya jadian" teriak satu kelas.
Â
Ya hati ini awalnya masih terasa aman tentram. Setelah Nara sholat, Nara kembali ke kelas. Kalian tahu apa yang dilihat Nara?. Meja guru jadi saksinya. Tara dikelilingi dengan cewek-cewek yang ingin mengajaknya bercanda sampai terlihat dekat sekali. Yaps kalian benar. Nara terdiam dan meneteskan air mata.
"Ra, kamu kenapa?" tanya Lili.
"Lo lihatkan dimeja guru tadi pada ngapain".
"Gua lihat, Ra. Lo yang sabar ya." Ucap Lili.
"Udah ah gua nggak mood dan udah males buat lakuin apapun."
Air mata Nara terus menetes dipelukan Lili. Nara memang orangnya sulit untuk ditebak dan nggak pernah nangis karena hal sepele.
"Ra, lo kenapa kok nangis?" Tara menghampiri Nara dengan rasa bersalah. Nara hanya menggelengkan kepalanya.
"Hei, Ra.. Ra... Nara, heii aku minta maaf kalo aku salah. Aku juga nggak tahu kalo temen-temen pada becandain aku. Hei.. Ra.. lihat aku bentar aja." Ya Tara terus membuju Nara agar mau diajak bicara. Tapi apa? Nara tidak memperdulikannya.
"Lo juga sih nggak pergi dari mereka. lo tau kan kalo Nara nggak pernah kek gini" sahut Lili.
"Yakan gua nggak tahu kalo mereka kek gitu".
Tara tetap didiam di depan Nara. Eli dan Nashwa menghampiri Nara.
"Nara, aku minta maaf ya. Aku nggak bermaksud kayak gitu, aku Cuma bercandaain Tara aja." Ujar Eli dan Nashwa.
Ya, tidak ada satupun kata yang keluar dari Nara hingga Nara.
"Udahlah Li, gua udah males. Gua mau masuk kelas aja" ucap Nara.
Semua sudah selesai, Nara memutuskan untuk mengakhiri hubungannya. Bukan karena kejadian itu, tetapi Nara juga bingung hati yang sebenarnya Tara kepadanya. Semua cerita berakhir.
Hari terus berlalu dengan diamnya seorang Nara. Beberapa hari kelas terasa tidak seperti biasanya. Orang yang ekstrovert terdiam hanya memperhatikan pelajaran saja. Nara berusaha untuk menganggap semuanya baik-baik saja.
Tiba suatu hari dimana kejadian dan hal bodoh Nara terjadi. Sore yang cerah itu Nara, kakak dan adik Nara bertiga bersepeda keliling lapangan danberhenti disebuah tempat bermain. Hngga waktu menunjukkan sudah tiba maghrib. Pulanglah mereka kerumah. Membersihkan badan dan sholat. Makan malam bersama telah tiba.
Awalnya semua baik-baik saja. Makan Bersama dengan keluarga berjalan dengan baik, hingga tertiba "uhuk-uhuk-uhukkk" suara yang keluar dari Ibu Nara yang tersedak ketika makan. Ibu sudah memberi kode minta air minum, tetapi apa? Bodohnya Nara tidak segera mengambilkan minum untuk ibunya. Ibu Nara lemas dan terjatuh berbaring dengan bibir yang mulai membiru dan nafas mulai berhembus sangat pelan. Ibu tersenyum untuk terakhir kalinya pada acara makan malam itu.
Semua bingung, berlari keluar rumah memanggil dokter terdekat. Berlari mengambil minyak, mencoba mengoleskan minyak dan mengeluarkan makanan yang masuk. Tetapi semua itu terlambat.
"Ayo dibawa ke rumah sakit saja".
Ya.... Semua sudah terlambat. Ibu sudah tidak ada. Allah sangat menyayangi Ibu.
"Innalillahi Wainnailaihi Rojiun.. Ibu sudah meninggal dunia" ucap dokter.
Nara, kakak, adik, dan nenek Nara berada dirumah. "Ayo dik kita sholat. Doain Ibu semoga Ibu sembuh." Ajak Kakak Nara. Mereka sholat dan mendoakan ibu dengan tetesan air mata yang terus keluar. Mereka belum tahu informasinya.
"Tok..tok..tok. Nek..." suara tetangga Nara. "Nek, Ibu Nara sudah meninggal dunia. Aku ditelfon sama Naya (kakak Nara). Yang sabar ya Nek.
Ya tangis orang rumah pecah dan lemas hingga jatuh tumbang.
Hari, hari dimana Nara merasakan patah hati dan kehilangan orang yang dia sayang untuk kedua kalinya. Semua hari-hari Nara terasa kacau. Mulai hari itu, Nara terus berdoa dan meminta kepada Allah supaya tidak mengambil dan memisahkan Nara dengan orang yang dia sayangi lagi. Â Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H