Mohon tunggu...
Retno Endrastuti (IBUN ENOK)
Retno Endrastuti (IBUN ENOK) Mohon Tunggu... Human Resources - Diary of Mind

Menyukai tulisan2 ringan dengan topik psikologi populer, perencanaan kota dan daerah, kuliner, handycraft, gardening, travelling...terutama yang kekinian

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Kenali Apakah Kita Termasuk Toxic Parents dan Hyper Parenting?

23 November 2023   16:00 Diperbarui: 28 November 2023   12:37 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : geotimes.id

Sobat kompasiana, para mommy dan daddy, kata toxic yang berarti racun saat ini viral tidak hanya berlaku untuk teman atau pasangan yang toxic, tapi bagi para orang tua bisa jadi secara tidak sadar termasuk toxic parents dan hyper parenting. Apa dan bagaimana ciri-ciri toxic parents dan hyper parenting? Yuk kita kenali bersama agar bisa dihindari.

Istilah toxic parents itu sendiri menurut Dr. Susan Forward dalam bukunya "Toxic Parents: Overcoming Their Hurtful Legacy and Reclaiming Your Life" dipahami sebagai orang tua yang tidak menghormati dan tidak memperlakukan anaknya dengan baik sebagai individu. Toxic parents secara konsisten berperilaku yang menyebabkan anak menjadi takut, merasa bersalah dan terbebani.

Sedangkan Hyper Parenting menurut  dr. Aisah Dahlan, CMHt., CM.NLP adalah sebuah penerapan pola asuh yang seringkali dilakukan di luar kontrol, meskipun orang tua mempunyai tujuan yang baik untuk pencapaian terbaik bagi anak-anak. Orang tua hanya ingin anaknya terlihat sempurna, dan dituntut sukses tanpa memikirkan bagaimana perasaan anak dengan dalih dilakukan karena sayang kepada anak. Keduanya merupakan pola asuh negatif yang perlu kita hindari. 

Toxic Parents

Tanpa disadari kita sebagai orang tua bisa saja menjadi toxic parents, karena biasanya toxic parents tidak akan mau minta maaf atau mengakui kesalahannya. Lantas bagaimana ciri-cirinya?

1. Bersifat egois mengutamakan kebutuhan diri sendiri dan kurang empati atau memahami anak

    Toxic parents biasanya lebih mengutamakan kebutuhannya sendiri tanpa mempertimbangkan kebutuhan, perasaan anak maupun  dampak perilaku yang akan ditimbulkan pada anak. Selain itu kurang dapat berempati pada anak, baik ketika anak senang maupun sedih. 

2. Anak tidak diperlakukan dengan baik

    Toxic parents tidak dapat memperlakukan anak dengan baik, misalnya tidak mencontohkan rasa hormat dan kesopanan, justru berperilaku kasar pada anak. 

3. Susah mengendalikan emosi negatif dan terlalu reaktif

     Toxic parents mengalami kesulitan dalam mengendalikan emosi negatifnya (terutama marah). Responnya terlalu berlebihan ketika mengetahui anak melakukan kesalahan di mata orang tua, biasanya dengan dalih mendisiplinkan anak. Kemarahan orang tua sering tidak dapat diperkirakan dan cenderung keras seperti reaktif memukul, memaki, atau melakukan tindakan kekerasan lainnya. 

4. Terlalu mengontrol/mengatur 

     Anak terlalu dikontrol oleh toxic parents dengan memberikan aturan-aturan yang terlalu kaku dan ketan untuk anak. Apa yang harus dilakukan anak, kapan dan bagaimana anak harus melakukannya harus sesuai dengan aturan orang tua. Pada level anak yang mulai menginjak remaja, toxic parents akan selalu mencampuri urusan pribadi anak. 

5. Sering menyalahkan dan mengkritik anak berlebihan

     Toxic parents akan sering menyalahkan anak dan mengkritiknya berlebihan, meskipun anak sudah berupaya semaksimal mungkin. Bahkan anak bisa menjadi kambing hitam kesalahan kalau orang tua toxic tidak mendapatkan anak berperilaku sesuai harapan.  Toxic parents selalu mencari-cari kesalahan anak dan tidak mampu untuk menghargai anak. Bahkan pada jangka panjang toxic parents akan mengungkit-ungkit kesalahan anak. 

6. Sering mempermalukan anak

     Toxic parents akan cenderung sering membuat malu anak dengan memaki, mengejek, menyindir, merendahkan atau meneriaki anak di depan orang lain, terutama kalau anak melakukan kesalahan. Anak pun menjadi merasa sangat malu. 

7. Merasa bersaing dengan anak

    Ketika anak senang atau bahagia bila berhasil, toxic parents justru akan mengabaikannya, tidak menyemangati atau mengapresiasi, dan merasa tidak senang. 

Hyper Parenting

Dalam pola asuh hyper parenting, orang tua memiliki kontrol mutlak pada anak dalam berbagai urusan. Anak intinya dituntut terlihat sempurna dan sukses namun mengabaikan perasaan anak. Bagaimana ciri-ciri hyper parenting?

1. Menuntut berlebihan, orang tua hyper terlalu menuntut  berlebihan pada anak, misalnya harus berprestasi tinggi secara akademik di sekolah. Hati-hati, terkadang tanpa kita sadari alih-alih agar anak pintar dan berbakat diikutkan berbagai macam kegiatan, les atau kursus, tapi anak sebenarnya terbebani baik secara fisik maupun mental. 

2. Bersifat sangat detil dan perfeksionis, ingin selalu mengetahui dan memastikan kondisi anaknya setiap saat, menetapkan aturan ketat dan harapan tinggi pada anaknya baik perilaku maupun prestasi

3. Merasa sangat cemas dan ingin selalu memastikan anaknya melakukan sesuatu sesuai batasan atau aturan dari orang tua

4.  Mudah merasa frustasi dan menganggap diri gagal dalam mendidik ketika tumbuh kembangnya tidak sesuai harapan

Dampak Negatif Toxic Parents dan Hyper Parenting pada Kondisi Psikologis Anak

1. Anak menjadi tidak percaya diri dan bercitra diri rendah

2. Anak akan kehilangan waktu bermain yang berkualitas

3. Anak rentan mengalami sakit dan gangguan mental seperti cemas, stress bahkan bisa menjadi depresi

4. Anak menjadi memiliki emosi negatif yang meledak-ledak

5. Anak menjadi kurang kreatif dan ekspresif

6. Anak menjadi kurang mampu bersosialisasi 

7. Hubungan orang tua dan anak menjadi sangat kaku

8. Anak bisa menjadi perfeksionis dan menyalahkan diri sendiri apabila tidak mencapai harapan

9. Anak tidak mudah percaya kepada orang lain

Nah, mommy daddy melihat dampak negatif toxic parents dan hyper parenting, mari kita selalu berupaya menjadi orang tua dengan pola asuh positif, misalnya lebih demokratis ke anak, komunikatif, tidak menuntut. Tugas kita hanya mendampingi anak dengan baik sesuai tahapan tumbuh kembangnya. 

Salam positive parenting!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun