Sobat Kompasiana, tak terasa sebentar lagi di tahun 2024 akan dilaksanakan Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Di tahun menjelang Pemilu ini, bagi seorang ASN, baik PNS dan PPPK wajib menjaga netralitasnya. Kenapa? Karena ASN (dalam hal ini Bawaslu dan KPU) merupakan bagian dari penyelenggara Pemilu itu sendiri. Selain itu, ASN pada dasarnya adalah pelayan publik dalam menjalankan proses bisnis birokrasi harus memastikan pelayanannya tersebut berkualitas dan netral. Prinsip-prinsip netralitas diantaranya adalah bebas dari intervensi, tidak boleh memihak dan objektif.
Dalam menjaga netralitasnya, ASN juga harus memiliki bekal literasi digital yang cukup agar tidak mudah terpengaruh dengan berbagai arus informasi digital yang mengarah ke Pemilu. Ketika aparatur pemerintah netral dapat menjamin keadaban publik. Karakteristik yang dimiliki ASN masa kini yaitu change agility (mampu beradaptasi dengan perubahan apapun) dan learning agility (mampu selalu belajar) pun diharapkan ikut berperan dalam menjaga sikap netralitas ASN. ASN yang mampu beradaptasi dan selalu belajar tentunya juga dapat meningkatkan literasi digitalnya dalam memfilter informasi-informasi digital yang bersifat netral.
Tak tanggung-tanggung, tak hanya sanksi kode etik, ada sanksi hukuman disiplin pegawai dan ancaman sanksi pidana bagi ASN yang melanggar netralitasnya dalam Pemilu. Berdasarkan data yang dilansir BKN total pelanggaran netralitas ASN yang masuk ke BKN sampai saat ini tercatat sebanyak 1125 ASN, dan 46% direkomendasikan KASN mendapatkan hukuman disiplin sedang, 1 % hukuman disiplin berat, 3 % hukuman disiplin ringan, sanksi kode etik sebanyak 48%.
Lalu apa dan bagaimana netralitas ASN serta literasi digital dapat bermanfaat untuk mengantisipasi terhadap pelanggaran netralitas ASN ? Mari kita simak bersama penjelasannya yang disarikan penulis dari berbagai materi tentang Sosialisasi tentang Netralitas ASN oleh BKD DIY, Bawaslu dan Kanreg I Badan Kepegawaian Negara (BKN) Yogyakarta serta Literasi Digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Peraturan terkait Netralitas ASN
Netralitas ASN dapat dimaknai dalam berbagai sudut pandang peraturan hukum yaitu hukum administrasi pemerintahan dan hukum tentang Pemilu.
A. Hukum Administrasi Pemerintahan
Dari sudut pandang hukum administrasi pemerintahan, Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN menjelaskan bahwa setiap ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun (Pasal 2). ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik (Pasal 9 Ayat 2).
Selain UU ASN tersebut, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS juga telah mengatur tentang netralitas ASN.
Dalam PP Nomor 42 Tahun 2004 Pasal 11 huruf c bahwa etika terhadap diri sendiri meliputi menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan.
Sedangkan PP Nomor 94 Tahun 2021 melarang PNS memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dengan cara ikut kampanye; menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS; sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara.
Berkaitan dengan pembinaan dan pengawasan netralitas ASN, pemerintah melalui Kementerian PAN-RB, Kementerian Dalam Negeri, BKN, KASN dan Bawaslu juga telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menpan, Mendagri, BKN, KASN, dan Bawaslu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN (Aparatur Sipil Negara).
SKB diterbitkan untuk mewujudkan penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan yang netral, objektif dan akuntabel serta untuk membangun sinergitas, meningkatkan efektivitas dan efisiensi instansi pemerintah pusat dan daerah dalam melakukan pembinaan, pengawasan, penanganan pengaduan untuk mewujudkan kepastian hukum terhadap penanganan pelanggaran asas netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara.
SKB ini menegaskan agar seluruh pegawai ASN wajib menjaga netralitas dalam menyikapi situasi politik dan tidak terpengaruh atau memengaruhi pihak lain untuk melakukan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan atau ketidaknetralan. SKB juga menjelaskan tugas dan kewenangan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), Pejabat Pelaksana Tugas (Plt.), Pejabat Kepala Daerah (Pj.), Pejabat Sementara (Pjs) dan Pejabat Berwenang (PyB) agar melakukan pembinaan dan pengawasan. Tugas dan kewenangan pembinaan mencakup sosialisasi, ikrar bersama, pencegahan dini, bekerja sama dengan pihak terkait, menerapkan sistem informasi ASN terintegrasi dan komunikasi publik.
Pengawasan meliputi pembentukan pengawasan internal, identifikasi titik rawan pelanggaran, tindak lanjut rekomendasi KASN, monitoring dan evaluasi, bekerja sama dalam pengawasan, serta menyampaikan hasil pembinaan dan pengawasan kepada Satgas.
Surat Keputusan Bersama (SKB) Menpan, Mendagri, BKN, KASN, dan Bawaslu Nomor 2 Tahun 2022 dalam lampirannya menjelaskan matriks secara detil bentuk pelanggaran dan jenis sanksi atas pelanggaran netralitas pegawai ASN, diantaranya:
1. Pelanggaran Kode Etik
Diberikan berupa Sanksi Moral Pernyataan Secara Tertutup / Pernyataan Secara Terbuka (berdasarkan PP Nomor 42 Tahun 2004) apabila melakukan bentuk pelanggaran :
- Memasang spanduk/baliho/alat peraga lainnya terkait bakal calon peserta pemilu dan pemilihan
- Sosialisasi / Kampanye Media Sosial / Online Bakal Calon (Presiden/Wakil Presiden/DPR/DPD/DPRD/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota)
- Menghadiri deklarasi / kampanye pasangan bakal calon dan memberikan tindakan/dukungan secara aktif
- Membuat posting, comment, share, like, bergabung/ follow dalam group / akun pemenangan bakal calon (Presiden/Wakil Presiden/DPR/DPD/DPRD/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota)
- Memposting pada media sosial /media lain yang dapat diakses publik, foto bersama dengan Bakal Calon Presiden/Wakil Presiden/DPR/DPD/DPRD/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota; Tim Sukses dengan menunjukkan / memperagakan simbol keberpihakan / memakai atribut partai politik dan/menggunakan latar belakang foto (gambar) terkait partai politik / bakal calon (Presiden/Wakil Presiden/DPR/DPD/DPRD/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota); Alat peraga terkait partai politik / bakal calon (Presiden/Wakil Presiden/DPR/DPD/DPRD/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota).
- Ikut dalam kegiatan kampanye/sosialisasi/pengenalan bakal calon Presiden/Wakil Presiden/DPR/DPD/DPRD/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota/partai politik
- Mengikuti deklarasi / kampanye bagi suami / istri calon (Presiden/Wakil Presiden/DPR/DPD/DPRD/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota)
2. Pelanggaran Disiplin
Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2014 dan PP Nomor 94 Tahun 2021 akan diberikan sanksi berupa :
a. Hukuman Disiplin Berat :
- Memasang spanduk/baliho/alat peraga lainnya terkait bakal calon peserta pemilu dan pemilihan
- Sosialisasi / Kampanye Media Sosial / Online Bakal Calon (Presiden/Wakil Presiden/DPR/DPD/DPRD/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota)
- Melakukan pendekatan kepada : partai politik sebagai Bakal Calon (Presiden/Wakil Presiden/DPR/DPD/DPRD/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota); masyarakat (bagi independent) sebagai Bakal Calon (Presiden/Wakil Presiden/DPR/DPD/DPRD/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota) dengan tidak dalam status cuti di luar tanggungan negara (CLTN)
- Menghadiri deklarasi / kampanye pasangan calon dan memberikan tindakan/dukungan keberpihakan
- Membuat posting, comment, share, like, bergabung/ follow dalam group / akun pemenangan/calon (Presiden/Wakil Presiden/DPR/DPD/DPRD/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota)
- Memposting pada media sosial /media lain yang dapat diakses publik, foto bersama dengan Bakal Calon Presiden/Wakil Presiden/DPR/DPD/DPRD/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota; Tim Sukses dengan menunjukkan / memperagakan simbol keberpihakan / memakai atribut partai politik dan/menggunakan latar belakang foto (gambar) terkait partai politik / bakal calon (Presiden/Wakil Presiden/DPR/DPD/DPRD/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota); Alat peraga terkait partai politik / bakal calon (Presiden/Wakil Presiden/DPR/DPD/DPRD/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota) Dengan tujuan untuk memberikan dukungan terhadap partai politik atau calon atau pasangan calon Presiden/Wakil Presiden/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota serta calon anggota DPR/DPD/DPRD
- Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap partai politik atau calon atau pasangan calon Presiden/Wakil Presiden/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota serta calon anggota DPR/DPD/DPRD yang menjadi peserta pemilu atau pemilihan sebelum, selama dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, dan pemberian barang kepada ASN dalam lingkungan unit kerja, anggota, dan masyarakat
- Menjadi tim ahli / tim pemenangan / konsultan atau sebutan lainnya bagi bakal calon atau bakal pasangan calon Presiden/Wakil Presiden/ /Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota serta calon anggota DPR/DPD/DPRD bagi peserta pemilu dan pemilihan setelah penetapan peserta
- Memberikan dukungan kepada bakal calon perseorangan (kepala daerah/anggota DPD) dengan memberikan surat dukungan atau mengumpulkan fotocopi KTP atau surat keterangan penduduk
- Membuat keputusan / tindakan yang dapat menguntungkan / merugikan partai politik atau calon atau pasangan calon Presiden/Wakil Presiden/ /Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota serta calon anggota DPR/DPD/DPRD pada masa sebelum, selama dan sesudah masa kampanye
b. Hukuman Disiplin Sedang
- Menjadi tim ahli / tim pemenangan / konsultan atau sebutan lainnya bagi bakal calon atau bakal pasangan calon Presiden/Wakil Presiden/DPR/DPD/DPRD/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota / partai politik yang menjadi peserta pemilu atau pemilihan sebelum penetapan peserta pemilu atau pemilihan
c. Sanksi/Hukuman yang akan dibahas dan diputus oleh Satgas dan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
- Bentuk pelanggaran atau dugaan pelanggaran yang tidak termasuk dalam matriks bentuk pelanggaran yang diuraikan di atas.
B. Hukum terkait Pemilu
Dari sudut pandang hukum tentang Pemilu, UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Jo. UU Nomor 7 Tahun 2023 telah mengatur netralitas ASN dan sanksi pidananya dalam beberapa pasal antara lain:
-Pasal 182 huruf k, dan Pasal 240 ayat (2) huruf h menyebutkan “Bakal Calon anggota DPR, DPD, DPRD harus mengundurkan diri sebagai ASN, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali”.
- Pasal 280 ayat (2) huruf f menyebutkan “Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan ASN”. Lebih lanjut Pasal 493 mengatur sanksi pidana bagi pelanggaran pasal ini yaitu Setiap pelaksana dan/atau tim Kampanye Pemilu yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
- Pasal 280 ayat (3) menyebutkan “Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim kampanye Pemilu”. Sanksi pidana bagi pelanggarannya yaitu Setiap ASN, anggota TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, perangkat desa, dan/ atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) (Pasal 494).
- Pasal 282 menyebutkan “Pejabat negara, pejabat strukural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa Kampanye”.
- Pasal 283 ayat (1) menyebutkan “Pejabat negara, pejabat stuktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta Pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa Kampanye”.
- Pasal 283 ayat (2) menyebutkan “Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat”.
Selanjutnya dalam Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah juga telah mengatur:
- Pasal 70 ayat (1) menyebutkan dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia.
Pasal 189 mengatur sanksi pidananya bahwa Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota yang dengan sengaja melibatkan pejabat badan usaha milik negara, pejabat badan usaha milik daerah, Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah serta perangkat desa atau sebutan lain/perangkat kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah)
- Pasal 71 ayat (1) menyebutkan “Pejabat aparatur sipil negara dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon”.
Pasal 188 mengatur sanksi pidananya bahwa Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Pakta Integritas Netralitas ASN dalam Pemilu dan Pilkada
Selain sosialisasi kepada ASN, upaya untuk menjamin netralitas ASN lainnya adalah dengan menyelenggarakan ikrar bersama bagi para ASN dan penandatanganan pakta integritas Netralitas ASN dalam Pemilu dan Pilkada. ASN wajib mematuhi pakta integritas tersebut karena sudah menjadi kewajibannya yang melekat sebagai aparatur Negara untuk mengawal dan ikut menyukseskan Pemilu dan Pilkada sesuai dengan aturan yang berlaku.
Berikut ini bunyi pakta integritas Netralitas ASN dalam Pemilu dan Pilkada yang diikrarkan bersama:
“Dalam rangka menyukseskan pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan Kepala Derah Tahun 2024 kami berikrar:
1. Menjaga dan menegakkan prinsip netralitas pegawai ASN (PNS dan PPPK) dalam melaksanakan fungsi pelayanan publik baik sebelum, selama, maupun sesudah pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024
2. Menghindari konflik kepentingan, tidak melakukan praktik-praktik intimidasi dan ancaman kepada Pegawai ASN (PNS dan PPPK) dan seluruh elemen masyarakat serta tidak memihak kepada peserta Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024
3. Menggunakan media sosial secara bijak dan tidak menyebarkan ujaran kebancian serta berita bohong
4. Menolak politik uang dari segala jenis pemberian dalam bentuk apapun.
Demikian ikrar ini kami buat dan dilaksanakan dengan penuh integritas dan rasa tanggung jawab dalam rangka mewujudkan netralitas Pegawai ASN (PNS dan PPPK) yang bermartabat beretika dan demokratis demi terwujudnya persatuan dan kesatuan NKRI”
Literasi Digital dalam Menjaga Netralitas ASN
Kementerian Komunikasi dan Informatika mendefinisikan literasi digital sebagai kecakapan digital, yaitu kecakapan menyeleksi, memahami, menganalisis, memverifikasi data dan informasi, menjaga keamanan secara digital, serta berpartisipasi dalam transformasi digital.
Sebagai ASN di era digital ini sudah selayaknya memiliki kemampuan literasi digital. Selain untuk mendukung terwujudnya Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), ternyata literasi digital dapat bermanfaat untuk menjaga netralitas jelang Pemilu 2024 nanti. Upaya-upaya terkait literasi digital berikut ini dapat bermanfaat untuk menjaga netralitas ASN :
1. Membaca dan memahami peraturan atau hukum tentang Netralitas ASN
2. Tidak terlibat politik praktis dan lebih bijaksana dalam berkomentar di media sosial. Kuncinya adalah Jangan mudah like, comment, love, agree, share!
3. Tidak condong atau mendukung ke partai politik, agama, atau suku tertentu. Untuk menghindari persepsi masyarakar bahwa ASN condong ke pasangan calon tertentu, contoh kecilnya dalam berpose foto saat ini juga dihimbau untuk tidak menunjukkan gesture jari tangan yang menunjuk angka nomor pasangan calon.
4. Media sosial harus benar-benar dimanfaatkan untuk hal yang positif dan meningkatkan pelayanan publik yang lebih berkualitas, relevan dan responsive terhadap kebutuhan masyarakat.
5. Tidak mudah terpancing / terprovokasi untuk berargumen atau berdebat di media sosial
6. Membiasakan untuk memverifikasi kebenaran suatu informasi. Biasakan untuk menelusuri sumber berita apakah dapat dipercaya, hoaks atau tidak (dapat menggunakan Hoax Buster Tools), alamat situs dan kontennya, detil visual yang ditampilkan, cek redaksional, apabila berita / informasi cenderung mencari sensasi atau menyebarkan kebencian perlu dipertanyakan.
7. Periksalah organisasi berita yaitu mengecek profesionalitas sumber berita. Cara memverifikasi fakta adalah media mainstream memberitakan atau tidak.
Nah, Sobat Kompasiana khususnya ASN, hati-hati dan selalu tingkatkan literasi digital. Khususnya bagi PNS perangkat desa yang bersentuhan langsung dengan masyarakat harus selalu waspada dalam menjaga netralitasnya. Semoga informasi dalam artikel ini dapat bermanfaat dalam menjaga netralitas sebagai ASN.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H