Mohon tunggu...
Retno Palupi
Retno Palupi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi-NIM 55521120057 Dosen Pangampu Prof. Dr. Apollo, M.Si, Ak, Universitas Mercu Buana

Kampus UMB Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak Jurusan Magister Akuntansi Mata Kuliah Pajak Internasional dan Pemeriksaan Pajak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kuis 6_Kritik Produk Hukum Patuh Pajak Dekonstruksi Derrida

13 April 2023   03:11 Diperbarui: 13 April 2023   03:36 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nama: Retno Palupi

NIM: 55521120057

Nama Dosen: Prof. Apollo

Nama Kampus: Universitas Mercu Buana

Mata Kuliah: Pemeriksaan Pajak

Sisi Gelap Produk Hukum Patuh Pajak Dekonstruksi Derrida 

Mengenal Jacques Derrida

Jacques Derrida, lahir tanggal 15 Juli 1930 di Aljazair, merupakan sosok filosof modern yang sering mengkritik gagasan dan teori para filosof modern, dikenal sebagai poststrukturalisme. Pemikirannya sangat mempengaruhi berbagai bidang antara lain ; sastra, filsafat, dan teori budaya. Ia pindah ke Perancis pada tahun 1949 sampai menghembuskan nafas terakhirnya. Pekerjaannya menjadi guru di Cole Normale Suprieure di Paris. 

Nama orang tua Jacques Derrida adalah Aim Derrida dan Georgette Sultana Esther Safar, merekka menikah pada tahun 1923. Derrida adalah seorang berketurunan Yahudi. Ia meninggal dunia di usia 74 tahun tepatnya tanggal 9 Oktober 2004  karena penyakit kanker yang dideritanya (Hardiman, 2015).

Salah satu kunci konsep pemikiran Jacques Derrida adalah "dekonstruksi", yang merupakan suatu metode untuk menganalisa teks-teks sastra dan pemikiran filosofis lainnya dengan mengeksplorasi semua kebingungan, kontradiksi, dan ambiguitas yang terdapat dalam teks tersebut. Derrida menyatakan tidak ada makna yang pasti atau definitif dalam sebuah teks sastra, melainkan makna tersebut selalu terbuka untuk dapat ditafsirkan kembali dan dikritik.

Dalam sebuah karyanya yang diberi judul "Of Grammatology", Derrida mempertanyakan konsep dasar seperti "logocentrism", yakni keyakinan bahwa bahasa yang ditulis merupakan sumber otoritas dan kebenaran. Derrida juga mengemukakan pentingnya untuk mempertanyakan asumsi-asumsi yang mendasari pemikiran dan bahasa, serta mengakui bahwa bahasa ini selalu terikat pada konteks sosial dan sejarah yang melingkupinya.

Kita mengenal dekonstuksi dikenakan kepada Derrida sejak ia memberikan ceramah di Amerika dalam sebuah artikel. Pemikiran Derrida bukanlah sesuatu yang khas dalam hal dekonstruksi. Apabila kita melihat perkembangan filsafat Prancis maupun di Jerman, terdapat beberapa filosof yang sudah berbicara tentang dekonstruksi. Mereka sering disebut proto-dekonstruksionis Walter Benyamin, Nietzsche. Derrida dalam bukunya mengatakan bahwa:

Filsafat selalu cenderung mencari istilah yang sifatnya umum untuk satuan-satuan yang bersifat konkret (craving for generality). Dengan kata lain filsafat sering mencari kesatuan makna atau pengertian dari hal-hal yang beraneka ragam, mencari kesamaan dalam perbedaan, atau membuat penunggalan dalam kemajemukan (craving for unity) (Derrida, 2002).

Mc Quilan mengatakan terdapat lima strategi untuk memahami dekonstruksi (Hardiman, 2015) sebagai berikut ini:

  • Dekonstruksi yang mempunyai arti sebuah peristiwa; peristiwa pembacaan.
  • Dekonstruksi adalah merupakan kontaminasi oposisi-oposisi biner.
  • Dekonstruksi juga dijelaskan sebagai suatu proses pembacaan meminati yang tersingkirkan, contohnyaa coretan yang dilakukan dinding.
  • Dekonstruksi disebut sebagai sejarah. Istilah yang digunakan dalam oposisi-oposisi biner, juga tidak stabil dan mendekonstruksi diri serta hal yang terjadi di dalam sejarah terdahulu.
  • Tidak ditemukan yang bebas-teks. Dalam pembacaan dekonstruktif makna teks di sini mengacu pada rangkaian jejak-jejak, yakni konteks-konteks yang ada dalam sebuah teks yang memberi makna.

Dalam kenyataannya, dekonstruksi melibatkan membaca teks atau gagasan secara kritis dan mencari unsur-unsur yang tersembunyi atau bertentangan di dalamnya. Tujuan dekonstruksi menurut Derrida adalah bagaimana "membongkar" teks atau gagasan serta menunjukkan bagaimana makna dan nilai yang diberikan padanya tidaklah pasti atau tetap, namun selalu terbuka pada perubahan dan interpretasi yang tidak sama.

Dekonstruksi merupakan sebuah metode analisis dengan tujuan untuk mengungkapkan struktur-struktur kuasa yang tersirat di balik suatu konsep atau teks. Kritik dekonstruksi terhadap derita mengenai pajak di negara Indonesia dapat diartikan sebagai sebuah upaya untuk mengungkapkan struktur-struktur kuasa yang tersembunyi di balik narasi-narasi yang sering kali digunakan untuk merespon ketidakpuasan atau kegaduhan terhadap pajak di Indonesia.

Pertama, yang perlu digarisbawahi bahwa kritik dekonstruksi tidak bermaksud untuk menghilangkan atau meremehkan penderitaan atau kesulitan yang dialami oleh sebagian besar masyarakat ketika membayar pajak. Namun, kritik dekonstruksi ini mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang cukup kritis terhadap beberapa narasi yang seringkali digunakan untuk menyampaikan ketidakpuasan terhadap pajak di Indonesia.

Narasi yang seringkali digunakan adalah bahwa pajak di Indonesia tarifnya terlalu tinggi dan tentu memberatkan bagi masyarakat. Tetapi kritik dekonstruksi menunjukkan bahwa narasi ini sebenarnya didukung oleh struktur penguasa yang tersembunyi, contohnya kepentingan pemilik modal atau pengusaha besar yang ingin meminimalkan biaya pajak mereka. Narasi inilah yang mengabaikan fakta bahwa pajak merupakan sumber penerimaan yang besar bagi negara guna membiayai berbagai program pemerintah dan layanan publik, sebagai contoh kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.

Di sisi lain, kritik dekonstruksi juga mengungkapkan bahwa narasi tentang beban pajak seringkali berdasarkan pada asumsi-asumsi yang tidak benar atau tidak tepat. Contohnya, sebagian orang mungkin mengira bahwa pajak di Indonesia terlalu tinggi karena mereka tidak memahami bagaimana cara menghitung pajak atau bagaimana sistem pajak itu bekerja. Narasi tentang derita pajak juga seringkali mengabaikan kenyataan bahwa terdapat berbagai insentif dan keringanan pajak yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat untuk membantu meringankan beban pajak.

Pemikiran Jacques Derrida terkait dekonstruksi dan penghapusan hierarki pada bahasa dan teks dapat dihubungkan dengan kritik sisi gelap produk hukum patuh pajak. Dalam konteks ini, produk hukum patuh pajak dapat dianggap sebagai sebuah teks atau narasi yang dibangun untuk menciptakan pemahaman yang bersifat biner antara yang patuh pajak dan tidak patuh pajak.

Namun kenyataannya yang ditemukan dalam dekonstruksi Derrida, tidak ada pemahaman biner yang betul-betul ada dalam realitas. Dalam hal ini, produk hukum patuh pajak dapat dipertanyakan dalam hal pelanggaran atas hak-hak atau kepentingan masyarakat yang lebih besar, seperti keadilan, kesetaraan, dan kesejahteraan.

Derrida dalam bukunya "Pajak, Hukum, & Moral" mengatakan adanya sisi gelap dari produk hukum yang patuh pajak. Ia menggambarkan sisi gelap tersebut sebagai hasil dari dekonstruksi terhadap nilai-nilai yang mendasari sistem hukum. Untuk Derrida, sisi gelap dari produk hukum patuh pajak seperti ini adalah sebuah kegelapan yang dalam dan menakutkan.

Dalam buku berjudul "Pajak, Hukum, & Moral", Derrida mengeluhkan adanya sisi gelap dari produk hukum yang patuh pajak. Bahwa karakter setiap auditor adalah mempunyai naluri skeptisme yang tinggi. Hampir semua pemeriksa pajak beranggapan bahwa tidak mungkin ditemukan wajib pajak yang akan patuh 100%, sehingga diyaakini pasti ada kesalahan yang dibuat.

Produk produk hukum yang dibuat dan ddisahkan oleh pemerintah sebagai bagian yang mendapatkan tugas untuk memungut pajak, sudah dibuat sedemikian rupa untuk mengantisipasi terjadinya kebocoran pajak. Mulai dari Undang-Undang, diturunkan ke Peraturan Pengganti Undang-Undang diturunkan lagi ke Peraturan Menteri Keuangan, turun lagi Surat Edaran DJP yang masing masing mempunyai peranan yang struktural dan matematis. Sehingga dijadikan pedoman oleh petugas pajak dan wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya.

Penggunaan struktur pengulangan yang sama (Auditing) tidak menjamin wajib pajak akan patuh secara sukarela dalam jangka waktu tertentu. Karena bagaimanapun terdapat perbedaan prinsip antara wajib pajak dengan petugas pajak. Wajib pajak beranggapan pajak adalah beban dalam kegiatan usahanya, sehingga akan semaksimal mungkin untuk mengurangi beban pajak tersebut. Wajib pajak tidak mau mengerti bahwa uang pajak yang dibayarkan untuk membiayai masyarakat yang miskin dan tidak mampu serta untuk pembangunan. Sedangkan petugas pajak mempunyai tugas untuk mengumpulkan pajak yang semaksimal mungkin, sehingga petugas pajak memiliki tingkat kecurigaan yang tinggi kepada wajib pajak.

Untuk menguji kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi segala kewajiban perpajakannya biasanya dilakukan pemeriksaan pajak kepada wajib pajak baik orang pribadi maupun badan. Pemeriksaan Pajak yang dilaksanakan bertujuan untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap wajib pajak dan meningkatan kepatuhan oleh wajib pajak. Pemeriksa pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap data atau informasi mengenai kewajiban pelaporan pajak. Beberapa tahapan pemeriksaan pajak dilakukan guna memvalidasi dan mengidentifikasi adanya potensi ketidakpatuhan wajib pajak.

Wajib pajak yang patuh pun bukan berarti tidak ada potensi penghindaran pajak. Melainkan justru Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi (OP) atau Wajib Pajak (WP) Badan adalah yang patuh pajak, berpotensi sangat besar dan dapat dicurigai tidak patuh pajak, karena dengan meminjam rerangka skeptisisme dan kecurigaan (Freud, Nietzsche). Namun yang menjadi sasaran utama berpotensi dilakukan pemeriksaan pajak tentunya wajib pajak yang tidak patuh, karena secara hukum tidak menjalankan kewajiban perpajakannya sebagaimana ketentuan yang telah diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Beberapa hak-hak bagi wajib pajak dalam pemeriksaan  pajak antara lain: Hak untuk meminta Surat Perintah Pemeriksaan; Hak untuk melihat Tanda Pengenal Pemeriksa; Hak untuk mendapatkan penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan pajak; Hak untuk meminta rincian mengenai perbedaan antara hasil pemeriksaan dengan hasil pada SPT; Hak untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam kurun waktu yang sudah ditentukan.

Peranan dan Fungsi Pajak

Berikut dijelaskan beberapa peranan pajak dalam kehidupan bernegara, secara khusus dalam melakukan kegiatan pembangunan dikarenakan pajak merupakan salah satu sumber penerimaan utama bagi negara dalam rangka membiayai semua pengeluaran  dan belanja negara termasuk juga pengeluaran pembangunan. Berikut beberapa fungsi pajak diantaranya:

a. Fungsi budgetair atau anggaran, yaitu pajak berperan sebagai sumber pembiayaan untuk pengeluaran dan belanja negara. Pajak digunakan untuk membiayai kegiatan rutin contohnya belanja barang, belanja pegawai, biaya pemeliharaan dan lain-lain;

b. Fungsi regulerend atau mengatur, yaitu pemerintah dapat mengatur tingkat pertumbuhan ekonomi negara dengan menetapkan kebijaksanaan yang berkaitan dengan pajak. Dengan pengaturan pajak tersebut, maka pajak dapat digunakan untuk alat dalam mencapai tujuan. Misalnya meningkatkan penanaman modal, baik yang diperoleh dari dalam negeri maupun dari luar negeri, maka pemerintah (Direktorat Jenderal Pajak) memberikan berbagai hal fasilitas dalam rangka meringankan kewajiban perpajakannya;

c. Fungsi Stabilitas, yaitu dengan pajak maka pemerintah memiliki sejumlah dana yang dapat dipergunakan untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan kestabilan nilai harga sehingga nilai inflasi negara dapat dikendalikan. Contohnya yaitu dengan mengatur pemungutan pajak, mengatur kegiatan dalam peredaran uang yang berjalan di masyarakat, mengatur penggunaan pajak supaya lebih efektif dan efisien;

d. Fungsi Redistribusi pendapatan, yaitu sejumlah pajak yang telah dipungut oleh otoritas perpajakan dipergunakan untuk membiayai segala hal untuk kepentingan umum, termasuk juga membiayai program pembangunan sehingga diharapkan dapat membuka kesempatan kerja bagi masyarakat, dan akhirnya dapat meningkatkan penghasilan yang diperoleh masyarakat.

Pajak yang Patuh

Derrida mengkritik pajak yang patuh merupakan salah satu bentuk manifestasi sisi gelap dari produk hukum. Ia berpendapat bahwa implementasi undang-undang perpajakaan mewajibkan sekumpulan orang tertentu bertindak sebagai pengelola nilai-nilai hukum dikritiknya sebagai bentuk pembatas bagi hak-hak orang lain untuk bebas dari nilai-nilai yang mendasari sistem hukum.

Selain itu, Derrida menyampaikan kritik sistem pajak yang diterapkan berfokus pada nilai-nilai yang dianggap universal dan benar dalam sistem hukum tanpa menghormati hak-hak pengguna yang menolak nilai-nilai universal tersebut. Berbagai alasan ini maka sisi gelap dari produk hukum patuh pajak merupakan hal yang perlu diingat dan dipertimbangkan terlebih dahulu. Karena kriteria patuh tidak patuh kadang hanya penilaian sesaat dari sebagian orang. Kenyataannya banyak wajib pajak yang sudah berusaha patuh namun tetap dicurigai, bahkan ada yang tidak patuh namun wajib pajak tersebut mempunyai seseorang yang bisa melindunginya sehingga tidak terjadi masalah.

Pemeriksaan pajak umumnya bersumber dari teori audit, dimana semua akan diperiksa sesuai fakta yang ada. Namun terkadang fakta tersebut dibuatkan fakta baru demi kepentingan bersama  menyamakan persepsi antara wajib pajak dengan pemeriksa pajak. Hal ini akan sangat dimungkinkan dengan adanya dialektis yang terjadi.

Kepatuhan wajib pajak adalah pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh pembayar pajak dalam rangka memberikan kontribusi bagi pembangunan yang diharapkan secara sukarela. Membayar pajak adalah kewajiban bagi setiap warga negara. Kepentingan utama negara adalah agar warga negara menjalankan kewajibannya dan berperilaku sesuai dengan aturan pajak. Namun, perilaku yang sama dapat dihasilkan dari motif yang berbeda: (a) warga mematuhi pajak karena mereka menganggap biaya ketidakpatuhan terlalu tinggi, atau (b) warga dapat mematuhi karena merasa mempunyai kewajiban untuk melakukannya sebagai anggota masyarakat. Faktor murni ekonomi seperti tarif audit dan denda menunjukkan efek yang tidak konsisten terhadap kepatuhan pajak, karena berbagai alasan. Pertama, anggapan bahwa wajib pajak berusaha menghindari pajak setiap kali membayar harus diragukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar warga negara bersedia membayar pajak. Kedua, sebagian besar pembayar pajak tampaknya menerima begitu saja legitimasi sistem pajak. Mereka percaya tujuan pemerintah dan membayar bagian mereka tanpa mempertimbangkan kemungkinan untuk menghindari pajak.

Produk hukum patuh pajak sangat penting untuk memperhatikan kesetaraan, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat luas, serta memastikan bahwa kewajiban pajak diberlakukan secara adil dan merata pada seluruh lapisan masyarakat.

Upaya untuk memerangi korupsi di Indonesia dalam jangka panjang akan menambah kepercayaan dan dukungan masyarakat terhadap sistem perpajakan di negara ini dan memperkuat stabilitas ekonomi secara keseluruhan. Slogan "Bangga Bayar Pajak" adalah ajakan yang ditujukan kepada masyarakat agar sadar akan pentingnya membayar pajak sebagai kontribusi untuk pembangunan negara. Namun apabilaa ditemukan kejanggalan aliran dana di Kementerian Keuangan belum lamaa ini oleh PPATK, hal tersebut harus ditindaklanjuti dan diinvestigasi secara tuntas agar tidak menimbulkan keraguan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut.

Perlu digarisbawahi bahwa kejanggalan di suatu lembaga tidak serta-merta menunjukkan bahwa seluruh sistem atau lembaga tersebut buruk. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menunggu hasil investigasi dan tindakan yang dilakukan oleh pihak berwenang. Sebagai warga negara yang baik, kita tetap harus memenuhi kewajiban membayar pajak dan mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan pembangunan negara.

Tulisan Derrida tentang produk hukum patuh pajak  dapat disimpulkan bahwa sistem hukum ideal harus mampu menegakkan produk-produk hukum berbasis pajak dimana perlindungan hak bagi semua masyarakat dapat ditingkatkan.

Produk hukum ini harus dapat mengurangi beban fiskal bagi masyarakat miskin, meminimalkan eksploitasi dari kelas menengah, dan memunculkan investor asing untuk ikut andil.

Implementasi yang tepat adalah penting guna menciptakan nilai pada sebuah sistem hukum yang berhasil. Selain itu, implementasi yang benar dapat memastikan dan menjamin bahwa perlindungan hak di sebuah negara juga sukses.

Referensi:

Burton, R. (2013). Menyoal Pemeriksaan Bukti Permulaan di Bidang Perpajakan. Jurnal Legislasi Indonesia, 10(2), 133--140

Derrida, Jacques. 2002. Dekonstruksi Spiritual; Merayakan Ragam Wajah Spiritual, Yogyakarta: Jalasutra.

Materi Kuliah Pemeriksaan Pajak (2023), Universitas Mercubuana Jakarta, Dosen: Professor Apollo

Siregar, Manghiut. "Kritik Terhadap Teori Dekonstruksi Derrida." dalam Jurnal of Urban Sociology, Vol. 2 No. 1 April Tahun 2019.

Soemitro, R., & Sugiharti, D.K. (2010). Asas dan Dasar Perpajakan. Bandung: Refika Aditama

https://geert-hofstede.com/germany.html

https://klikpajak.id/blog/belajar-dan-mengenal-pajak-melalui-slogan-di-dunia-perpajakan/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun