Mohon tunggu...
Retno Palupi
Retno Palupi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi-NIM 55521120057 Dosen Pangampu Prof. Dr. Apollo, M.Si, Ak, Universitas Mercu Buana

Kampus UMB Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak Jurusan Magister Akuntansi Mata Kuliah Pajak Internasional dan Pemeriksaan Pajak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kuis 6_Kritik Produk Hukum Patuh Pajak Dekonstruksi Derrida

13 April 2023   03:11 Diperbarui: 13 April 2023   03:36 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita mengenal dekonstuksi dikenakan kepada Derrida sejak ia memberikan ceramah di Amerika dalam sebuah artikel. Pemikiran Derrida bukanlah sesuatu yang khas dalam hal dekonstruksi. Apabila kita melihat perkembangan filsafat Prancis maupun di Jerman, terdapat beberapa filosof yang sudah berbicara tentang dekonstruksi. Mereka sering disebut proto-dekonstruksionis Walter Benyamin, Nietzsche. Derrida dalam bukunya mengatakan bahwa:

Filsafat selalu cenderung mencari istilah yang sifatnya umum untuk satuan-satuan yang bersifat konkret (craving for generality). Dengan kata lain filsafat sering mencari kesatuan makna atau pengertian dari hal-hal yang beraneka ragam, mencari kesamaan dalam perbedaan, atau membuat penunggalan dalam kemajemukan (craving for unity) (Derrida, 2002).

Mc Quilan mengatakan terdapat lima strategi untuk memahami dekonstruksi (Hardiman, 2015) sebagai berikut ini:

  • Dekonstruksi yang mempunyai arti sebuah peristiwa; peristiwa pembacaan.
  • Dekonstruksi adalah merupakan kontaminasi oposisi-oposisi biner.
  • Dekonstruksi juga dijelaskan sebagai suatu proses pembacaan meminati yang tersingkirkan, contohnyaa coretan yang dilakukan dinding.
  • Dekonstruksi disebut sebagai sejarah. Istilah yang digunakan dalam oposisi-oposisi biner, juga tidak stabil dan mendekonstruksi diri serta hal yang terjadi di dalam sejarah terdahulu.
  • Tidak ditemukan yang bebas-teks. Dalam pembacaan dekonstruktif makna teks di sini mengacu pada rangkaian jejak-jejak, yakni konteks-konteks yang ada dalam sebuah teks yang memberi makna.

Dalam kenyataannya, dekonstruksi melibatkan membaca teks atau gagasan secara kritis dan mencari unsur-unsur yang tersembunyi atau bertentangan di dalamnya. Tujuan dekonstruksi menurut Derrida adalah bagaimana "membongkar" teks atau gagasan serta menunjukkan bagaimana makna dan nilai yang diberikan padanya tidaklah pasti atau tetap, namun selalu terbuka pada perubahan dan interpretasi yang tidak sama.

Dekonstruksi merupakan sebuah metode analisis dengan tujuan untuk mengungkapkan struktur-struktur kuasa yang tersirat di balik suatu konsep atau teks. Kritik dekonstruksi terhadap derita mengenai pajak di negara Indonesia dapat diartikan sebagai sebuah upaya untuk mengungkapkan struktur-struktur kuasa yang tersembunyi di balik narasi-narasi yang sering kali digunakan untuk merespon ketidakpuasan atau kegaduhan terhadap pajak di Indonesia.

Pertama, yang perlu digarisbawahi bahwa kritik dekonstruksi tidak bermaksud untuk menghilangkan atau meremehkan penderitaan atau kesulitan yang dialami oleh sebagian besar masyarakat ketika membayar pajak. Namun, kritik dekonstruksi ini mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang cukup kritis terhadap beberapa narasi yang seringkali digunakan untuk menyampaikan ketidakpuasan terhadap pajak di Indonesia.

Narasi yang seringkali digunakan adalah bahwa pajak di Indonesia tarifnya terlalu tinggi dan tentu memberatkan bagi masyarakat. Tetapi kritik dekonstruksi menunjukkan bahwa narasi ini sebenarnya didukung oleh struktur penguasa yang tersembunyi, contohnya kepentingan pemilik modal atau pengusaha besar yang ingin meminimalkan biaya pajak mereka. Narasi inilah yang mengabaikan fakta bahwa pajak merupakan sumber penerimaan yang besar bagi negara guna membiayai berbagai program pemerintah dan layanan publik, sebagai contoh kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.

Di sisi lain, kritik dekonstruksi juga mengungkapkan bahwa narasi tentang beban pajak seringkali berdasarkan pada asumsi-asumsi yang tidak benar atau tidak tepat. Contohnya, sebagian orang mungkin mengira bahwa pajak di Indonesia terlalu tinggi karena mereka tidak memahami bagaimana cara menghitung pajak atau bagaimana sistem pajak itu bekerja. Narasi tentang derita pajak juga seringkali mengabaikan kenyataan bahwa terdapat berbagai insentif dan keringanan pajak yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat untuk membantu meringankan beban pajak.

Pemikiran Jacques Derrida terkait dekonstruksi dan penghapusan hierarki pada bahasa dan teks dapat dihubungkan dengan kritik sisi gelap produk hukum patuh pajak. Dalam konteks ini, produk hukum patuh pajak dapat dianggap sebagai sebuah teks atau narasi yang dibangun untuk menciptakan pemahaman yang bersifat biner antara yang patuh pajak dan tidak patuh pajak.

Namun kenyataannya yang ditemukan dalam dekonstruksi Derrida, tidak ada pemahaman biner yang betul-betul ada dalam realitas. Dalam hal ini, produk hukum patuh pajak dapat dipertanyakan dalam hal pelanggaran atas hak-hak atau kepentingan masyarakat yang lebih besar, seperti keadilan, kesetaraan, dan kesejahteraan.

Derrida dalam bukunya "Pajak, Hukum, & Moral" mengatakan adanya sisi gelap dari produk hukum yang patuh pajak. Ia menggambarkan sisi gelap tersebut sebagai hasil dari dekonstruksi terhadap nilai-nilai yang mendasari sistem hukum. Untuk Derrida, sisi gelap dari produk hukum patuh pajak seperti ini adalah sebuah kegelapan yang dalam dan menakutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun