TB1_Manajemen Pajak dalam Memilih Badan Usaha
Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa penerimaan negara Indonesia sebagian besar berasal dari sektor perpajakan. Kita sebagai wajib pajak orang pribadi atau badan harus menyetor pajak sesuai dengan aturan perpajakan yang ditetapkan pemerintah. Manfaat pajak tidak langsung bisa kita nikmati bersama. Negara akan mengalokasikan untuk pembangunan di berbagai sektor, disesuaikan dengan program dari pemerintah. Diantaranya untuk membangun infrastruktur, membantu orang lain dengan menyediakan fasilitas umum dan lain sebagainya.
Negara memungut pajak dari objek pajak apapun yang menambah nilai ekonomi. Perekonomian di Indonesia dikelompokkan menjadi 4 sektor, yaitu : sektor perusahaan, sektor rumah tangga, sektor pemerintah serta sektor internasional. Aktifitas ekonomi keempat sektor ini dikenakan pajak. Sektor rumah tangga berbelanja ke perusahaan dikenakan pajak begitu juga dengan pemerintah. Pemerintah berbelanja ke perusahaan dikenakan pajak sesuai ketentuan perpajakan, misalnya membeli Alat Tulis Kantor akan dikenakan PPN dan PPh pasal 22 jika nilainya di atas Rp 2.000.000,-.
Berikut bagan keterkaitan keempat sektor ekonomi:
Namun berbeda dari sisi wajib pajak terutama wajib pajak Badan karena membayar pajak merupakan biaya yang mengurangi laba atau keuntungan perusahaan. Dengan keuntungan yang berkurang akan berpengaruh terhadap pembagian deviden kepada para pemegang saham. Pemerintah menggunakan berbagai skema untuk menggenjot penerimaan pajak sementara wajib pajak akan berusaha supaya biaya pajak seminimal mungkin.
Bagi pengusaha atau investor akan memperhatikan dalam memilih bentuk usaha yang akan dijalankan. Mereka mempertimbangkan bentuk usaha apa yang menjanjikan keuntungan paling maksimal dengan risiko seminimal mungkin. Selain itu pengusaha juga mempertimbangkan biaya pajak paling kecil untuk keberlangsungan perusahaannya dalam jangka panjang. Dalam hal ini pengusaha memerlukan manajemen pajak (tax planning).
Apakah yang dimaksud Manajemen Pajak?
Menurut IAI, manajemen pajak didefinisikan sebagai usaha menyeluruh yang dilakukan terus menerus oleh Wajib Pajak agar semua hal yang berkaitan dengan urusan perpajakan dapat dikelola dengan baik, ekonomis, efektif dan efisien, sehingga dapat memberikan kontribusi maksimum bagi kelangsungan usaha wajib pajak tanpa mengorbankan kepentingan penerimaan negara.
Manajemen Pajak mempunyai fungsi sebagai berikut:
- Fungsi Planning (Perencanaan Pajak). Pengusaha dapat merencanakan sendiri berapa pajak yang akan dibayarkan, ini berkaitan dengan laba atau keuntungan yang ingin dicapai perusahaan.
- Fungsi Pengorganisasian perpajakan (fungsi organizing). Pengusaha melakukan koordinasi dengan bagian-bagian yang terlibat untuk transaksi yang berhubungan dengan pajak.
- Fungsi pelaksanaan perpajakan (fungsi actuating). Pengusaha membuat daftar atau list pelaksanaan pajak, untuk memastikan apakah kewajiban perpajakan sudah dipenuhi, tepat waktu pembayaran dan pelaporannya.
- Fungsi pengawasan perpajakan (fungsi controlling). Pengusaha dapat mengawasi setiap transaksi yang berhubungan dengan pajak sudah dipenuhi sesuai ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku.
Apa yang harus diketahui sebelum memilih badan usaha?
Pemilihan bentuk usaha mempertimbangkan faktor berikut:
1. Tarif PPh untuk orang pribadi dan wajib pajak badan bagaimana hubungannya, apakah ada ketentuan khusus yang mengaturnya,
2. Keuntungan (dividen) para pemegang saham, laba bruto apakah dikenakan PPh berganda,
3. Penundaan membayar pajak apakah mempengaruhi tarif PPh menjadi lebih kecil atau besar jika dibandingkan pada kesempatan tarif PPh dari akumulasi pendapatan perusahaan,
4. Ketentuan kompensasi kerugian dan kredit investasi pada bentuk usaha tertentu,
5. Perlakuan khusus atas pajak, contohnya pajak atas penghasilan personal, akumulasi laba dan holding company,
6. Liberalisasi.
Manajemen pajak bertujuan antara lain:
- Melaksanakan peraturan perpajakan yang ditetapkan pemerintah
- Mengefisienkan beban pajak untuk mendapatkan keuntungan yang diinginkan
- Melaksanakan kewajiban pajak yang direncanakan perusahaan memenuhi syarat formal
- Meminimalkan sanksi pajak
Sebelum menentukan bentuk usaha atau bisnis yang akan kita bangun, seringkali tumbuh keraguan pada diri sendiri. Berikut terdapat tiga hal yang sudah harus kita ketahui dalam membentuk suatu usaha, yaitu:
- Apa saja resiko bentuk usaha yang akan dipilih;
- Bagaimana mengatur keuangan yang kita punya antara bisnis dan kebutuhan hidup;
- Bentuk usaha apa yang akan kita mulai.
Mengenal bentuk usaha di Indonesia
Badan usaha merupakan lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan faktor industri. Bentuk usaha yang legal di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu:
- Perseroan Terbatas (PT);
- Persekutuan (firma, CVatau kongsi);
- Koperasi atau badan usaha lain;
- Perseorangan atau usaha yang diselenggarakan pribadi.
Apa sih bentuk usaha tersebut? Dan apa saja pajak dari bentuk usaha tersebut? Mari kita uraikan bentuk-bentuk usaha di Indonesia sebagaimana yang telah di sampaikan atas:
- Perseroan Terbatas (PT)
UU Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur cara mendirikan dan mengelola Perseroan Terbatas, di antaranya mengatur tentang pemisahan harta pribadi yang dimiliki pemilik Perseroan Terbatas dengan harta yang dimiliki PT tersebut. PT dalam kesehariannya dipimpin seorang Direktur yang dapat merangkap pemegang saham.
Menurut UU Nomor 11 tahun 2020 (Cipta Kerja) dijelaskan PT didirikan tanpa kriteria kepemilikan modal sebagaimana diatur pada PP Nomor 8 tahun 2021. Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2021 dapat didirikan PT Perorangan bagi usaha mikro maupun kecil. Dalam PP tersebut diatur kriterianya serta bagaimana pendiriannya. Â Â
Di dalam Perseroan Terbatas terdapat shareholder yang mempunyai arti pemegang saham maupun stakeholder. Modal dan pinjaman modal sangat mudah didapatkan bagi Perseroan Terbatas. Saham dalam Perseroan Terbatas juga mudah diperjualbelikan berdasarkan perjanjian.
Perseroan Terbatas sendiri memiki ciri sebagai badan hukum karena pendiriannya menggunakan akta notaris , harus ada izin Kemenkumham, modalnya tiga macam serta mempunyai organ PT.
Kita mengenal tiga jenis modal yang ada di PT sebagai berikut:
- Â Modal dasar adalah modal minimal pertama ketika PT didirikan sesuai Anggaran Dasar PT
- Modal ditempatkan adalah modal yang harus ada minimal 25% modal dasar
- Modal disetor, syarat untuk memenuhi modal. Pemegang saham memiliki saham dalam perusahaan (Perseroan Terbatas)
Bagaimana sistem perpajakannya? Berdasarkan UU Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, pengenaan pajak sebuah Perseroan Terbatas (Wajib Pajak Badan) sebelum dividen dibagi kepada pemegang saham dikenakan level net income. Ketika penghasilan (dalam hal ini disebut dividen) ditransfer ke rekening para pemegang saham, akan dikenakan pajak penghasilan sebesar 10% (dikenal PPh final bagi WP OP).
Contoh kasus:
Pendapatan bersih sebelum pajak            Rp 600.000.000,-
PPh Badan 25% Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Rp 150.000.000,-
Pendapatan bersih setelah pajak             Rp 450.000.000,-
Pajak dividen 10% (PPh final)                Rp   45.000.000,-
Return yang diterima pemegang saham     Rp 405.000.000,-
% beban pajak (total tax/net income)=(150.000.000+45.000.000 ) / 600.000.000 X 100% = 32,5% Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai pemegang saham dikenakan pajak profit yang diterima dari PT tersebut sebesar 32,5%.
- Persekutuan (firma, CV, kongsi)
Commanditaire Vennootschap atau CV adalah kemitraan yang dibentuk oleh satu orang atau lebih, di mana mereka percaya kepada satu orang atau lebih untuk menjalankan usaha bahkan memimpin perusahaan tersebut. Itulah alasan mengapa disebut sekutu. Ada 2 jenis sekutu, meliputi sekutu aktif dan pasif. Sekutu aktif adalah sekutu yang aktif mengelola serta menjalankan perusahaan bahkan mempunyai hak merumuskan kebijakan perusahaan. Sedangkan sekutu pasif, mereka menitipkan modalnya tetapi tidak ikut serta menjadi pengurus ataupun mengelola perusahaan tersebut.
Undang-Undang PPh mengatur pajak CV pasal 6 serta pasal 4 ayat 3 huruf I. Pajak yang dikenakan terhadap CV, dikenakan satu kali saja yaitu pada level net income perseroan. Jadi pada waktu diditribusikan kepada para pemegang saham, tentu pajak dividen tidak dikenakan lagi.
Perpajakan CV secara khusus sesuai pada pasal 4 ayat 3 huruf I UU Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana diubah untuk terakhir kali dengan UU Nomor 38 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, berbeda antara  PT dengan CV. Ketentuan khusus perpajakannya dapat dilihat sebagai berikut:
"Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif dikecualikan dari objek pajak."
Firma adalah bentuk usaha yang memiliki kerjasama antara dua orang atau lebih dalam mengelola perusahaan bersama. Anggotanya bertanggung jawab secara tidak terbatas. Bila terdapat salah satu anggotanya yang melanggar secara hukum maka dapat berdampak pada semua anggota firma tersebut. Hak milik perusahaan anggota firma tidak dipisahkan dengan harta kekayaan pribadi, sehingga harta pribadi dapat terancam ikut disita . Apabila suatu ketika firma bangkrut atau pailit maka harta kekayaan pribadi dapat disita juga karena pertanggungjawabannya tidak dapat dipisahkan.
Dalam hal ini pendirian CV di negara kita lebih memberikan keuntungan jika dibandingkan PT. Mengapa lebih menguntungkan CV? Karena pajak CV dikenakan sekali saja, yaitu pada waktu CV mendapatkan profit atau laba. Ketika laba atau profit diberikan untuk para sekutu sebagai prive, maka ini dikecualikan sebagai objek pajak.
Contoh perhitungan pajak Firma / CV
Pendapatan tahun 2018 Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Rp 60.000.000,-
COGS Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Rp 58.800.000,-
Pendapatan kotor                               Rp   1.200.000,-
Beban Operasi                                   Rp    600.000,-
Pendapatan bersih sebelum pajak               Rp    600.000,-
Pajak perusahaan (PPh badan) sebesar 25%     Rp    150.000,-
Pendapatan bersih setelah pajak                Rp    450.000,-
Pada waktu deviden ditransfer kepada anggota pemilik CV, maka dividen yang dibagi tersebut tidak akan dipotong atau dikenakan pajak.
Pendapatan bersih sebelum pajak               Rp 600.000,-
Pajak perusahaan (PPh badan) sebesar 25% Â Â Â Â Rp 150.000,-
Pendapatan bersih setelah pajak                 Rp 450.000,-
Pajak dividen 0%                                Rp       0,-
Return yang diterima shareholder               Rp 450.000,-
% beban pajak (total tax / net income) Â (Rp 150.000,- / Rp 600.000,-) X 100 %Â = 25%
                                                Â
- Koperasi dan badan usaha lain
Di Indonesia dikenal berbagai macam jenis koperasi. Asas kekeluargaan yang mendasari pembentukan koperasi. Tujuan dari koperasi adalah mensejahterakan para anggotanya. Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Koperasi mengatur koperasi bersifat terbuka, mandiri serta demokratis.
Bentuk koperasi ada dua yaitu Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder. Pertama adalah Koperasi Primer, Koperasi Primer adalah bentuk usaha yang pendiriannya paling sedikit oleh 9 orang yang merupakan orang perseorangan. Dan kedua adalah Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang pendiriannya dilakukan oleh minimal 3 koperasi dan anggota koperasinya adalah koperasi-koperasi yang telah mempunyai badan hukum.
Bentuk usaha koperasi lebih mengutamakan kepentingan anggota. Setiap anggota di dalam bentuk usaha koperasi memiliki suara hak yang sama karena kekuasaan tertinggi berada pada Rapat Anggota Tahunan (RAT). Namun dalam pengelolaan koperasi ditunjuk pengurus yang bertanggung jawab mengelola kelangsungan usaha koperasi. Kelemahan bentuk usaha koperasi adalah anggota koperasi yang belum profesional dan hanya memiliki modal yang terbatas.
Berdasarkan jenis usahanya koperasi dibedakan menjadi:
- Koperasi simpan pinjam, koperasi ini melayani kebutuhan simpan pinjam bagi para anggota. Dananya berasal dari anggota koperasi yang menyimpan uangnya. Syarat dan ketentuan bagi peminjam disepakati dalam RAT, bunganya tentu lebih rendah dari perbankan.
- Koperasi Jasa, merupakan jenis koperasi di mana produknya layanan dan jasa bagi masyarakat maupun anggotanya. Contoh koperasi jasa transportasi.
- Koperasi produksi, adalah anggotanya merupakan produsen, Bidang usahanya menjual bahan baku bagi anggotanya, tentu dengan harga yang bersaing di pasar.
- Koperasi konsumsi, di mana usahanya diperuntukkan bagi konsumen barang atau jasa, diharapkan harganya lebih murah jika dibandingkan toko yang lain. Contoh koperasi ini adalah koperasi pegawai, koperasi siswa dan lain sebagainya.
Sedangkan bentuk usaha yayasan merupakan bentuk usaha yang badan hukum dengan kekayaannya terpisah. Sebagian besar tujuan utama dari bentuk usaha yayasan ini bukanlah mencari profit atau laba melainkan lebih mengutamakan tujuan sosial. Pendiri yayasan harus menyadari bahwa bentuk usaha ini tidak mencari profit atau keuntungan.
Pada prinsipnya perpajakan pada koperasi seperti bentuk usaha lainnya. Keuntungan atas usaha koperasi yang dikenal dengan Sisa Hasil Usaha (SHU) adalah salah satu objek PPh yang tarif PPhnya sama dengan yaitu dikenakan tarif tunggal 28% (ketentuan tahun 2009) dan tarif 25% (mulai tahun 2010 sampai sekarang).
Pada umumnya kewajiban pajak bagi Koperasi sebagai badan usaha yaitu:
- Mempunyai NPWP dan atau sebagai PKP. NPWP diperoleh dengan mendaftarkan pada KPP setempat. Sedangkan Pengusaha Kena Pajak juga diperoleh dari KPP.
- Memotong / Memungut Pajak Penghasilan. Kewajiban memotong /memungut PPh sudah ditetapkan di dalam Undang-Undang Perpajakan. Pajak tersebut meliputi : PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, dan PPh pasal 4 ayat (2).
- Menyetor dan Melapor Pajak Penghasilan. Ini berlaku pemungutan yang dilakukan oleh koperasi atas PPh badan ataupun Pajak yang lain.
- Memungut Pajak Pertambahan Nilai. Sejak diberlakukannya UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan maka mulai tanggal 1 April 2022 tarif PPN adalah 11 %. Apabila sebagai PKP harus memungut, menyetor dan melaporkan PPN tersebut.
Usaha yang diselenggarakan orang pribadi atau Perseorangan
Usaha orang pribadi atau Perseorangan, dalam pendiriannya Warga Negara Indonesia tanpa melakukan izin khusus, disebabkan usahanya bukan berbentuk badan hukum. Mereka diberi kebebasan mendirikan usaha syaratnya sesuai peraturan perundang-undangan. Resiko perseorangan hanya dimiliki seorang diri saja. Beberapa kelebihan dalam mendirikan perusahaan perseorangan ini adalah perseorangan lebih mudah mengawasi usahanya, biaya pengelolaan lebih rendah, laba menjadi milik perusahaan sepenuhnya dan memiliki proses administrasi hukum yang sederhana. Â
Usaha yang dijalankan perseorangan dengan membuat perusahaan dagang (UD), tidak mengharuskan mempunyai nama usaha. Contoh usaha ini bisa bermacam-macam, yaitu berjualan atau berdagang, UMKM, usaha jasa, dan sebagainya.Â
Ciri-ciri usaha perseorangan:
- Modalnya relative kecil
- Dimiliki oleh perseorangan
- Pengelolaannya sederhana dan terbatas
- Kelangsungan usahanya tergantung pemilik perusahaan
- Pemiliknya sebagai manajer atau direktur sehingga tanggung jawabnya tidak terbatas.
Kewajiban perpajakan usaha perseorangan:
1. harus mempunyai nomor pokok wajib pajak (NPWP) sebagai orang pribadi yang akan digunakan untuk keperluan perpajakan. WP dapat mendaftarkan NPWP secara online ataupun datang langsung ke KPP setempat sesuai domisili.
2. dalam menjalankan usahanya, pengusaha wajib menyelenggarakan pembukuan tetapi jika omzet usaha selama satu tahun pajak (periode Januari s.s Desember) tidak lebih dari Rp4,8 miliar, maka pengusaha hanya diwajibkan membuat pencatatan. Pengusaha menggunakan norma untuk menghitung penghasilan neto yang tertuang dalam Pasal 14 Undang-Undang Pajak Penghasilan dan PER Dirjen Pajak nomor PER-17/PJ/2015. Sedangkan terkait pembukuan ketentuannya diatur di dalam Pasal 28 Undang-Undang KUP.
3. pengusaha dapat mengurangkan penghasilan netonya dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), dasar menghitungnya disesuaikan dengan kondisi atau status perkawinan Wajib Pajak beserta jumlah yang ditanggung WP. Maksimal jumlah tanggungan yang bisa mengurangi adalah tiga orang. Ketentuan biaya yang mengurangi penghasilan diatur pada Pasal 6 UU Pajak Penghasilan, sedangkan ketentuan tentang PTKP diatur atau tercantum dalam Pasal 7 Undang-Undang Pajak Penghasilan.Â
Berikut tabel PTKP wajib pajak:
4. pajak terutang dihitung mengacu pada tarif pajak progresif sebagaimana tertuang pada ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Perpajakan (Undang Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan)
Wajib pajak orang pribadi dalam negeri, tariff pajaknya dapat dilihat sebagai berikut:
- Penghasilan 0 s.d Rp 60.000.000,- dikenakan tarif 5%
- Penghasilan lebih dari Rp 60.000.000,- s.d Rp 250.000.000,- Â dikenakan tarif 15%
- Penghasilan lebih dari Rp 250.000.000,- s.d Rp 500.000.000,- dikenakan tarif 25%
- Penghasilan lebih dari Rp 500.000.000,- s.d Rp 5.000.000.000,- dikenakan tarif 30 %
- Penghasilan lebih dari Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dikenakan tarif 35%
Pengelompokan tarif di atas dapat dilihat pada bagan berikut:
Contoh kasus
Pak Ibrahim mempunyai usaha mebelair . Pada tahun 2018 mempunyai laporan laba rugi sebagai berikut:
Penghasilan tahun 2018 Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Rp 6.000.000.000,-
HPP Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Rp 4.200.000.000,-
Laba Bruto                                       Rp 1.700.000.000,-
Beban Operasi                                   Rp   900.000.000,-
Laba sebelum pajak                              Rp   800.000.000,-
Jika Pak Ibrahim statusnya kawin dengan mempunyai 3 orang anak maka perhitungan pajak penghasilan terutang tahun 2018 sebagai berikut (PTKP menggunakan UU KUH yang lama):
Laba sebelum pajak                               Rp  800.000.000,-
PTKP K/3                                         Rp   48.000.000,-
PKP (Penghasilan Kena Pajak)                    Rp  752.000.000,-
Perhitungan PPh yang terutang:
5 %  x Rp  50.000.000,-     = Rp  2.500.000,-
15% x Rp 200.000.000,- Â Â Â Â = Rp 30.000.000,-
25% x Rp 250.000.000,- Â Â Â Â = Rp 62.500.000,-
30% x Rp 252.000.000,-     = Rp 75.600.000,-    Rp  170.600.000,-
Prosentase pajak penghasilan terutang  = 170.600.000,- / Rp 752.000.000,-
                                          =21,32 %
Apa saja pertimbangan yang harus diperhatikan dalam memilih bentuk usaha?
Dari uraian di atas kita mengetahui jenis bentuk usaha yang di Indonesia, sehingga kita dapat mempertimbangkan keuntungan dan kekurangannya . Beberapa hal yang perlu kita pertimbangkan dalam menentukan bentuk usaha adalah sebagai berikut:
- Kewenangan dan tanggung jawab sebagai pemilik bentuk usaha
Setelah mengetahui beberapa bentuk usaha di atas, kita dapat menentukan jenis tanggung jawab maupun wewenang yang kita dapat lakukan dalam membentuk suatu badan usaha. Kita bisa mempertimbangkan dari segi kerugian yang akan kita terima di hari selanjutnya.
- Kondisi keuangan dan syarat pendirian
Ketika memulai bentuk usaha kita harus mempertimbangkan modal yang kita miliki dan kesulitan ketika mendirikan bentuk usaha yang dipilih. Apabila kita mempunyai modal yang tidak terlalu banyak, maka kita dapat memilih membuat CV karena proses pendiriannya sangat mudah dan murah.
- Kemudahan memperoleh pinjaman modal
Sebuah bentuk usaha pasti membutuhkan modal sebagai dasar dalam pendirian bentuk usaha tersebut. Kemudahan dalam memperoleh pinjaman modal akan menguntungkan bentuk usaha yang kita miliki. Pinjaman modal nantinya akan menentukan bagaimana perusahaan kita akan bisa bertahan dan berkembang. Namun jika tidak melakukan pinjaman modal, usaha tentu lebih lama dan sulit untuk berkembang.
- Perkembangan usaha
Visi misi yang kuat saat mendirikan suatu bentuk usaha akan menjadi salah satu latar belakang atau landasan ketika memilih bentuk usaha. Sebuah bentuk usaha tentu membutuhkan perencanaan dan prognosis ke depan supaya bentuk usaha tersebut dapat berkembang mengikuti perkembangan zaman.
- Kewajiban dalam memenuhi perundang-undangan
Suatu bentuk usaha harus memiliki badan hukum yang jelas. Hukum dapat dibentuk melalui perundingan tanpa melanggar kewajiban dalam perundang-undangan atau mengikuti standar dalam pemerintahan.
Kesimpulannya :
- Setelah mengetahui bentuk usaha yang terdapat di Indonesia dan diketahui bagaimana sistem perpajakannya, kita bisa dengan mudah menentukan bentuk usaha apa yang cocok untuk kita.
- Jika kita ingin mendirikan bentuk usaha dengan modal tinggi dan memiliki hukum yang jelas maka Perseroan Terbatas adalah yang cocok sebagai bentuk usaha kita.
- Jika kita ingin memiliki kemampuan dalam hal mengontrol dan mengawasi perusahaan kita maka perusahaan perseorangan adalah bentuk usaha yang cocok untuk kita.
- Jika kita memiliki modal bisnis yang terbatas dan memiliki perjanjian kerjasama dalam mendirikan bentuk usaha maka CV atau persekutuan komanditer adalah pilihan yang tepat untuk bentuk usaha kita.
- Selain itu perlu dipertimbangkan juga tentang manajemen pajak atas bentuk usaha yang kita pilih. Manajemen pajak sangat diperlukan dalam membuat estimasi berapa pajak yang harus disetor untuk mengurangi resiko ketidakpatuhan membayar pajak. Ini juga untuk mencegah koreksi fiscal pada waktu mendatang. Sebagai pelaku usaha diharapkan berperan untuk meningkatkan penerimaan negara melalui taat membayar pajak.
Referensi:
https://accounting.binus.ac.id/2021/12/01/apa-itu-manajemen-pajak/
https://www.online-pajak.com/tentang-efiling/fungsi-manajemen-perpajakan
UU No. 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
https://ortax.org/memilih-bentuk-usaha-yang-tepat-bagi-perencanaan-pajak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H