Pandemi menghantam perekonomian semua orang termasuk Gimun, ia seorang buruh di pasar swalayan yang sekarangpun harus gulung tikar.
Tanpa adanya hari libur, Gimun tiap hari menghasilkan Rp150 ribu per hari. Hujan maupun panas ia hadapi. Di tengah pandemi seperti ini ia juga memerhatikan kondisi tubuhnya. Terkadang ia khilaf dibutakan oleh semangatnya untuk mendapatkan uang tanpa memperdulikan kondisi tubuhnya.
Pengalaman pahit yang ia rasakan sering terjadi. Adanya pemalakan dari preman tempat ia bekerja, hinaan yang dilontarkan dari beberapa orang, serta ia pernah ditimpuki batu oleh beberapa anak remaja. Tetapi hal itu tidak memutuskan semangat Gimun dalam mengais rezekinya.
“Seperti yang saya pegang diawal disini saya halal bekerjanya tidak merugikan orang banyak, buat apa saya takut. Hal-hal yang pait biar saya saja yang tahu anak istri saya tidak usah tau. Saya pun ikhlas kok tidak ada perasaan dendam atau marah terhadap mereka,” ujarnya. RS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H