g. Aturan hukum yang efektif atau tidak efektif yang berlaku untuk semua orang juga menandakan adanya standar minimal kehidupan sosial ekonomi dalam populasi.
Efektifitas hukum tertentu dalam suatu masyarakat ditentukan oleh sejumlah faktor yang relevan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat tersebut. Banyak orang didorong untuk angkat bicara dan mengambil tindakan atas undang-undang apa pun yang telah diadopsi oleh masyarakat umum, juga dikenal sebagai "masyarakat", atau hasil dari praktik tidak adil apa pun yang telah mereka lakukan selama ini. Efektifitas hukum diartikan sebagai pengakuan atas tiga cara bahwa hukum harus diterapkan: secara yuridis, sosiologis, dan filosofis.
PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
Belakangan ini banyak sekali terjadi kasus pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan universitas atau perguruan tinggi, tidak hanya dikalangan mahasiswi saja, namun banyak sekali hal ini juga dialami oleh mahsiswa atas nafsu seseorang yang tidak bertanggung jawab. Aksi kekerasan/pelecehan seksual justru kini kian mencuat dilakukan di kampus yang seharusnya sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadaban.
Perbuatan asusila tidak hanya terbatas pada perbuatan yang dilakukan secara perlahan dan sengaja berdasarkan kontak fisik; itu juga dapat terjadi dengan cepat dan sengaja dalam konteks budaya dan struktural karena adanya pandangan stereotip individu tertentu. Namun di Indonesia, percabulan adalah satu-satunya pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Kejahatan seksual dalam jumlah berapa pun dapat dilakukan oleh seseorang dalam masyarakat, kelompok, lingkungan pendidikan, atau latar belakang adat mana pun di belakang, di desa atau bahkan di kota yang bercirikan kemoderenan.
Menurut pandangan sosiologis, kekerasan yang dialami oleh para mahasiswi diakibatkan oleh proses interaksi yang berlangsung terus menerus yang mengakibatkan tidak adanya kesetaraan status peran dan kedudukan para mahasiswi. Acuannya merangkut struktur sosial masyarakat yang acuannya merupakan nilai atau norma masyarakat yang diwujudkan dalam sebuah hubungan sosial atau interaksi sosial, sehingga kekerasan yang muncul bersumber dari keterkaitan aspek kultural.
Dalam metode pendekatan sosiologi dapat menjadi solusi untuk mengatsi kasus ini yakni dibutuhkan peran dari berbagai pihak, terlebih dari pihak internal universitas sendiri guna mengatasi serta meminimalisir agar kasus serupa tidak terjadi lagi maka dapat dilakukan memlalui pendekatan yang humanis yakni dengan memeberikan edukasi edukasi kepada mahasiswa ataupun mahasiswi mengenai akhlak serta perilaku yang mencerminkan sifat sifat islami serta pihak universitas sendiri dapat memberikan fasilitas yang maksimal mengenai pengaduan apabila mahasiswa ataupun mahasiswi jika mengalami tindak perilaku pelecehan sesksual.
Â
LATAR BELAKANG MENGAPA GAGASAN PROGRESSIVE LAW MUNCUL
Hukum progresif didasarkan pada premis mendasar bahwa hukum adalah untuk manusia, bukan untuk benda, seperti yang diyakini sebagian orang. Berangkat dari asumsi dasar ini, maka kehadiran hukum bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk sesuatu yang lebih luas dan besar. Untuk itu ketika timbul masalah dalam hukum, maka hukum itu sendirilah yang perlu diperbaiki dan diperbaiki, bukan orang yang lemah untuk masuk ke dalam sistem hukum. Hubungan antara ideologi pembuat hukum progresif dan hukum itu sendiri diprediksi. Bagaimana pembahasan panel ahli hukum tentang hukum dan fungsinya mempengaruhi harga dan kualitas produk hukum melalui putusan yang dihasilkan.
Hukum progresif juga didasarkan pada pemikiran bahwa hukum selalu merupakan pekerjaan yang sedang berjalan (law as a process, law in the making), bukan sebagai lembaga yang sudah terbentuk dan sekarang sudah lengkap. Hukum adalah institusi yang terus berkembang dan menyesuaikan diri dengan standar integritas yang lebih tinggi. Kualitas dalam hal ini dapat berbeda tergantung pada berbagai faktor termasuk keadilan, kesejahteraan, upaya yang berfokus pada rakyat, dan faktor lainnya.