EFEKTIVITAS HUKUM DALAM MASYARAKAT
Menurut kami, peran manusia yang memandang hukum secara progresif juga turut andil dalam efektifitas hukum di masyarakat. Sosiologi hukum dan kemudian, antropologi hukum, yang mengguncang persepsi kita tentang sifat manusia dalam konteks hukum.
Hukum ada di seluruh masyarakat untuk menyediakan barang-barang yang dapat menumbuhkan keharmonisan antar individu yang hidup dalam masyarakat secara keseluruhan. Tetapi tidak semua daerah memiliki undang-undang atau standar hidup yang berlaku untuk setiap orang, dan ada konflik tentang bagaimana menerapkan undang-undang ini bahkan di daerah yang menerapkannya.
Bagi Malinowski, praktik hukum dilakukan oleh platform sosial yang dapat dipercaya dan difasilitasi oleh komunitas tertentu yang berpusat pada pemahaman bahaya dari samping. Malinowski mendefinisikan hukum sebagai contoh khusus dari seperangkat kewajiban yang mengikat secara hukum yang jelas, yang diperlakukan sebagai hak untuk satu otoritas tertentu dan masalah kewajiban otoritas lain, dan yang melibatkan penggunaan mekanisme khusus. dengan efek timbal-balik dan partisipasi publik yang setara dalam struktur masyarakat.
Aspek hukum secara umum yang merugikan antara lain:
a. sebuah relevansi hukum secara umum dengan kebutuhan masyarakat yang menjadi penerima manfaat yang dituju.
b. Kekhususan substansi undang-undang tersebut dijelaskan agar sasaran dapat memahaminya pada saat diterapkan, menurut undang-undang tersebut.
c. Sosialisasi yang optimal untuk setiap sasaran hukum.
d. Sanksi yang dijatuhkan oleh undang-undang harus sesuai dengan asas-asas yang mengaturnya.
e. Sanksi berat ringannya yang ditentukan dalam undang-undang harus wajar dan memungkinkan untuk dilakukan.
f. Efektivitas undang-undang apa pun bergantung pada seberapa baik penerapannya dan apakah seorang profesional memiliki peralatan yang diperlukan untuk melakukannya.
g. Aturan hukum yang efektif atau tidak efektif yang berlaku untuk semua orang juga menandakan adanya standar minimal kehidupan sosial ekonomi dalam populasi.
Efektifitas hukum tertentu dalam suatu masyarakat ditentukan oleh sejumlah faktor yang relevan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat tersebut. Banyak orang didorong untuk angkat bicara dan mengambil tindakan atas undang-undang apa pun yang telah diadopsi oleh masyarakat umum, juga dikenal sebagai "masyarakat", atau hasil dari praktik tidak adil apa pun yang telah mereka lakukan selama ini. Efektifitas hukum diartikan sebagai pengakuan atas tiga cara bahwa hukum harus diterapkan: secara yuridis, sosiologis, dan filosofis.
PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
Belakangan ini banyak sekali terjadi kasus pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan universitas atau perguruan tinggi, tidak hanya dikalangan mahasiswi saja, namun banyak sekali hal ini juga dialami oleh mahsiswa atas nafsu seseorang yang tidak bertanggung jawab. Aksi kekerasan/pelecehan seksual justru kini kian mencuat dilakukan di kampus yang seharusnya sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadaban.
Perbuatan asusila tidak hanya terbatas pada perbuatan yang dilakukan secara perlahan dan sengaja berdasarkan kontak fisik; itu juga dapat terjadi dengan cepat dan sengaja dalam konteks budaya dan struktural karena adanya pandangan stereotip individu tertentu. Namun di Indonesia, percabulan adalah satu-satunya pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Kejahatan seksual dalam jumlah berapa pun dapat dilakukan oleh seseorang dalam masyarakat, kelompok, lingkungan pendidikan, atau latar belakang adat mana pun di belakang, di desa atau bahkan di kota yang bercirikan kemoderenan.
Menurut pandangan sosiologis, kekerasan yang dialami oleh para mahasiswi diakibatkan oleh proses interaksi yang berlangsung terus menerus yang mengakibatkan tidak adanya kesetaraan status peran dan kedudukan para mahasiswi. Acuannya merangkut struktur sosial masyarakat yang acuannya merupakan nilai atau norma masyarakat yang diwujudkan dalam sebuah hubungan sosial atau interaksi sosial, sehingga kekerasan yang muncul bersumber dari keterkaitan aspek kultural.
Dalam metode pendekatan sosiologi dapat menjadi solusi untuk mengatsi kasus ini yakni dibutuhkan peran dari berbagai pihak, terlebih dari pihak internal universitas sendiri guna mengatasi serta meminimalisir agar kasus serupa tidak terjadi lagi maka dapat dilakukan memlalui pendekatan yang humanis yakni dengan memeberikan edukasi edukasi kepada mahasiswa ataupun mahasiswi mengenai akhlak serta perilaku yang mencerminkan sifat sifat islami serta pihak universitas sendiri dapat memberikan fasilitas yang maksimal mengenai pengaduan apabila mahasiswa ataupun mahasiswi jika mengalami tindak perilaku pelecehan sesksual.
Â
LATAR BELAKANG MENGAPA GAGASAN PROGRESSIVE LAW MUNCUL
Hukum progresif didasarkan pada premis mendasar bahwa hukum adalah untuk manusia, bukan untuk benda, seperti yang diyakini sebagian orang. Berangkat dari asumsi dasar ini, maka kehadiran hukum bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk sesuatu yang lebih luas dan besar. Untuk itu ketika timbul masalah dalam hukum, maka hukum itu sendirilah yang perlu diperbaiki dan diperbaiki, bukan orang yang lemah untuk masuk ke dalam sistem hukum. Hubungan antara ideologi pembuat hukum progresif dan hukum itu sendiri diprediksi. Bagaimana pembahasan panel ahli hukum tentang hukum dan fungsinya mempengaruhi harga dan kualitas produk hukum melalui putusan yang dihasilkan.
Hukum progresif juga didasarkan pada pemikiran bahwa hukum selalu merupakan pekerjaan yang sedang berjalan (law as a process, law in the making), bukan sebagai lembaga yang sudah terbentuk dan sekarang sudah lengkap. Hukum adalah institusi yang terus berkembang dan menyesuaikan diri dengan standar integritas yang lebih tinggi. Kualitas dalam hal ini dapat berbeda tergantung pada berbagai faktor termasuk keadilan, kesejahteraan, upaya yang berfokus pada rakyat, dan faktor lainnya.
Disini bahwa tolok ukur yang dapat dijadikan pedoman antara lain keadilan, dan keberpihakan kepada rakyat dapat dikatakan untuk menguji (memverifikasi) kualitas dari hukum. Dalam situasi ini, setiap langkah hukum, termasuk penggunaan perangkat hukum, harus memperhatikan apakah hukum telah mengatur hak dan kepentingan rakyat.
LAW AND SOCIAL CONTROL, SOCIO LEGAL, LEGAL PLURALISM
- Law and Social
Sesuai dengan fungsi hukum sendiri, bahwa hukum harus berkolaborasi dengan elemen atau komponen lainnya, yakni mengemban tujuan untuk mewujudkan keadilan, kepastian hukum, kemanfaatan, dan pemberdayaan sosial bagi masyarakatnya. berlakunya hukum di tengah-tengah masyarakat. Untuk mempertahankan status pengadilan sebagai pemimpin rakyat, pengadilan harus dengan teguh menerima ketiga tujuan hukum dalam setiap putusan yang dibuat. Hal ini terkait dengan frase hukum untuk kesejahteraan masyarakat yang merupakan pengertian dashboard tentang hukum.
Seiring dengan perubahan dan pertumbuhan masyarakat yang semakin kompleks, terdapat aturan-aturan hukum yang tidak hanya bersifat empiris atau sosiologis tetapi juga non-normatif. Bagi mereka yang mengkaji hukum secara kritis, positivisme dalam hukum dan teori hukum-formal seringkali terbatas kemampuannya dalam menjelaskan ragam pernyataan-pernyataan kekinian dan akurat yang muncul dari proses perubahan yang cepat dan dinamika masyarkaat yang dinamis.
- Socio Legal
Signifikan sosio-legal dalam ilmu hukum terbilang. Ada beberapa metode penelitian berbeda yang dapat digunakan sebagai metode sosio-legal, antara lain hermeneutika, etnografi, analisis kanada, dan studi kasus. Dilihat dari posisi ini, penelitian sosiolegal lebih aktual dan dinamis dibandingkan dengan yang dilakukan oleh para sosiolog hukum. Namun dari sisi paradigmatik, kerja sosial-hukum harus dilakukan dengan komitmen untuk bergerak ke arah perspektif kiri-kiri, seperti postmodernisme, kritism, dan realisme hukum. Namun, dalam sosiologi, paradigmanya lebih kompleks.
Dengan demikian, penelitian sosiologis dan hukum tidak sama dengan penelitian sosiologis dan Islam. Kajian ini adalah kajian hukum sosiologis. Kajian ini secara sah dibangun melalui pendekatan interdisipliner terhadap permasalahan hukum (hukum sosiologis punya andil terlibat di dalamnya), untuk kemudian diusahakan hasilnya untuk mengkritisi formalisme hukum. Wacana sosial-hukum memiliki tujuan pragmatis.
Hukum pluralisme (dan pluralisme pada umumnya) jelas bukan konsep baru, justru baru beberapa tahun terakhir ini pluralisme mulai dimanfaatkan sebagai alat untuk menciptakan berbagai asas yurisdiksi yang berlaku baik di kancah hukum nasional maupun internasional. Para sarjana dapat belajar lebih banyak tentang sistem hukum internasional dan transnasional dengan mempelajari berbagai undang-undang lokal yang membuat berbagai norma sosial geografis, etnis, nasional, dan epistemic beroperasional. Ini adalah dunia di mana menegaskan legitimasi sesuatu, memberikan definisi abstrak legitimasi, dan menyatakan bahwa hukum saat ini bukanlah faktor di masa depan adalah semua poin yang valid. Ini adalah dunia di mana praktik penghasil yurisdiksi berlaku, menciptakan peluang untuk kompetisi dan adaptasi inventif.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H