Pihak-pihak yg menolak malah lebih terlihat lepas tangan setelah menyampaikan penolakannya dan seolah-olah menyerahkan ke presiden untuk bisa dan mampu bernegosiasi mencari jalan tengah. Yang terjadi adalah ungkapan lempar batu sembunyi tangan. Mereka melempar bola panas penolakan, kemudian menyerahkan kepada presiden dan ketum PSSI bola panas yang sudah liar itu untuk dicarikan jalan keluar.
FIFA bersikap tidak mau mengambil kompromi, tidak ada jalan tengah yang didapat, dan Indonesia dinyatakan batal menjadi tuan rumah. Ini bisa menjadi peringatan dan bukti bagi orang-orang yang terlalu percaya diri seolah bangsa Indonesia ini bangsa yang punya daya tawar besar untuk merubah keputusan-keputusan dunia.
Nyatanya negara kita yang besar ini pun tetap perlu menaati aturan main yang berlaku di dunia internasional. Untuk memperjuangkan sebuah keputusan internasional tidak bisa hanya dilakukan bangsa ini sendiri.
Diplomasi tidak boleh dan tidak bisa dilakukan secara kaku dengan seenaknya menolak sebuah kehadiran sebuah kontingen negara dan memaksa dunia internasional untuk mematuhinya. Yang ada bangsa kita yang ditinggalkan.
Penulis dengan berat hati harus mengatakan bahwa dibatalkannya Indonesia menjadi tuan rumah piala dunia U-20 ini, yang karena penolakan beberapa pihak terhadap tim Israel dengan dasar bentuk dukungan kepada Palestina dan usaha menghapuskan penjajahan, malah menjadi bentuk kegagalan diplomasi negara ini untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Israel tidak mendapat sanksi apapun, dan Indonesia menerima resiko kegagalan diplomasinya dengan ditinggal dalam event piala dunia U-20 ini. Bukan karena yg diperjuangkan salah sebenarnya, tetapi caranya yang tidak tepat.
Ditambah lagi mungkin perjuangan kedepan malah akan lebih sulit, karena bisa jadi anak-anak muda, penerus bangsa ini yang sebetulnya diawal memiliki pandangan sama untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa lain, karena kejadian ini berubah menjadi apatis, melihat bahwa cara memaksa yang dilakukan beberapa tokoh dan kelompok untuk menolak kehadiran “penjajah” dalam sebuah ajang olahraga malah merugikan negara sendiri, menguburkan mimpi anak bangsa sendiri.
Pada akhirnya keputusan pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah piala dunia U-20 oleh FIFA menjadi kekalahan telak bagi bangsa Indonesia. Kekalahan dari potensi perkembangan olahraga di negara ini, kekalahan dari peningkatan daya saing Indonesia untuk mengadakan kompetisi-kompetisi olahraga dunia, kekalahan dari sektor ekonomi negara, pun kekalahan dalam diplomasi atas dasar memperjuangkan kemerdekaan bangsa lain yang dilakukan bahkan sampai harus mengorbankan mimpi anak bangsa. Semuanya sia-sia, bukan?
Semoga kedepan bangsa ini sadar dan belajar bahwa dunia ini terus berkembang, cara-cara untuk bertahan hidup, bersaing, dan berdiplomasi juga terus berkembang. Cara kaku dengan penolakan-penolakan seperti yang terjadi ini, apalagi sendirian, tidak lagi bisa dilakukan untuk memenangkan dan memberi perubahan pada dunia. Momen kekalahan telak bangsa Indonesia saat ini semoga menjadi titik awal perubahan strategi kita hidup bersama masyarakat dunia. Salam damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H