Mohon tunggu...
Resi Aji Mada
Resi Aji Mada Mohon Tunggu... Lainnya - Tulisan pribadi

Pernah menjalani pendidikan bidang studi Administrasi Negara di perguruan tinggi negeri di kota Surakarta. Pemerhati isu-isu sosial, politik, dan pemerintahan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Ferrari Dilelang 6 Milyar, Kapan Saatnya Membeli Barang Mewah??

26 Januari 2021   16:00 Diperbarui: 26 Januari 2021   16:05 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar Mobil Ferari yang akan di lelang online di lelang.go.id(KOMPAS.com/ YOGA SUKMANA)

Sebuah mobil ferrari 458 Spesiale dilelang oleh kantor pelayanan kekayaan negara dan lelang (KPKNL) dengan harga kisaran 6 Milyar. Sebelumnya mobil yg sama ini dihargai 10 Milyar, namun belum laku sehingga dilelang kembali dengan harga yang diturunkan. 

Mobil Ferrari ini sendiri merupakan barang sitaan bea cukai dari usaha penyelundupan asal singapura. Dengan harga yang sudah diturunkan cukup jauh, siapa yang ingin atau bahkan berencana untuk membeli? Lebih jauh lagi, kapan sih saat yang tepat kita membeli barang mewah? 

Memahami dahulu konsep barang mewah, sebenarnya tak ada patokan baku untuk menentukan mana barang mewah dan bukan. Lebih tepatnya bersifat subyektif menyesuaikan kondisi masing-masing orang. Begitu juga tak ada patokan, berbeda sesuai jenis barang. 

Penulis ambil contoh yang kedua terlebih dahulu, soal jenis barang. Smartphone Iphone atau samsung seri S (flagship) cukup dianggap barang mewah bagi banyak kalangan dalam dunia smartphone. Sedangkan dalam dunia otomotif roda dua, motor dengan kapasitas mesin diatas 150 cc lah yang biasanya dianggap mewah.

Motor cc kecil sudah jadi barang sehari-hari mungkin termasuk kebutuhan yang cukup dasar untuk transportasi. Padahal harga baru motor standar (cc 110 - 150) sama atau bahkan masih lebih tinggi dibanding Iphone dan Samsung seri S yang dianggap barang mewah. 

Jadi mewah atau tidaknya sebuah barang dilihat dari jenis barangnya terlebih dahulu, tidak semata-mata menggunakan patokan harga yang digeneralisir (contohnya harga diatas 50 juta dianggap mewah, atau dibawah 20 juta tidak dianggap mewah). 

Tetapi ada patokan lain yang menurut penulis lebih penting untuk menjadi pertimbangan dalam memuaskan nafsu konsumerisme kita. Yaitu kondisi keuangan dan kondisi kebutuhan masing-masing kita sendiri. 

Sesuatu yang dianggap mewah oleh orang lain bisa jadi bukan lagi barang mewah bagi kita, jika memang kita membutuhkan (bukan menginginkan lho ya) barang itu dan kondisi keuangan kita mampu untuk memenuhinya. 

Penulis ambil contoh sebagian orang mungkin menganggap mobil apapun masih sebagai barang mewah, apapun merk dan tipenya. Tetapi bagi orang yang sedang memiliki usaha dan membutuhkan angkutan untuk mengangkut barang dalam jumlah cukup banyak, maka mobil bukan lagi jadi hal yang mewah tetapi sebuah kebutuhan. 

Mobil pickup bisa jadi solusi, bahkan jika belum mampu membeli  secara tunai langsung lunas. Jika benar-benar cermat berhitung, menggunakan platform kredit pun bisa jadi jalan asalkan pemasukan dari usaha mampu menutup keperluan cicilan tiap bulan. 

Berbeda cerita jika kita hanya karyawan dengan gaji setara UMR (meski dengan standar UMR ibukota misalnya) atau lebih sedikit lah. Memaksakan pengadaan mobil dengan cicilan boleh jadi bunuh diri. Apalagi jika hanya untuk dilihat "wah" oleh tetangga dan rekan.

Boleh lah diluar dilihat sudah "mampu" dengan memiliki mobil sendiri. Tetapi jangan-jangan di rumah, ketika makan saja hanya bisa 1x -2x sehari itupun hanya lauk garam dan kerupuk demi memenuhi cicilan mobil. Kalau sampai seperti ini, tentu membeli mobil jadi keputusan tak tepat. 

Penulis mempunyai kawan seorang pegawai kolektor dari sebuah perusahaan pemberi pinjaman khusus untuk mobil yang grupnya usahanya cukup besar, bahkan paling besar kalau urusan otomotif di Indonesia ini. 

Apa fakta yang bisa didapatkan dari kawan penulis? Ada cukup banyak nasabah kredit yang bermasalah ditengah jalan dalam kewajiban cicilan atas mobil yang dibeli. Bahkan ada yang sudah tidak mampu memenuhi kewajiban di cicilan yang kedua bahkan pertama setelah mobil diterima. 

Apa bahasa yg tepat untuk menunjuk orang-orang seperti itu? Bodoh? Yang pasti, Mereka tidak cermat dalam berhitung soal potensi dan kemampuan keuangan diri sendiri untuk membeli sebuah mobil. Atau jangan-jangan memang tak pernah berhitung karena dibutakan oleh kawan-kawannya yang kebanyakan sudah berkendara roda 4, merasa harus ikut standar. 

Lain lagi bagi pengusaha, dengan pendapatan setiap bulan mencapai ratusan juta. Mobil bahkan yang dikategorikan mewah semacam sedan mercy sudah jadi kebutuhan, tak hanya satu tapi bisa lebih. Untuk apa? 

Bisa jadi untuk bertemu klien-klien besar, atau untuk memberi jemputan dan tumpangan bagi klien-klien jauh yang datang ke perusahaannya untuk berbisnis. Yang pasti mobil-mobil mahal itu memang dibutuhkan, tak lagi hanya diinginkan. 

Kesehatan dan kemampuan keuangan harus jadi syarat mutlak untuk seseorang berbelanja barang mewah. Diatas dari pertimbangan apapun. 

Jangan sampai hanya karena tren, standar rekan sepermainan yang lebih tinggi, atau supaya dilihat sudah mapan kemudian menjerumuskan diri ke masalah keuangan baru karena memaksakan mengambil barang yang belum perlu. Bukan hanya belum perlu tetapi juga belum mampu. 

Meskipun saat ini sudah ada banyak lembaga dan perusahaan yang memberikan platform pinjaman untuk seseorang bisa memenuhi hasrat konsumerismenya. Dengan syarat yang sangat mudah sering jadi godaan yang tidak dapat ditepis. 

Ada sebuah tips dari penulis yang boleh anda gunakan sebagai pertimbangan dalam pengadaan suatu barang, apalagi yang masuk kategori mewah. 

Usahakan sebisa mungkin jangan mengambil cicilan terhadap barang atau benda yang nilainya menyusut dari waktu ke waktu (elektronik, kendaraan, dsb). Jika memang ingin punya, lebih baik menabung dulu sampai bisa kita beli secara tunai dan lunas. 

"Lha kalau nabung karena ingin beli mobil bagi masyarakat kecil seperti saya ya ga nutup-nutup dong, kapan bisa belinya? Belum lagi kalau malah ketarik duluan untuk kebutuhan lain" 

Ya kalau begitu tidak perlu punya mobil dulu, itu artinya menunjukkan jika kemampuan keuangan kita belum mampu untuk memiliki mobil. Kalaupun nekat ambil cicilan akan memberatkan diri sendiri. 

Kalau sampai tak kuat cicilan, dijual mobilnya juga tak menutup karena harga barang sudah menyusut. Ditarik sama leasing pun uang balik yang diterima juga bakal jauh dari yang sudah dikeluarkan. Rugi ketemu rugi malahan. 

Tetapi untuk barang yang nilainya terus meningkat sangat boleh kita mengambil cicilan. Contohnya kredit perumahan, karena semakin kita menabung dulu, harga rumah dan tanah juga semakin meningkat.

Lebih untung jika dimiliki dulu rumah dan tanahnya meski masih harus kredit. Itupun harus mengambil tipe rumah dan luas tanah yang lagi-lagi sesuai dengan kemampuan keuangan kita dalam memenuhi kewajiban cicilan. 

Kesimpulannya, semua bergantung kepada kesadaran diri masing-masing. Jangan menjerumuskan diri kepada hal yang pada akhirnya kita tak mampu untuk bertanggung jawab. 

Bisa jadi kita pada awalnya menikmati, memilik mobil, moge, atau smartphone flagship. Tetapi itu hanya sesaat dan jangka lebih panjangnya lagi pusing untuk melunasi cicilan. Tidak sejahtera hidup kita. 

Beda cerita jika anda saat ini memiliki uang nganggur puluhan milyar. Boleh tuh ferarri 458 spesiale nya dibawa pulang, mumpung turun harga. Apalagi model ini sudah tidak diproduksi, jadi barang langka itu. Bisa jadi kalau dirawat dengan baik kelak harganya malah melambung tinggi, untung deh.

Salam damai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun