Mohon tunggu...
REPLIQA NEWS
REPLIQA NEWS Mohon Tunggu... Jurnalis - Hobby Menulis Berita

MENYAJIKAN BERITA DENGAN HATI TANPA MANIPULASI

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menciptakan Efek Visual Terbaik bagi Audiens

6 Agustus 2024   11:44 Diperbarui: 6 Agustus 2024   12:07 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang pembicara publik tidak hanya dituntut untuk pandai bermain kata-kata dalam setiap penampilannya. Mereka juga tidak dituntut untuk berpenampilan mewah dengan busana berkelas hingga membuatnya seperti etalase berjalan di panggung. Kata-kata dan busana bagi seorang pembicara publik hanyalah tambahan supaya mereka lebih tampak elegan dan dipercaya oleh audiens.

Esensi dari penampilan seorang pembicara publik adalah cara dan strateginya untuk memuaskan visual (penglihatan) audiens yang datang untuk menyaksikan penampilannya di panggung. Aspek visual ini termasuk ke dalam V3 di dalam pengetahuan Public Speaking. Lantas apakah itu V3? V pertama untuk VOKAL, V kedua untuk VERBAL, dan V terakhir untuk VISUAL. Ketiganya saling berkaitan erat dalam setiap penampilan dari pembicara karena V3 menjadi salah satu indikator untuk mengukur kemampuan dari pembicara.

Vokal pada gambar 1 di atas berhubungan dengan suara yang dikeluarkan pembicara saat mengucapkan kata-kata dalam pemaparan materi. Vokal ini penting karena sebesar 38% berperan dalam keberhasilan public speaking1. Tidak jarang seorang pembicara sampai mengambil kelas khusus untuk melatih cara atau teknik untuk mengolah suaranya supaya memberikan kenyamanan bagi para audiens.

Saat berbicara, pastikan intonasi yang digunakan tidak terkesan menggurui, superior, atau justru kurang percaya diri. Pembicara harus mengeluarkan intonasi yang enak didengar sekaligus nyaman di hati setiap pendengarnya. Selanjutnya, gunakan volume yang baik, yakni tidak terlalu lemah ataupun terlampau kuat supaya pelafalan kata dan kalimat terdengar maksimal2.

Verbal berkaitan dengan kalimat atau kata-kata yang dipilih oleh pembicara untuk disampaikan pada audiens di sepanjang acara. Prosesnya dikenal dengan istilah komunikasi verbal. Bentuk dasar komunikasi verbal adalah mendengarkan dan berbicara efektif. 

Berbicara yang efektif memerlukan tiga hal: kata-kata, cara mengucapkannya, dan cara penguatannya. Semua hal tersebut jika digabungkan mempengaruhi cara pesan disampaikan dan cara pendengar menerima serta memahami pesan tersebut3. Pemilihan kata dan kalimat yang tepat dan berhubungan dengan materi, maka dipastikan menambah kuat perasaan dari audiens yang hadir pada acara seminar.

Sementara itu, Visual dengan persentase mencapai 55% mengacu pada segala objek yang dapat ditangkap oleh mata, lalu diteruskan ke pikiran untuk diberi makna tertentu, hingga menimbulkan penilaian tertentu pada objek tersebut. Objek yang ditangkap oleh mata audiens adalah pembicara di panggung. Tidak hanya busana, tetapi keseluruhan meliputi gerakan tubuh (gestur), mimik wajah (ekspresi), serta semangat yang terpancar saat pembicara memaparkan materi.

Visual menjadi penting karena segala sesuatu yang ditampilkannya akan mampu mengubah perilaku orang lain seketika dan saat itu juga. Misalkan, pada suatu acara seminar, salah satu audiens bernama Wati, melihat pembicara meludah sembarang di dekat panggung, maka secara langsung Wati akan menilai bahwa pembicara berkelakuan buruk. Kesan visual ini langsung masuk ke dalam ingatan Wati.

Di sepanjang acara, Wati merasakan ketidaknyamanan terutama saat melihat sang pembicara karena ingatan Wati terus menerus mengulang visual saat pembicara meludah sembarang. 

Begitu Wati mendengar sang pembicara memberikan materi tentang kebersihan, maka Wati akan bergegas pergi meninggalkan acara karena Wati menganggap sang pembicara hanya bicara omong kosong. Selanjutnya, Wati pun tidak segan menceritakan sikap buruk sang pembicara ke semua teman, sahabat, dan keluarganya.

Aspek visual bukan hanya mengurusi penampilan di panggung, melainkan sejumlah hal lain yang dapat dilihat oleh mata. Aspek visual sendiri dapat dibagi menjadi dua sisi, yakni, sisi eksternal (visual eksternal) dan sisi internal (visual internal). Kedua sisi visual ini begitu penting diperhatikan pembicara karena visual mengikat ingatan seseorang dalam jangka waktu yang sangat lama. Begitu kesan pertama dari visual itu buruk, maka sampai kapanpun ingatan itu akan selalu terulang di pikiran audiens. 

Oleh sebab itu, tidak jarang beberapa pembicara yang hanya tampil satu kali di suatu tempat, sedangkan pembicara lainnya kerap kali diundang untuk mengisi acara di tempat yang sama.

Visual eksternal umumnya berupa penampilan fisik, busana saat tampil, dan sebagainya. Penampilan fisik dalam public speaking cenderung dilihat dari bentuk tubuh (kurus, gemuk, tinggi, atau pendek), sikap tubuh (tegap atau lemas), serta tata busana sang pembicara (formal atau non-formal). Mayoritas audiens lebih menyukai seorang pembicara yang menyampaikan materi dengan sikap tubuh yang tegap dan bersemangat.

Audiens beranggapan bahwa berbicara dengan sikap tubuh tegap jauh lebih bersemangat dan menambah gairah untuk mengikuti jalannya acara. Sementara itu, saat pembicara menyampaikan materi dengan sikap tubuh yang membungkuk dan lemas akan memberikan kesan negatif bahwa pembicara tidak serius saat membawakan materi. Tidak hanya itu, intonasi suara yang lemah serta kekuatan suara yang keluar dari mulut pembicara juga menjadi bahan penilaian negatif dari sisi visual bagi audiens.

Audiens menyukai visual positif yang ditangkap oleh mata mereka, seperti warna busana, bentuk dan tata panggung, hingga segala peralatan dan teknologi yang digunakan pembicara di panggung. Tata busana yang rapi, bersih, serta sesuai dengan konteks acara dapat langsung menciptakan kesan positif bagi audiens. Ingatlah, di balik setiap penampilan yang terawat, terdapat pesan tersirat yang mengkomunikasikan sebuah dedikasi dan perhatian terhadap detail, yang pada gilirannya, dapat menginspirasi kepercayaan dan keterbukaan dari orang-orang yang mendengarkannya.

Visual eksternal akan semakin sempurna saat pembicara juga memperhatikan visual internal, seperti gestur tubuh dan ekspresi wajah. Visual internal ini sangat berpengaruh pada penampilan sang pembicara. Sebutlah Anita. Dia adalah pembicara muda yang penuh talenta. Dia pun anak pengusaha dengan kekayaan yang luar biasa. Usai selesaikan pendidikan strata dua di Sydney, Australia, Anita memutuskan menggeluti profesi sebagai seorang pembicara publik.

Parasnya yang cantik ditambah dengan bentuk tubuh seperti Gitar Spanyol membuat Anita mendapatkan perhatian orang saat mengawali debut perdana di Kanal Youtube miliknya. Nama Anita semakin popular karena busana glamor yang dikenakan pada setiap konten Youtube-nya. Dalam waktu singkat, perempuan 23 tahun ini, menjadi primadona bagi jutaan pelanggan (subscriber).

Namun, anehnya, Anita jarang mendapatkan undangan untuk tampil secara langsung (offline). Setelah ditelusuri lebih dalam, rupanya perangai Anita cukup keras sebagai perempuan. Sikap sempurna pada diri Anita menjadi salah satu penghambat baginya untuk tampil di banyak acara offline. Pernah suatu Ketika, saat Anita diundang sebagai pembicara di suatu seminar, dia menunjukkan sikap meremehkan peserta dengan menjawab suatu pertanyaan dengan nada bicara yang ketus dan sembarangan. Ekspresi wajahnya juga terlihat menghina peserta dengan memberikan tatapan kosong.

Audiens dan panitia yang melihatnya hanya dapat menggeleng-geleng kepala tanpa mampu berbuat banyak selama acara. Usai acara, panitia yang mendapatkan sejumlah kritik negatif dari beberapa audiens, menjadi enggan untuk mengundang Anita sebagai pembicara pada kesempatan lainnya. Sejak saat itu, Anita hanya populer di media sosial tanpa memiliki kesempatan berbicara di dunia nyata.

Memang tidak mudah menyempurnakan visual pembicara di hadapan audiensnya karena aspek visual sangat erat kaitannya dengan persepsi orang. Jika dipelajari lebih lanjut, persepsi melibatkan sejumlah kemampuan yang saling terkait dan seringkali bergantung satu sama lain. 

Apalagi dikatakan bahwa pikiran orang tanpa batas dan tidak berujung. Sehingga untuk menetapkan batasan antara persepsi dengan yang lainnya menjadi sulit, karena tidak ada larangan juga bagi orang untuk menciptakan persepsi di dalam kepalanya.

Persepsi adalah istilah luas yang digunakan untuk menggambarkan beragam proses pikiran yang terlibat dalam memahami informasi visual. Objek yang ditangkap melalui visualisasi akan dikirimkan langsung ke otak. 

Setelah mencapai otak, informasi dihubungkan dengan informasi lain dan pengalaman masa lalu. Pada akhirnya, informasi tersebut digunakan untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan4.

Lantas bagaimana cara seorang pembicara mengendalikan persepsi audiensnya di sepanjang acara? Berikut tips dan tricknya supaya pembicara mampu memberikan tampilan visual yang maksimal di setiap panggung.

Tampilkan Diri Sesuai Kepribadian Sendiri

Setiap orang memiliki ciri khas yang unik di dalam dirinya sendiri. Keunikan pada diri sendiri ini yang kurang disadari oleh sebagian pembicara sehingga mereka terkesan mencontoh pendahulunya dan secara perlahan kehilangan kepribadiannya saat tampil di depan umum. Sebaiknya, seorang pembicara mampu meluangkan waktu untuk mengenal diri sendiri untuk mengetahui kepribadiannya.

Tipe kepribadian manusia telah dikaji dan dirangkum menjadi 4 jenis, yaitu sanguinis, plegmatis, melankolis, dan koleris. 1) Sanguinis: Orang dengan tipe kepribadian sanguinis cenderung hidup, optimis, ringan, dan riang. Tipe ini juga menyukai petualangan dan memiliki toleransi tinggi akan risiko. 2) Plegmatis: Seseorang dengan kepribadian plegmatis biasanya adalah orang-orang yang cinta damai. tipe plegmatis cenderung menghindari konflik dan selalu berusaha menengahi orang lain untuk memulihkan perdamaian dan harmoni. Plegmatis juga sangat suka beramal dan membantu orang lain. 3) Koleris: Seseorang dengan kepribadian koleris biasanya orang yang sangat berorientasi pada tujuan. Seorang koleris tidak menyukai pembicaraan singkat dan menikmati percakapan yang mendalam dan bermakna. 4) Melankolis: Tidak suka mencari hal-hal baru dan petualangan dan bahkan cenderung akan sangat menghindarinya. Orang yang melankolis juga dikenal sangat sosial dan berupaya berkontribusi pada komunitas, sangat teliti dan akurat5.

Temukan Target Audiens

Mudah sekali bicara di depan umum, tetapi jika tidak mengetahui target audiensnya, tetap saja membuat pembicara akan mengalami yang namanya salah kostum. Kesalahan ini memang tergolong sederhana dan dapat dimaafkan, tetapi sebagian orang akan menilai pembicara tidak profesional. 

Hebatnya lagi, sebagian orang yang memberikan penilaian negatif pada sang pembicara adalah para sponsor atau orang-orang yang memegang keputusan akhir untuk mengundang pembicara itu lagi atau membuangnya dari daftar mereka.

Seperti dijelaskan di atas, bahwa busana adalah salah satu dari aspek visual yang perlu diperhatikan dan dijaga sangat teliti dan disiplin oleh pembicara. Namun, lain halnya jika pembicara berhasil menemukan target audiensnya. Dia menemukan bahwa audiens mereka dari kalangan milenial, maka busana yang digunakan adalah smart casual, gaya bahasanya moderen dan kekinian, dan pemilihan kata serta kalimatnya dalam skala sedang (tidak terlalu teknis, seperti: prioritas diganti menjadi penting, dsb.)

Dengan keberhasilan menemukan target audiensnya, maka aspek visual dari pembicara dapat sempurna dan mengurangi persepsi negatif saat penampilannya di panggung. Dampaknya, audiens akan senang dan merasa puas dengan penampilan dan penyajian dari pembicara. Akhirnya, audiens akan memohon panitia untuk menghadirkan kembali sang pembicara untuk menyampaikan materi lain di waktu yang berbeda.

Belajarlah dari Pembicara Senior Lainnya

Aspek visual ini sifatnya susah-susah gampang. Terlihat gampang karena pembicara hanya fokus pada visual eksternal. Jarang sekali pembicara yang memperhatikan visual internalnya, seperti cukup latihan (olah raga, olah rasa, dan olah kata), cukup istirahat (minimal 6 jam tidur sebelum penampilan), bahkan cukup makan dan minum (terakhir makan maksimal 1 jam sebelum penampilan).

Dengan pembicara sering melihat senior mereka di panggung maupun di Youtube, maka mereka memiliki gambaran yang jelas dan lengkap mengenai teknik seniornya melakukan penampilan dan menyajikan visual yang menarik bagi audiens. Proses belajar seperti itu secara tidak langsung akan memaksimalkan kerja pikiran sendiri untuk lebih matang saat tampil di panggung sendiri. Proses belajar sama sekali tidak akan menghianati hasil.

Tonjolkan Keunikan dan Ciri Khas Pembicara secara Visual

Sebagian besar pembicara melupakan simbol atau tanda-tanda yang mencirikan diri sendiri saat mereka tampil di panggung. Padahal simbol dan lain sebagainya itu merupakan salah satu ciri khas mereka supaya diingat audiens dengan mudah. Visual eksternal berupa simbol dan tanda lainnya pada busana, layar materi (slide presentasi), dan lainnya sanggup memberikan efek visual luar biasa bagi audiens.

Minimal dengan penggunaan atribut visual ini, pembicara akan mendapatkan kepercayaan lain dari audiensnya, lalu dinilai lebih professional dibandingkan hanya menggunakan busana dan layar materi tanpa dilengkapi dengan simbol atau tanda apapun yang menampilkan keunikan pembicara. Seperti tampak pada gambar 2 dan gambar 3 di bawah ini.

Gambar 2 dan 3. Sumber: Pribadi Penulis
Gambar 2 dan 3. Sumber: Pribadi Penulis

Pada gambar 2 tampak simbol Repliqa di pojok kiri atas, logo acara "Public Speaking, Fun & Furious", serta nama pembicara dan julukannya. Simbol berupa gambar, logo, serta nama ini lebih menarik dibandingkan tampilan pada gambar 3. Meskipun pada gambar 3 tampak layar materi dan pembicara, tetap saja kurang menarik karena tidak dilengkapi dengan atribut apapun yang mendukung visual dari acara tersebut. Untuk itulah, simbol penting ditampilkan supaya audiens menaruh perhatian lebih pada setiap penampilan dari pembicara saat di panggung atau di layar media massa.

Belajar tentang aspek visual di dalam pengetahuan Public Speaking sama seperti menyelam di Samudra Pasifik. Kedalaman materi serta isinya tidak terbatas dan sangat beragam. Setiap pembicara juga berhak menjalani praktik visual eksternal dan visual internal sesuai dengan gaya dan siri khasnya. 

Semua materi yang disampaikan di dalam bab ini hanyalah pandangan terbaik dari praktik lapangan. Pengembangan dari materi serta pengalaman dapat terus menerus dilakukan tanpa batasan waktu.

Terakhir, perlu diperhatikan bahwa pada aspek visual ini, yang paling terpenting adalah menjaga penampilan dan perilaku pembicara saat berada di depan audiens. Jangan pernah sekalipun meremehkan tatapan mata dari audiens, sebab mereka akan memperhatikan setiap detil visual untuk diberi makna sesuai pikiran masing-masing. Buruknya penampilan pembicara, baik itu visual eksternal maupun visual internal, maka di saat yang sama, karir pembicara langsung mendapatkan nilai negatif yang berlaku tanpa batas waktu yang pasti.

Untuk itulah, pembicara harus senantiasa menjaga vokal, verbal, dan terutama adalah visual. Dengan rajin berlatih dan disiplin pada setiap penampilan, maka secara otomatis akan membuat pembicara terus menerus mendapatkan kesempatan maksimal untuk menyampaikan materi di depan umum. Semangatlah untuk menggali dan mengembangkan diri sebagai pembicara publik!

 

Daftar Pustaka

1.      Amelia, Nena, 3 Elemen Kunci Kesuksesan Seorang Public Speaker, https://www.qubisa.com/microlearning/3-elemen-kunci-kesuksesan-seorang-public-speaker, diakses pada: 26 Januari 2024, Pk. 17.37 WIB.

2.      Fitriyani, Mega, dan Nurul Fajriyah Prahastuti, Personal Branding Format Baru, Yogyakarta: Laksana, 2020.

3.      King, Dale, Effective Communication Skills: The Nine-Keys Guidebook For Developing The Art Of Persuasion Through Public Speaking, Social Intelligence, Verbal Dexterity, Charisma, And Eloquence, 2020, tersedia dari Z-Library database.

4.      Kurtz, Lisa A., Visual Perception Problems in Children with AD/HD, Autism, and Other Learning Disabilities A Guide for Parents and Professionals, Pentonville, London: Jessica Kingsley Publishers, 2006.

5.      Martin, Deidre Bobgan, Four Temperaments, Astrology & Personality Testing, Santa Barbara, California: EastGate Publishers: 1992.

Sumber: https://dlmdd.com/article/brand-voice?/brand-voice

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun