Proses pengomposan membutuhkan udara yang cukup. Udara lebih penting daripada makanan dalam tumpukan kompos. Pengadukan tumpukan kompos memperkenalkan udara, tetapi kebutuhan ini dapat menjadi tantangan. Memastikan udara cukup penting dalam pengomposan yang efektif.
Pengomposan klasik melibatkan pengumpulan limbah nitrogen dan karbon dalam tumpukan kompos. Tumpukan harus memiliki ukuran minimal satu meter kubik dan perlu diberi air jika terasa kering. Proses ini perlu diulang tiga kali, tetapi pendekatan klasik seringkali rumit.
Limbah kayu memiliki tantangan tersendiri dalam pengomposan. Sedangkan, kompos realis dalam konteks pengomposan seperti mengolah limbah kayu, limbah dari taman, limbah rumah tangga, dan rumput yang dipotong untuk membuat kompos secara realistis.
Penggunaan kompos yang lebih luas oleh petani dan tukang kebun dapat memberikan kontribusi penting terhadap upaya pengurangan emisi CO2 sesuai Protokol Kyoto.Â
Hal ini tentunya sudah terbiasa dilakukan oleh para peladang, petani, tukang kebun bahkan individu di pedesaan yang menggunakan sisa-sisa bahan baku untuk memberikan nutrisi bagi tanah agar tidak membeli pupuk sintesis dan menggemburkan tanah secara alami serta mengurangi sampah basah dari sisa-sisa pangan rumah tangga, mengapa orang desa bisa mudah dengan mengompos?Â
Karena makanan yang dikonsumsi cenderung alami dengan pengolahan sederhana, sehingga minim sampah pangan bahkan minim kemasan.Â
Sudah pernah membuat kompos?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H