Hal ini akan menjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) dan bisa saja masuk pada fase pandemi karena keracunan makanan akibat abai akan kecermatan dalam membaca asal-usul makanan dan minuman yang dikonsumsi.Â
Ini sudah masuk di era digital, lebih cerdas saja dalam pemilihan makanan, kuliner, pangan yang memang didatangkan dari tempat yang dirasa asing.Â
Makanan bersih juga bisa disederhanakan dengan definisi makanan rumahan yang diambil dari hasil kebun, pangan yang dibeli dari sistem pangan pendek misalkan dibeli dari petani lokal samping rumah, dari swalayan terdekat yang bisa dituju dengan berjalan kaki saja dan kuliner lokal sesuai selera karena sama-sama memiliki preferensi kriteria bersih masing-masing. Konsumen kan jauh lebih paham akan kebutuhan ini.Â
Hal-hal tersebut sudah bisa mencakup prinsip eco-gastronomi yang tujuannya pada perubahan positif pada lingkungan baik fisik dan sosial, sehingga berdampak pada hal-hal berdampak baik lainnya dimulai dari apa yang dikonsumsi.Â
Tentunya jika satu kebiasaan baik seperti pemilihan konsumsi, maka akan mengarah pada gaya hidup lainnya seperti mementingkan olahraga untuk aktivitas fisik, punya waktu untuk meditasi dan menenangkan batin dari stres, dan punya waktu berkontemplasi atau merenung yang pada akhirnya berdampak pada rasa syukur karena begitu menikmati momentum hari demi hari.Â
Jadi, apa konsep eco-gastronomi versi Anda?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H