Apa itu Eco-Gastronomi?Â
Hal ini tentunya menjadi hal yang harusnya tidak usah didefinisikan karena pada umumnya semua orang pasti mengalami praktik eco-gastronomi ini, setelah mengetahui bahwa gastronomi itu adalah tentang makanan dan budaya secara singkatnya. Namun gerakan eco-gastronomi bukanlah hal yang asing.Â
Ini karena memang populer di Italia karena memiliki gerakan makanan lambat atau slow food. Namun jika ingin dirangkum dengan kondisi yang sesuai dengan keadaan di Indonesia atau Asia Tenggara, maka dikutip dari instagram Pusat Studi Independen Antropologi Pangan menyederhanakan istilah eco-gastronomi adalah pendekatan alternatif yang menerapkan prinsip keberlanjutan dan etika dalam sistem pangan
Eco-gastronomi menekankan makanan yang baik, bersih, dan adil sehingga berdampak pada perubahan positif dalam lingkungan, kualitas pangan keadilan sosial yang dilakukan masyarakat yang berbudaya.Â
Pendekatan AlternatifÂ
Memangnya sebelumya menggunakan pendekatan apa?Â
Jawabannya adalah pendekatan holistik, di mana hal ini hanya menyebutkan keseluruhan elemen yang amat sangat banyak namun tidak mendalam, nah untuk eco-gastronomi sendiri adalah pendekatan alternatif.
Sederhananya merupakan pilihan dari beberapa kemungkinan dan ini mungkin dilakukan dengan ekologi di Indonesia di mana melihat sumber daya alam (biodiversitas dari komoditas pangannya) beragam dan paling banyak berkreasi namun seperti biasa terlewat dan tidak ada dokumentasi yang layak dan resmi.
Hanya beberapa orang, kelompok bahkan perkumpulan secara sukarela saja yang mau mendokumentasikannya atas dasar kecintaannya agar generasi selanjutnya bisa mengkaji kembali tentang makanan para pendahulunya.Â
Prinsip KeberlanjutanÂ
Menurut Jeremy L. Caradonna, PhD dalam bukunya Sustainability: A History menjelaskan secara singkat tentang sudut pandang keberlanjutan secara historis bahwa:Â
Keberlanjutan melibatkan keseimbangan ekologi yang perlu dijaga, memperhatikan dimensi sosial (aspek manusia dan interaksi sosial dalam suatu konteks tertentu), dan menciptakan ekonomi berkelanjutan (pertumbuhan ekonomi yang bijaksana dengan memperhatikan lingkungan dan masyarakat).Â
Adapun cakupan keberlanjutannya meliputi:Â
Pemerliharaan keanekaragaman hayati (kehidupan yang beragam dalam ekosistem alami atau buatan manusia), pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan (bahan atau energi yang ada di lingkungan alam untuk dimanfaatkan), dan meminimalkan dampak negatif pada lingkungan (pencemaran, deforestasi, dan perubahan iklim sebagai dampak negatif lingkungan).
Sedangkan keterlibatan keberlanjutan melibatkan beberapa hal seperti:Â
Keadilan sosial (pemerataan hak, kesempatan, dan akses yang adil bagi semua individu), kesetaraan (perlakuan yang sama dan hak yang sama untuk semua individu), kesejahteraan masyarakat (keadaan kemakmuran, kesehatan, dan kebahagiaan yang merata dalam masyarakat), dan pengakuan terhadap kepentingan masyarakat yang beragam.
Keberlanjutan ini akan menekan pentingnya pertumbuhan ekonomi yang bijaksana, pemerataan pendapatan dan praktik bisnis yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat dan keberlanjutan ini diperlukan pendekatan sistemik (pendekatan yang memandang sistem sebagai keseluruhan yang saling terhubung dan saling memengaruhi dalam kompleksitasnya), tujuan pendekatan sistemik tentunya untuk keberlanjutan secara menyeluruh yang melibatkan kolaborasi berbagai sektor dan pemangku kepentingan.Â
Caradonna juga menuliskan secara historis untuk perkembangan keberlanjutan yang menyoroti pandangan manusia terhadap perkembangan pemikiran tentang keseimbangan ekologi dan perlindungan lingkungan dimana dalam prosesnya akan ada perdebatan, perbedaan pendapat, tantangan, dan implikasi konsep yang tidak implementatif jika diujicobakan pada setiap studi kasusnya dalam berbagai konteks.
Maka dari itu perlu adanya kekompakan dalam menghadapi keberlanjutan masa depan ini yang sudah tidak bisa bercanda dan pencitraan belaka karena dampaknya sudah langsung pada kemusnahan kehidupan diawali karena adanya kekurangan lahan, kelaparan, penyebaran penyakit dari berbagai media , dan sumber daya yang menipis karena kerusakan lingkungan dengan minimnya bahkan hilangnya pelestari sumber daya alam ini.Â
Caradonna sendiri merupakan pemikir ilmiah dibidang lingkungan, politik, sejarah keberlanjutan, sistem pangan berkelanjutan, dan ekonomi hijau yang fokus kajiannya pada hubungan manusia dengan alam, politik lokal dan pangan lokal dan ekonomi alternatif.Â
Penyakit MetabolikÂ
Dilansir dari National Library of Medicine melalui Medline Plus mendefinikan bahwa penyakit metabolik merujuk pada kumpulan kondisi yang melibatkan gangguan metabolisme tubuh, termasuk diabetes tipe 2 (gangguan metabolisme yang melibatkan resistensi insulin dan tingkat gula darah tinggi), obesitas (kelebihan berat badan yang signifikan dan berpotensi menyebabkan masalah kesehatan), tekanan darah tinggi, dan dislipidemia (gangguan kadar lemak darah yang tidak normal).Â
Sebagai catatan bahwa resistensi insulin mendefinisikan keadaan di mana sel-sel tubuh tidak merespons secara efektif terhadap insulin, hormon yang mengatur kadar gula darah, sehingga meningkatkan risiko diabetes tipe 2 dan gangguan metabolik lainnya. dan insulin sendiri merupakan hormon yang mengatur metabolisme glukosa dan mengendalikan kadar gula darah.
Penyakit atau gangguan metabolik terjadi ketika adanya reaksi kinia yang tidak normal terjadi dalam tubuh dan ada proses yang terganggu didalamnya, hal ini disebabkan karena adanya beberapa zat yang kurang dalam kebutuhannya atau berlebih.Â
Beberapa yang terganggu dalam kondisi ini mengarah pada pemecahan asam amino (blok bangunan protein yang penting untuk pertumbuhan dan fungsi tubuh), karbohidrat, dan lipid (lemak).Â
Beberapa kondisi yang terganggu dalam tubuh mencakupmitokondria (organel sel yang menghasilkan energi dalam bentuk ATP melalui respirasi aerobik).Â
ATP (Adenosine Triphosphate) adalah molekul energi penting yang menyimpan dan mentransfer energi dalam sel untuk mendukung proses seluler/reaksi kimia yang terjadi di dalam sel untuk menjaga kehidupan dan reaksi biokimia.
Sedangkan metabolisme adalah proses tubuh menggunakan makanan untuk energi. Makanan dipecah menjadi gula dan asam, menjadi bahan bakar tubuh. Jika hal ini tidak seimbang maka akan mengarah pada penyakit metabolik dengan gejala yang berbeda-beda.Â
Kontribusi Eco-GastronomiÂ
Harris Solomon seorang antropolog sosial dengan ketertarikan antropologi medis menulis buku yang berjudul Metabolic Living (Food, Fat and the absorption of illness in India) buku ini mengeksplorasi narasi populer tentang "globesity" yang menyatakan bahwa adopsi pola makan Barat meningkatkan obesitas dan diabetes di wilayah Global Selatan.Â
Namun, Solomon melihatnya dari perspektif yang berbeda dengan mempelajari pengalaman orang-orang di Mumbai, India karena ternyata adanya hubungan lain antara:Â
makanan, lemak, tubuh, dan kota yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari.Â
Solomon menekankan bahwa obesitas dan diabetes adalah masalah yang terkontribusi dari tubuh dan lingkungan bukan hanya soal masalah dalam metabolisme, namun ada kontribusi lingkungan.Â
Karena terlihat berbagai zat terkonsumsi melalui makanan ringan hingga polutan dan inilah cikal bakal terjadinya penyebab kesehatan metabolik dan berujung pada obesitas, penyakit diabetes dan hipertensi.Â
Hal ini menyadarkan bahwa penyakit kronis bukan semata-mata gangguan dalam tubuh saja melainkan adanya faktor lain yang berkontribusi jauh lebih banyak dan intens yang menentukan penyebab masalah kesehatan dan hal ini menjadi renungan bersama bahwa:Â
Apa yang sebenarnya yang telah kita makan selama ini, sehingga tubuh ini tidak menerima konsumsi yang ditelan dan beberapa makanan melukai berbagai organ dalam tubuh sehingga menimbulkan penyakit?
Eco-gastronomi, setidaknya hadir sebagai pendekatan alternatif di mana prinsipnya begitu sederhana yaitu:Â
Makanan yang baik, bersih, adil sehingga berdampak positif.Â
Artinya eco-gastronomi mengajak pada perubahan isi piring yang akan dinikmati oleh indera pengecap dan diserap oleh alat pencernaan (gastrointestinal), hal ini jelas tidak menghakimi berbagai jenis makanan cepat saji, karena hal ini menjadi kebutuhan sewaktu untuk dinikmati juga sebagai eksplorasi rasa.Â
Makanan yang AdilÂ
Hal ini mengajar untuk kembali pada keadilan finansial untuk melirik kembali apakah makanan seperti itu yang sebetulnya dibutuhkan?
Adil pada daya kecap dan selera artinya menyesuaikan pada cita rasa lokalitas, jika hidup di Jawa Barat, artinya makanan etnis sunda yang akan mendominasi dan hal lainnya yang menjadi pelengkap.
Namun karena sektor kuliner sangat dinamis di masa kini semua jenis makanan sudah sangat beragam sehingga hal ini tidak terkontrol jika dalam keadaan ingin mencicipi dan tidak masalah dengan hal finansial, godaan seperti inilah yang akan menjadi tabungan terus-menerus untuk mendekati penyakit metabolik jika dilakukan secara sering bahkan sudah hampir tahap adiktif atau tidak bisa lepas.Â
Adil untuk gastro (perut), di mana didalamnya ada organ pencernaan yang krusial yaitu lambung, usus, ginjal, hati, dan jantung yang memang menjadi satu kesatuan untuk mengolahnya menjadi energi yang berfungsi untuk tubuh. Karena makanan yang adil, baik, berkualitas, dan memang dibutuhkan oleh organ tubuh itulah yang sebenarnya berfungsi maksimal.Â
Makanan yang BersihÂ
Bagaimana dengan isu keamanan pangan?
Hal ini dampaknya begitu cepat distribusinya karena kurangnya pengawasan karena kemudahan akses dan minimnya literasi konsumen, apalagi sudah mudah sekali platform daring menjual berbagai jenis makanan dari luar negeri yang belum tentu sistem keamanan pangannya sejalan dengan kaidah keamanan pangan yang ada di Indonesia.
Maka dari itu kecerdasan konsumenlah yang akan menjadi pengawas langsung dalam menerima makanan yang belum dipelajari oleh personal asal usulnya, tidak hanya ingin viralnya, karena ketika sudah menyangkut gangguan kesehatan, pemulihannya berbeda-beda setiap personalnya, yang ditakutkan adalah jika pelayanan kesehatannya belum memadai sedangkan pasien karena keamanan pangan yang tidak terawasi ini sudah membludak.
Hal ini akan menjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) dan bisa saja masuk pada fase pandemi karena keracunan makanan akibat abai akan kecermatan dalam membaca asal-usul makanan dan minuman yang dikonsumsi.Â
Ini sudah masuk di era digital, lebih cerdas saja dalam pemilihan makanan, kuliner, pangan yang memang didatangkan dari tempat yang dirasa asing.Â
Makanan bersih juga bisa disederhanakan dengan definisi makanan rumahan yang diambil dari hasil kebun, pangan yang dibeli dari sistem pangan pendek misalkan dibeli dari petani lokal samping rumah, dari swalayan terdekat yang bisa dituju dengan berjalan kaki saja dan kuliner lokal sesuai selera karena sama-sama memiliki preferensi kriteria bersih masing-masing. Konsumen kan jauh lebih paham akan kebutuhan ini.Â
Hal-hal tersebut sudah bisa mencakup prinsip eco-gastronomi yang tujuannya pada perubahan positif pada lingkungan baik fisik dan sosial, sehingga berdampak pada hal-hal berdampak baik lainnya dimulai dari apa yang dikonsumsi.Â
Tentunya jika satu kebiasaan baik seperti pemilihan konsumsi, maka akan mengarah pada gaya hidup lainnya seperti mementingkan olahraga untuk aktivitas fisik, punya waktu untuk meditasi dan menenangkan batin dari stres, dan punya waktu berkontemplasi atau merenung yang pada akhirnya berdampak pada rasa syukur karena begitu menikmati momentum hari demi hari.Â
Jadi, apa konsep eco-gastronomi versi Anda?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H