Mohon tunggu...
Reny Payus
Reny Payus Mohon Tunggu... -

Membaca Saja Aku Sulit

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen Belum Ada Judul

21 November 2011   19:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:22 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Gemuruh di langit kelam membuatku terhenyak. Malam yang awalnya tenang perlahan diusik oleh rintihan gerimis. Kau akan terkejut jika mengetahui kalau itu bukan gerimis, melainkan pasir yang berasal dari amukan gunung Merapi. Entah berapa kubik material lagi yang dimuntahkannya kali ini.

Aku membesarkan volume televisi agar tak dikalahkan oleh bunyi rintik rintik pasir yang menghantam bumi dan raungan sirine yang terdengar sayup sayup, berharap bisa dengan fokus menonton siaran berita seputar meletusnya gunung Merapi yang disiarkan secara langsung. Hanya itu satu satunya informasi tercepat yang bisa kudapatkan saat ini.

Semenjak zona bahaya merapi diperlebar, aku terpaksa mengungsi di kediaman pacarku karena kosanku berada di zona bahaya. Sebenarnya aku bisa saja mengungsi bersama penduduk lainnya, tapi tentu saja Raka dan keluarganya menyuruhku untuk tinggal di rumahnya.

Rumah yang cukup besar ini sepi karena semua keluarga Raka memilih tinggal di Solo. Biasanya Nuel yang menemaninya di sini, tapi kali ini hanya ada aku karena mereka berdua sedang bertugas sebagai Tim SAR. Tugas yang sangat beresiko, tentu saja.

Aku mendengar bel berbunyi. Hatiku mencelos, tamu apa yang bertandang ke rumah orang tengah malam begini? Tidak mungkin pembantu harian karena dia selalu datang pagi hari.

Bunyi pagar yang terbuka membuatku lega. Itu Raka, karena selain aku hanya dia yang memiliki kunci pagar.

Aku bergegas membuka pintu depan.

“Raka, kamu…” Belum sempat aku bertanya tubuhnya yang kuat sudah memelukku.

“Aku gak mau ninggalin kamu sendirian, Ra.” bisiknya.

Aku heran sekaligus tersipu karena tidak biasanya dia bersikap seperti ini.

Bagiku ini berlebihan. Harusnya dia sedang berada di atas sana sekarang, membantu para pengungsi di sekitar merapi. Tapi mau tidak mau aku lega juga karena tak perlu mencemaskan dirinya. Mungkin bisa dikatakan, senang. Aku tahu jika pikiran dan perasaan seperti ini benar benar egois tapi aku tidak bisa memaksanya untuk kembali ke sana, bukan? Dan sejujurnya aku menginginkannya tetap berada di sampingku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun