Pihak yang tidak terima atas putusan tersebut dapat mengajukan keberatan kepada pihak di luar badan peradilan yaitu pembentuk undang-undang agar pembentuk undang-undang membuat undang-undang yang materinya dapat mengesampingkan putusan Mahkamah Konstitusi.
Mekanisme tersebut tentunya tidak lazim karena tidak ada diatur secara tertulis dalam peraturan perundang-undangan namun dalam praktiknya dapat dilakukan terbukti dengan adanya pengesampingan atas putusan Mahkamah Konstitusi.
Selain itu dengan adanya pengesampingan putusan Mahkamah Konstitusi menunjukkan makna mengikat yang menyertai sifat final putusan Mahkamah Konstitusi tidak berlaku kepada pembentuk undang-undang padahal norma mengikat yang menyertai sifat final tersebut dibuat sendiri oleh pembentuk undang-undang.
Hal demikian dapat memberikan kesan dan contoh tidak baik kepada masyarakat karena masyarakat sebagai pemegang kedaulatan yang sebenarnya senantiasa harus terikat dan tunduk dengan setiap norma yang dibuat oleh pembentuk undang-undang, sedangkan hal demikian sulit berlaku kepada pembentuk undang-undang.
Apabila kemudian pengesampingan putusan merupakan bentuk checks and balances antar lembaga pemegang kekuasaan maka sepatutnya pengesampingan tersebut dilengkapi dengan alasan yang komprehensif dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai urgensi dilakukannya pegesampingan putusan.
Urgensi yang dimaksud setidaknya memberikan gambaran apabila putusan tidak dikesampingkan akan berdampak signifikan bagi kehidupan masyarakat.
Dengan alasan yang komprehensif dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai urgensi dilakukannya pegesampingan putusan dapat meminimalisir kesan dan contoh tidak baik kepada masyarakat atas ketidakpatuhan pembentuk undang-undang terhadap putusan dari badan peradilan.
Jimly Asshidiqie menyatakan bahwa undang-undang yang telah ditetapkan dan diundangkan, tentulah telah melalui proses yang sangat panjang sampai akhirnya disahkan menjadi milik publik yang bersifat terbuka, mengikat untuk umum.
Jika satu undang-undang yang telah dipersiapkan, dibahas dan diperdebatkan sedemikian rupa akhirnya ditetapkan dan diundangkan sebagaimana mestinya. Dengan proses pembentukan undang-undang yang panjang sepatutnya pembentuk undang-undang mempertimbangkan dilakukannya pengesampingan putusan Mahkamah Konstitusi. Â
Pertimbangan dilakukannya pengesampingan, sepatutnya juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari undang-undang yang disahkan tersebut. Namun pada praktiknya adakah alasan secara komprehensif yang dibuat oleh pembentuk undang-undang dalam melakukan pengesampingan sifat final dan mengikat putusan Mahkamah Konstitusi.
Setidaknya alasan yang dapat mematahkan pertimbangan dalam putusan Mahkamah Konstitusi, sehingga pengesampingan tersebut dapat diterima dan bukan sebagai bentuk kesewenangan-wenangan dari pembentuk undang-undang saja.