Menulis refleksi itu sebenarnya seperti menulis diari. Â Tentang apa yang kita lihat dan kita rasakan dalam kurun waktu tertentu.
Bedanya adalah seperti arti dari katanya, reflection atau pantulan, apa yang kita tuliskan itu akan memantulkan sesuatu, baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain.
Buat yang baru mengetahui ini mungkin rada membingungkan.
Tapi, saya coba pakai perumpamaan yang mudah.
Refleksi itu bisa dikatakan seperti cermin.
Jadi, ketika kita memandang cermin, kita bisa melihat diri sendiri. Sepuasnya. Apa adanya.
Kita bisa melihat apa yang ternyata berkurang atau bertambah dalam diri atau bahkan menyadari sesuatu yang sebelumnya tidak terlalu kita pedulikan.
Misalnya, bentuk hidung.
Kita baru sadar bahwa hidung kita bengkok, mancung atau ada tahi lalat kecil yang nyaris tidak terlihat.
Lalu, setelah menyadari kita mempunyai hidung unik itu, apalagi yang bisa lakukan dan sadari?
Ooo.... Baru tahu kalau hidung bengkok itu suka disamakan dengan sinusitis. Berarti aku harus apa dengan kondisi ini? Apakah dibiarkan saja? Eh... Dari keluargaku siapa ya yang juga berbentuk begini?
Yang berhidung mancung, bolehlah sangat bangga dengan hidung itu. Bukan saja karena sedap dipandang apalagi dipandangi lawan jenis, tapi juga bisa bernafas dengan lebih bebas daripada yang berhidung pendek.
Sementara buat yang baru nyadar ada tahi lalat kecil yang nyaris tak terlihat mata, jangan panik. Cari tahu dulu bagaimana membedakan tahi lalat yang ganas dan tidak. Siapa tahu malah tahi lalat itu buat pemanis wajahmu?
Dari contoh tentang hidung di atas, bagaimana reaksimu setelah melihat kondisi hidung yang terlihat dari cermin. Bagaimana selanjutnya kamu bertindak adalah langkah selanjutnya.
Demikian juga refleksi.
Refleksi kadang bisa membuat kita jadi jauh lebih mengerti tentang diri kita dan orang lain sehingga pada akhirnya kita bisa sangat bersyukur memiliki hidup yang dikaruniakan ini lengkap dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
Sang Maha itu punya kreasi luar biasa atas diri dan hidup kita.
Refleksi adalah Saya Masa Kini yang Melihat Masa Lalu untuk Menjadi Lebih Baik di Masa Datang
Sepertinya ribet dan susah ya untuk berfleksi itu?
Apalagi kalau diminta dituliskan dalam bentuk kalimat....
Sebenarnya nggak juga.
Seperti perumpamaan kamu mellihat dirimu sendiri di cermin dan menemukan sesuatu dalam dirimu, itulah tujuan dari refleksi. Bahwa akan baik jika dituliskan, marilah kita sama-sama belajar dari sekarang.
Bukankah bisa karena biasa bukan?
Buat yang baru awal mencoba menuliskan refleksi, contoh konkrit seperti ini:
Carilah satu saja peristiwa di hari ini yang sungguh menggugah segenap pikiran dan rasamu. Misalnya ketika mau mandi, air kran mendadak mati. Apa boleh buat kamu tidak bisa mandi.
Dari peristiwa itu, kamu bisa melihat apa untuk dirimu?
Lanjutannya, terpaksa kamu pakai minyak wangi yang sebelumnya jarang sekali kamu pakai. Ternyata menyimpan minyak wangi berfungsi juga meski awalnya tidak kamu suka.
Bagaimana kamu melihat peristiwa itu dari kacamata orang lain?
Lanjutannya, begitu sampai kelas (atau kantor) sebenarnya tidak PD karena tidak mandi. Lebih tidak PD lagi kalau ada bau wangi yang tidak biasanya. Bisa ketahuan kan kalau tidak mandi. Tapi, ternyata teman-teman tetap beraktivitas dan berteman seperti biasa.
Apa yang bisa kamu dapat dari peristiwa yang menurutmu paling menarik di hari ini sehingga bisa menggugah pikiran dan rasamu?
Lanjutannya, kamu jadi tahu bahwa tampilan diri memang perlu. Tetapi, pancaran yang berasal dari hati, jujur, apa adanya dan tidak munafik lebih perlu dan diterima oleh banyak orang.
Itu cerita konkrit yang sederhana ya. Untuk bisa menceritakan lebih panjang dan rinci, coba tips sederhana ini:
Cari peristiwanya dulu. Tidak usah banyak-banyak. Satu saja.
Tuliskan semua dengan baik dan jelas, tanpa harus dibebani EYD.
Sebisa mungkin urutkan dulu semua kejadian seperti contoh di atas baru ambil apa yang kamu dapat dari peristiwa itu.
Baca ulang lagi untuk memastikan huruf atau kalimat yang belum pas.
Kalau refleksi ini juga untuk orang lain, pastikan kalimat dan pesan yang hendak kamu sampaikan adalah kalimat dan pesan yang jelas sehingga orang lain tidak perlu menebak-nebak.
Sebisa mungkin tidak perlu ada kalimat seolah menggurui sebab refleksi sifatnya tentang berbagi. Tidak ada paksaan untuk diikuti, tapi semoga bisa menjadi renungan pribadi.
Refleksi juga bukan sekadar untuk membandingkan dari A menjadi B. Refleksi adalah untuk bisa lebih mengerti "kenapa" dan "harus apa".
Jika kamu sudah terbiasa dengan refleksi yang bisa dengan mengambil peristiwa dari kehidupanmu sehari-hari, maka saatnya lah kamu melihat pantulan cermin refleksimu itu ke masa  dan kondisi yang lebih jauh lagi.
Emang bisa?
Bisa.
Syaratnya hanya satu. Mencoba peka dengan apa yang terjadi itu dengan segala bentuk kejadian dalam hidupmu. Misalnya, waktu itu kamu marah sebab tidak diterima di universitas pilihanmu. Demi untuk membahagiakan orang tua, kamu mau masuk ke universitas pilihan orang tua.Â
Selama masa peruliahan inilah kamu bisa menemukan banyak sekali hal yang bisa disebut refleksi hidupmu selama menjadi mahasiswa hingga pada akhirnya kamu mengerti kenapa harus ada di sana. Lebih jauh lagi, kamu bisa menerima dan bahagia karenanya.
Kenapa harus ditulis?
Sebab, dengan menulis refleksi, kamu bisa punya arsip pribadi yang kelak bisa membantumu sekiranya ada sesuatu yang mungkin mirip arus kamu alami lagi. Tidak menutup kemungkinan menjadi daya kekuatan baru untuk terus maju.
Lebih dari itu, kamu pun bisa berbagi kepada sesama yang bisa jadi memiliki peristiwa sama.
Kalian bisa sama saling dikuatkan.
Semakin sering menulis hasil refleksi, semakin banyak kamu akan menemukan cara Tuhan dan pesanNya buat manusia. Terutama dirimu.
Tangan Tuhan bekerja melalui sekitar dan sesamamu.
Kamu bisa semakin mencintai dan menerima dirimu dirimu sendiri serta apa pun yang ada di sekitarmu.
Dan, itu bisa kamu temukan jika kamu mau mencoba merefleksikan seluruh hidupmu di matamu dan orang lain untuk selanjutnya kamu lakukan demi kemuliaan Tuhan.
Mari mulai menulis refleksi hari ini.
Bukan untuk saya sendiri, dia atau sesama. Tetapi, untuk hidup dan yang memberikannya pada kita.
Hingga hari ini. (anj)
* dari tulisan lama 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H