Mohon tunggu...
Anjar Anastasia
Anjar Anastasia Mohon Tunggu... Penulis - ...karena menulis adalah berbagi hidup...

Akun ini pengganti sementara dari akun lama di https://www.kompasiana.com/berajasenja# Kalau akun lama berhasil dibetulkan maka saya akan kembali ke akun lama tersebut

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dalam Islam Ada "Hidayah", dalam Katolik Ada "Rahmat"

16 Juli 2019   14:18 Diperbarui: 16 Juli 2019   14:43 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

0 Advanced issues found▲ 

Pernah sekali waktu seseorang yang sebenarnya belum lama saya kenal mengajak ke Gua Maria Karmel di Lembang. Dia ingin tahu tempat itu rupanya. Kebetulan dia seorang muslim.

Begitu kami sampai di sana, hal pertama yang dia rasakan adalah kesejukan dan kenyamanan berada di tempat yang relatif sepi. Jauh dari hingar bingar kota. Memang memberi kesan refresh buat yang sudah lama berkutat kesehariannya di kota yang padat.

Ketika memasuki areal. berulangkali dia minta izin atau bertanya tentang apa saja yang tidak dia ketahui tentang hal-hal yang ada di sana. Karena niatnya ingin melihat-lihat, ya nggak apa. Toh, banyak juga umat non kristiani sering ke sana. Bahkan penjual makanan sekitarnya juga banyak para umat muslim.

Begitu sampai di Gua Maria, ganti saya minta izin untuk berdoa dulu. Kebetulan bentuk tempatnya undak-undakan tangga yang di belakangnya itu tempat duduk teduh. Ada kanopinya. Saya minta dia menunggu sebentar di sana saja.

"Enggak. Aku pengen di samping kamu aja, boleh?"

Jelas boleh. Maka saya biarkan dia duduk di samping saya.

Dia perhatikan sungguh apa saja yang saya keluarkan dari dalam tas kecil saya. Rosario, buku doa dan tadi sempat membeli lilin dulu buat dinyalakan.

"Aku mau juga nyalain, boleh?"

Saya berikan satu lilin yang saya beli untuk dia nyalakan juga di sebuah tempat, tepat di bawah patung Bunda Maria berada.

Begitu saya sudah siap berdoa, saya buat tanda salib dan membiarkan si teman memperhatikan saya.

Sebelum memejamkan mata supaya kusyu, sempat saya lirik yang di sebelah.

Ia sedang menerawang jauh ke depan, tempat patung Bunda Maria itu berada. Tak lama, malah dia yang duluan memejamkan mata.

Tanpa membuat tanda salib.

Ketika di tengah doa rosario yang sedang saya daraskan, mendadak telinga saya mendengar tangis tersedu-sedu. Rada ragu untuk memastikan suara itu. Tapi, ketika lebih jelas, saya "pause" dahulu doa rosario untuk memastikan suara tangis itu.

Ternyata si teman sedang menangis tersedu-sedu sembari menutupi wajahnya.Meski tidak terlalu banyak orang di sekitar kami, suara tangisnya itu s empat membuat yang ada melirik juga.Saya coba tenangkan sambil memberi tisyu.

"Maaf ya mengganggu doamu. Tiba-tiba saja aku merasa damai dan bahagia lalu keluar air mata ini," ujarnya pelan diantara sisa tangis. "Habis ini temani aku beli buku doa dan rosarionya ya. Aku mau belajar doa-doa Katolik."

Saya kaget, "Lha?"

Dia mengangguk mantap. "Sudah lama aku tertarik ajaran Katolik. Terutama doa kepada Bunda Maria. Setelah ke sini, aku merasa tersentuh dan yakin dengan pilihanku. Minta tolong bantu cari tahu kalau mau pelajaran agamanya ya..."

Antara senang dan bingung juga saat itu.Bukankah dari saat berkenalan hingga dalam perjalanan kemari dia tidak pernah sekali pun mengutarakan niatnya itu? Saya juga kalau bercerita tentang kegiatan gereja, secara umum saja. Nggak ada yang spesifik atau bahkan mencoba mengajaknya untuk coba mengenal ajaran Katolik.

Tapi, setelah kami dari Lembang, dia selalu mengingatkan saya untuk mencari tahu jadwal pelajaran agama Katolik.

Meski sempat meragu, bener apa nggak atas pilihannya, setahun kemudian dia resmi dibaptis menjadi Katolik.

Soal pelajaran agama yang cukup memakan waktu, dia tidak mengeluh. Bahkan menikmati.

Yang sempat ia keluhkan adalah soal keluarganya,

Terutama sang ibu...

Tapi, karena ketulusan dan keyakinan kuatnya bahwa semua ia jalani adalah karena segala kebaikan yang diajarkan, ia bisa diterima juga di keluarga besarnya. Hingga hari ini.

Jadi....

Kalau ada istilah hidayah di agama Islam, maka kami pun menyebutnya sebagai rahmat.

Rahmat yang seringkali hanya bisa dirasakan secara pribadi dan mungkin sulit diterima orang lain.

Menyentuh sisi paling dalam diri pribadi seseorang.

Siapa yang menyentuh?

Tentu saja, Sang Maha. Yang paling tahu kedalaman diri seseorang dan bagaimana cara atau jalan yang diberikan.

Secara pribadi, saya percaya, jika sungguh hidayah atau rahmat itu bisa dirasakan dan dijalani dengan baik oleh seseorang, maka tujuan Sang Maha menyentuhnya pasti telah berbuah baik.

Bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

"Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik." (Matius 7:!7)

(anj 19)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun