Sebelum memejamkan mata supaya kusyu, sempat saya lirik yang di sebelah.
Ia sedang menerawang jauh ke depan, tempat patung Bunda Maria itu berada. Tak lama, malah dia yang duluan memejamkan mata.
Tanpa membuat tanda salib.
Ketika di tengah doa rosario yang sedang saya daraskan, mendadak telinga saya mendengar tangis tersedu-sedu. Rada ragu untuk memastikan suara itu. Tapi, ketika lebih jelas, saya "pause" dahulu doa rosario untuk memastikan suara tangis itu.
Ternyata si teman sedang menangis tersedu-sedu sembari menutupi wajahnya.Meski tidak terlalu banyak orang di sekitar kami, suara tangisnya itu s empat membuat yang ada melirik juga.Saya coba tenangkan sambil memberi tisyu.
"Maaf ya mengganggu doamu. Tiba-tiba saja aku merasa damai dan bahagia lalu keluar air mata ini," ujarnya pelan diantara sisa tangis. "Habis ini temani aku beli buku doa dan rosarionya ya. Aku mau belajar doa-doa Katolik."
Saya kaget, "Lha?"
Dia mengangguk mantap. "Sudah lama aku tertarik ajaran Katolik. Terutama doa kepada Bunda Maria. Setelah ke sini, aku merasa tersentuh dan yakin dengan pilihanku. Minta tolong bantu cari tahu kalau mau pelajaran agamanya ya..."
Antara senang dan bingung juga saat itu.Bukankah dari saat berkenalan hingga dalam perjalanan kemari dia tidak pernah sekali pun mengutarakan niatnya itu? Saya juga kalau bercerita tentang kegiatan gereja, secara umum saja. Nggak ada yang spesifik atau bahkan mencoba mengajaknya untuk coba mengenal ajaran Katolik.
Tapi, setelah kami dari Lembang, dia selalu mengingatkan saya untuk mencari tahu jadwal pelajaran agama Katolik.
Meski sempat meragu, bener apa nggak atas pilihannya, setahun kemudian dia resmi dibaptis menjadi Katolik.